Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Sandal Jepit... Oh Sandal Jepit...

22 Mei 2018   06:31 Diperbarui: 22 Mei 2018   11:38 3558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hilangnya sepasang sandal membuat heboh jamaah masjid yang baru selesai shalat tarawih di masjid itu. Sebelumnya, tidak pernah ada kejadian serupa. Padahal hanya sandal jepit! (dok.windhu)

USAI shalat tarawih, keributan terjadi di areal halaman masjid. Menarik perhatian para jamaah yang hendak pulang ke rumahnya masing-masing. Beberapa di antaranya mulai mendatangi pusat kehebohan. Rasa ingin tahu muncul sehingga kerumunan pun mulai terbentuk.

Dua orang anak kecil usia sekolah dasar ada disana. Tampak bingung sedang mencari-cari sesuatu. Saya yang baru saja keluar dari ruangan masjid terkejut. Pandangan mata tiba-tiba mengenali mereka. Keduanya keponakan yang memang shalat tarawih di masjid yang sama.

"Ada yang kehilangan sandal," kata salah seorang jamaah yang sepintas kudengar. Telinga saya siaga sambil mendekati kedua keponakan. Ibu kedua bocah itu juga sudah ada disana.

"Sandal Lita nggak ada," kata ibunya.

Beberapa anak muda menawarkan diri untuk mencari sandal yang hilang. "Ciri-cirinya seperti apa? Sandal apa? Sandal jepit?" tanya salah seorang dari mereka.

Mereka pun mulai mencari ke sekeliling halaman masjid. Suatu hal yang sangat jarang terjadi. Ada kehilangan sandal jepit di masjid kompleks, yang banyak di antara jamaah masjidnya sudah sering mengenal.

Ibunya, antara bingung dan mulai kesal dengan kelakuan anaknya. Bocah 8 tahun itu tidak patuh mengikuti pesan ibunya untuk tidak meninggalkan sandal yang digunakan begitu saja saat memasuki teras masjid.

Apalagi, jika menggunakan sandal jepit. Sudah pasti yang menggunakannya banyak. Bentuk dan warna sandal jepit, merek apapun juga tetap sama. Ya, gitu-gitu saja. Kecuali pada warna karet tali sandal yang berbentuk v dan bagian bawahnya. Untuk pijakan kaki, sandal jepit ya tetap putih.

"Kamu ke masjid pakai sandal jepit? Kenapa nggak ditaruh di tempat penitipan sepatu dan sandal?" tanya ibunya.

Entah kenapa, sandal jepit saat malam itu tidak ditaruh di tempat penitipan. (dok.windhu)
Entah kenapa, sandal jepit saat malam itu tidak ditaruh di tempat penitipan. (dok.windhu)
 Lita menggeleng. Bocah ini memang suka begitu. Cenderung teledor. Tak mau susah. Memang di bawah tiga undakan tangga menuju teras masjid, banyak sandal ataupun alas kaki lain, yang berserakan ditinggalkan begitu saja oleh pemiliknya saat hendak masuk ke dalam masjid.

Ya, alas kaki apapun bentuknya tidak boleh melewati batas suci yang telah ditentukan. Entah kenapa mereka-mereka itu enggan menaruhnya di tempat penitipan sepatu/ sandal, dengan biaya penitipan yang hanya seikhlasnya saja.

Beda dengan ibu sejak dulu selalu meminta, tepatnya menyuruh anak-anaknya untuk menitipkan saja alas kaki yang digunakan. Sepatu atau sandal, dititip saja bila ke masjid. Alasannya, biar nggak repot mencari.

Kalau diletakkan begitu saja di area sebelum tangga masjid, saat pulang pasti agak repot mencari. Bukan tidak mungkin, sandal atau sepatu bisa jungkir balik dan terpencar karena orang lain bisa jadi tidak hati-hati. Intinya, jangan cari repot. Dititip saja di tempat penitipan yang memang disediakan.

Kebiasaan yang diterapkan ibu itu, juga dilakukan kakak. Sayangnya tak semua anaknya mengikuti aturan. Jadinya, malam itu seusai shalat tarawih terjadi kehebohan sandal yang hilang.

Sejumlah orang ikut membantu untuk mencari. Hingga setelah beberapa menit, ada seorang bapak yang membawa sepasang sandal jepit. "Sandal jepitnya yang ini bukan?" tanya bapak itu.

Lita, keponakan saya menggeleng. Sandal jepit yang dipegang bapak itu sudah terlihat jelek. Tampak kotor dan pudar warna karetnya. "Oh, mungkin ada yang tertukar memakai sandal jepitnya saat pulang," ujar bapak itu akhirnya.

Bapak itu menawarkan untuk menggunakan sandal jepit yang ditemukan dan tidak ada yang mengaku pemiliknya itu. Katanya, tak apa-apa asalkan esok hari dibawa lagi khawatir pemilik sandal yang sudah jelek itu mencarinya.

Keponakan saya menggeleng keras. Tidak mau menggunakannya. Akhirnya, ibunya pun mengajak anak-anaknya pulang. Sudah lewat dari pukul 21.00. "Lalu aku gimana? Nyeker?" tanya ponakanku.

Meski jarak masjid ke rumah hanya sekitar 200 meter, jalan kaki nyeker alias tanpa alas kaki bukanlah hal yang menyenangkan. Apalagi, melewati ruas jalan yang cukup ramai kendaraan, baik roda empat maupun roda dua. "Sudah, nanti beli saja sandal jepit lagi di warung pinggir jalan. Kalau nggak ada, terpaksa nyeker," tukas ibunya.

Pencarian sandal jepit malam itu usai. Kakak mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang ikut mencari sandal jepit. Seorang bapak, yang tampaknya pengurus masjid menghampiri dan menyarankan agar besok menaruh sandal di tempat yang sudah disediakan.

Sandal jepit yang hilang bisa bikiin bingung (dok.windhu)
Sandal jepit yang hilang bisa bikiin bingung (dok.windhu)
***

 Perbincangan sandal yang hilang ternyata berlanjut di rumah. Ibunya anak-anak agaknya masih penasaran bagaimana bisa sandal jepit hilang. Saat itulah, tiba-tiba dengan takut-takut Lita mengaku. Sandal jepitnya tidak hilang!

Sandal jepit jelek yang ditemukan oleh seorang bapak di masjid, memang yang digunakannya untuk ke masjid. Lita lupa telah menggunakannya karena sudah terburu-buru. Adzan Isya hampir datang dan asal pakai sandal jepit yang memang sudah jelek.Selain itu, dia pun antara malu mengakui sandal jepit jelek dan takut dimarahi ibunya di depan orang lain.

Ibunya membelalak. "Jadi kamu sudah membuat heboh orang-orang di masjid?" sambil geleng-geleng kepala.

Saat pencarian sandal jepit dilakukan, ada orang yang bilang kemungkinan ada pencuri sandal di masjid. Jika tidak, ada yang berusaha menukar sandal yang bagus dengan yang jelek. Sejumlah dugaan muncul. Termasuk kemungkinan ada yang lupa memakai sandal orang. " Di masjid itu bisa jadi ada yang niat. Berangkat pakai yang jelek tapi pulangnya pakai yang bagus." kata salah seorang anak muda. 

Saya yang mendengar 'pengakuan dosa' ponakan bernama Lita, mau tidak mau tersenyum. Pantas saja, agak sedikit mengenali meski tak bisa memastikan sandal jepit jelek yang ditemukan. Ternyata sepasang sandal jepit bisa membuat heboh di malam hari usai tarawih.

Namun, peristiwa sandal jepit yang terjadi usai shalat tarawih bulan puasa tahun lalu itu, memberikan pelajaran. Selalu positif itu yang utama. Jangan langsung berpikir ada pencuri sandal jepit. Jangan pula menduga ada yang berniat untuk mengganti sandal.

Buat ponakan saya, dia menjadi lebih hati-hati. Sekarang, dia selalu menitipkan di tempat yang sudah disediakan alas kaki yang digunakannya ke masjid. Semua anggota keluarga di rumah juga lebih peka memperhatikan kondisi sandal atau sepatu yang digunakan.

Lalu bagaimana nasib sandal jepit jelek di masjid? Sandal itu tak pernah diambil.

Sandal jepit, oh... sandal jepit.... Janganlah kau menghilang!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun