Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Tahun 2018, Euro 4, dan Rindu Kualitas Udara Sehat

5 Februari 2018   12:00 Diperbarui: 6 Februari 2018   13:26 1614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan kendaraan memenuhi jalan raya itu sudah biasa (dok.windhu)

SORE yang melelahkan. Setiap orang tampaknya punya pikiran sama, ingin segera sampai tempat tujuan. Meski bukan berada pada jalan besar utama, kendaraan berjalan sedikit tersendat. Saya sedang berada di boncengan  sepeda motor seorang teman saat sebuah kendaraan umum yang ada di depannya, tiba-tiba memacu gas.

Muncul asap hitam yang langsung menerpa  wajah. Uhuk. Uhuk. Mau tak mau saya terbatuk-batuk. Arrgh! Kendaraan umum itu pun melaju begitu saja dan saya terpukau melihat asap knalpotnya yang memuntahkan asap pekat, di sepanjang jalan yang dilalui.

Kawan saya geleng-geleng kepala. Jalanan Jakarta, terutama saat hari kerja, selalu tak lepas dari padatnya kendaraan. Banyak hal yang bisa ditemukan di jalanan Jakarta, mulai dari kendaraan angkutan umum seperti bus sedang, taksi, bajaj, angkot mikrolet, bemo, Trans Jakarta, hingga, kendaraan online.

Tentu saja, ada kendaraan umum yang beroperasional  hanya pada wilayah tertentu sesuai dengan ketentuan dan kebutuhan transportasi. Seperti misalnya bemo yang hanya berputar di rute tertentu, seperti di sekitaran Grogol, Buaran-Pupar, Manggarai, dan Benhil-Pejompongan. 

Saya sesekali masih menggunakan kendaraan tua ini untuk  menuju rumah kawan saya di bilangan Pejompongan maupun Grogol.  Itu kendaraan umum yang melintas di Jakarta.

Belum lagi, masih ada kendaraan angkutan barang, seperti mobil box dan mobil truck berbagai jenis. Di sisi lain, jumlah kendaraan pribadi di jalanan pun Jakarta tidak kalah banyak jumlahnya, baik yang kendaraan bermotor roda dua dan kendaraan bermotor roda empat.

Pemandangan kendaraan memenuhi jalan raya itu sudah biasa (dok.windhu)
Pemandangan kendaraan memenuhi jalan raya itu sudah biasa (dok.windhu)
Jumlah kendaraan bermotor pribadi ini terlihat memadati wilayah Jakarta, setiap hari kerja. Baik yang keluaran terbaru maupun keluaran lama. Kendaraan yang masih dalam kondisi baik ataupun yang memerlukan perbaikan. 

Data Badan Pusat Statistik, seperti dikutip dari Kata Data mencatat, jumlah kendaraan bermotor di Indonesia pada 2015 sebanyak 121,39 juta unit. Data itu menunjukkan, sepeda motor  berjumlah paling banyak  98,88 juta unit (81,5 %). Diikuti mobil penumpang dengan jumlah 13,48 juta unit (11,11 %), kemudian mobil barang 6,6 juta unit (5,45 %), serta mobil bis dengan jumlah 2,4 juta unit (1,99 %) dari jumlah total kendaraan.

Banyak, ya? Iya sih, saat ini tidak sedikit dalam satu rumah memiliki sepeda motor lebih dari satu unit. Ini pun berlaku juga pada kendaraan roda empat. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) mencatat penjualan mobil di tanah air pada 2016  mencapai 1,06 juta unit. Maklum, membeli kendaraan saat ini tak harus tunai. Mencicil pun bisa dengan harga yang terjangkau masyarakat.

Kendaraan Bermotor dan Pencemaran Udara

Banyaknya kendaraan bermotor di jalanan Jakarta ini, sudah pasti  juga bertambahnya jumlah penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM). Di sisi lain, juga memberi dampak meningkatnya jumlah emisi (gas buang) yang mengandung polutan. Tentu saja,  jumlah pencemaran udara alias polusi juga akan naik.

Apalagi kendaraan yang melewati Jakarta, bukan cuma yang berasal dari Jakarta saja. Banyak juga yang berasal dari daerah-daerah penyangga ibukota, seperti Tanggerang, Bekasi, Depok, bahkan Bogor.

Bus ukuran sedang angkutan umum juga ada di jalan Jakarta (dok.windhu)
Bus ukuran sedang angkutan umum juga ada di jalan Jakarta (dok.windhu)
Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sektor transportasi menyumbang 75 persen emisi gas berbahaya pada pencemaran udara. Tingkat polusi yang tinggi di kota besar seperti Jakarta yang banyak penduduknya ini, bisa menyebabkan gangguan kesehatan.

Nah, untuk mencegah dan mengatasi pencemaran udara semakin tinggi karena semakin banyaknya jumlah kendaraan di jalan, sangat dibutuhkan  bahan bakar yang emisi gas buangnya lebih ramah lingkungan.

Standar Emisi Euro

Salah satu standar emisi gas yang buang yang digunakan di dunia adalah standar Euro. Standar ini sesuai dengan namanya, mengacu yang dijual di negara-negara Uni Eropa (European Union/ EU). 

Selain standar Euro, ada juga standar lain, yakni Environmental Protecton Agency (EPA), yang diterapkan oleh industri otomotif di Amerika Serikat. Standar emisi Euro sudah berlaku sejak 1988 dengan sebutan Euro 0.

Penghitungan yang lebih ketat mulai diwajibkan pada 1992 dengan Euro I. Lalu secara bertahap Uni Eropa memperketat lagi peraturan menjadi standar Euro II (1996), Euro III (2000), Euro IV (2005), Euro V (2009), dan Euro VI (2014).

Standar  emisi Euro ini kemudian banyak diadopsi negara-negara di luar Eropa.  Termasuk di Asia. Indonesia merupakan salah satunya. Standar Euro bukan berarti standar untuk meningkatkan kinerja mesin kendaraan, namun standar yang diterapkan, dapat berpengaruh pada lingkungan karena mampu mengurangi polusi udara dari hasil gas buang mesin kendaraan.

Emisi kendaraan bermotor diharuskan memenuhi standar emisi Euro (dok.windhu
Emisi kendaraan bermotor diharuskan memenuhi standar emisi Euro (dok.windhu
Standar  emisi Euro membatasi emisi kendaran bermotor yang mengandung banyak zat berbahaya untuk manusia dan lingkungan, di bawah ambang tertentu. Misalnya karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida (CO), sampai volatile hydro carbon (VHC) dan sejumlah partikel lain.

Selain mesin, EURO juga mengharuskan BBM memenuhi standar tertentu keluaran emisi kendaraan, yang diukur dalam batas kandungan sulfur/ppm. Dalam Euro 3 kadar sulfur di bawah 150 PPM, Euro 4 dan Euro 5 kadar sulfur di bawah 50 PPM, dan Euro 6 reduksi sulfur di mesin bensin dan solarpun jauh menurun dan hasilnya juga lebih ramah lingkungan.

Euro 4 Jelang  2018

Memasuki akhir tahun 2017, Indonesia semakin dekat dengan pelaksanaan standar Euro 4 yang aturannya telah resmi ditetapkan, melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O, yang ditandatangani sejak 10 Maret 2017.

Kendaraan kategori M adalah kendaraan roda 4 untuk mengangkut penumpang. Kategori N adalah kendaraan bermotor beroda empat atau lebih pengangkut barang, sedangkan kategori O adalah kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau tempel.

Keluarnya Permen standar Euro 4 ini dilatarbelakangi Surat Menteri LHK NO: S.291/MenLHK/PPKL/PKL.3/6/2016 tanggal 14 Juni 2016 kepada Presiden RI.

Disebutkan, pemberlakuan standar Euro 4 bagi kendaraan bermotor roda 4 atau lebih diterapkan untuk kendaraan tipe baru pada tahun 2017 dan tahun 2018 untuk kendaraan yang sedang diproduksi.

Saat ini Indonesia masih menerapkan standar Euro-2, yang ditetapkan berdasarkan aturan sebelumnya melalui Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 141/2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru sejak 2007.  

Rencananya, penerapan Standar emisi Euro-4 berlaku pada September 2018. Secara bertahap, akan diberlakukan pada kendaraan roda empat bermesin bensin. Untuk Diesel masih 4 tahun lagi.

Penyediaan BBM yang berkualitas dan memenuhi standar Euro4 menjadi tugas Pertamina (dok.windhu)
Penyediaan BBM yang berkualitas dan memenuhi standar Euro4 menjadi tugas Pertamina (dok.windhu)
Penerapan Euro 4 yang diberlakukan berdasarkan 3 pertimbangan, sebagai berikut :

1. Pertimbangan kualitas udara perkotaan

Sebanyak 70-86 pencemaran udara di perkotaan disebabkan oleh kendaraan bermotor. Dengan penerapan Euro 4, akan berpengaruh signifikan pada penurunan hidrokarbon di udara dan efisiensi pemakaian bahan bakar.

2. Pertimbangan Teknologi

Saat ini pasar dalam negeri masih berstandar Euro2, sedang pasar ekspor berstandar Euro 4. Kondisi ini menyebabkan produsen mobil nasional menerapkan dua standar, yakni Euro 2 untuk mobil yang dipasarkan di dalam negeri dan Euro 4 untuk mobil yang akan dieskpor.

3. Pertimbangan Ekspor

Dengan penerapan Euro 4, maka produsen mobil nasional lebih siap menghadapi MEA karena ASEAN sudah menerapkan standar Euro 4.

Pertimbangan lingkungan tentu saja menjadi yang paling utama karena dengan Euro 4 lebih sehat. Untuk bensin, memiliki kandungan nilai oktan (research octane number)  91, kandungan timbal tidak terdeteksi, dengan kandungan sulfur sebanyak 50 (lima puluh) ppm. Untuk minyak solar, memiliki kandungan nilai Cetane 51, kandungan Sulfur 50 ppm, dan viskositas min.2 mm2/s -- maks.4,5 mm2/s.

Intinya, dengan penerapan Euro 4 maka akan ada dua manfaat sekaligus yang bisa diraih, yakni bagi industri kendaraan bermotor, juga bagi lingkungan dan masyarakat.

Dari segi industri, Indonesia basis produksi. Tidak akan tertinggal dari negara ASEAN dalam menghadapi ASEAN Mutual Recognition Arrangement (MRA). Potensi untuk membuka pasar ekspor lebih terbuka karena Indonesia memproduksi kendaraan bermotor dengan spek yang sama dengan negara tujuan ekspor.

Buat lingkungan  dan masyarakat, penerapan Euro 4 akan meningkatkan kualias kesehatan masyarakat dan kualitas udara perkotaan menjadi lebih baik. Selain itu, penggunaan bahan bakar menjadi lebih efisien.

Warga ibukota merindukan lingkungan udara yang sehat. (dok.windhu)
Warga ibukota merindukan lingkungan udara yang sehat. (dok.windhu)
Lalu bagaimanan dengan Pertamina? BUMN ini tentu saja berperan dalam penyediaan bahan bakar sesuai dengan ketentuan Euro4 secara bertahap. Saat ini beberapa kilang Pertamina sudah bisa memproduksi BBM dengan kadar sulfur rendah khususnya Pertamax Turbo. Ini merupakan bagian dari tahapan menuju BBM standar EURO IV.

Program Refining Development Master Plan (RDMP) Kilang Pertamina Balikpapan, Cilacap dan Balongan menjadi salah satu jawaban memenuhinya. Bahkan, jika program RDMP tuntas pada 2025, rencana nya Kilang Pertamina akan menghasilkan produk BBM dengan standar EURO 5.

Rindu Lingkungan Udara Sehat

Saya saat ini banyak beraktivitas menggunakan kendaraan online roda dua, yang akan mengantar ke tempat tujuan. Roda dua saat ini menerapkan standar euro 3, sejak tahun 2013. Meski penerapan euro 4  pada roda dua belum ditentukan, penerapan bertahap kendaraan roda empat tipe baru pada tahun 2017 dan tahun 2018 untuk kendaraan yang sedang diproduksi, pastinya akan membantu perbaikan lingkungan.

Masyarakat  yang tinggal di kota besar Jakarta seperti saya,  rindu lingkungan udara yang lebih sehat. Dampaknya tentu saja akan berujung pada tubuh yang sehat.  Tidak ada kata lain, menjaga kebersihan udara, lingkungan yang sehat,  dan penggunanaan kendaraan yang memenuhi standar emisi yang ditentukan, yakni Euro 4, semoga bisa membuat jauh lebih baik. (rwindhu)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun