Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari Rutinitas Daycare RSJSH, Mereka Bersiap Mandiri di Masyarakat

8 Mei 2017   22:02 Diperbarui: 8 Mei 2017   22:28 1295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tak hanya terapi musik, ada juga terapi lukis (dokpri)

Stigma terhadap orang dengan masalah kejiwaan di masyarakat hingga kini masih negatif.  Ciri dan label, serta diskriminasi tak mengenakkan tetap dibebankan kepada mereka kendati telah dinyatakan sembuh dari gangguan kejiwaan. 

Dr. dr Agus Hadian Rahim (Sekretaris Direktorat Jendral Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan) dalam peringatan HUT ke-150 RSJSH mengatakan, keluarga dan lingkungan berperan dalam penyembuhan orang yang memiliki gangguan kejiwaan. 

Apalagi, saat ini penyakit jiwa termasuk dalam sepuluh prioritas masalah penyakit,  yang dulunya ada di urutan ke-10 sekarang naik ke peringkat ke-6.

Dr. dr Agus Hadian Rahim (Sekretaris Direktorat Jendral Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan) mengatakan penyakit jiwa meningkat (dokpri)
Dr. dr Agus Hadian Rahim (Sekretaris Direktorat Jendral Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan) mengatakan penyakit jiwa meningkat (dokpri)
Kementerian Kesehatan menyadari masih perlunya berbagai upaya promotif, yakni mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan jiwa masyarakat secara optimal, menghilangkan stigma, diskriminasi, pelanggaran hak asasi orang dengan masalah kejiwaan, sebagai bagian dari masyarakat, dan meningkatkan pemahaman, penerimaan, dan peran serta masyarakat terhadap kesehatan jiwa.

Dr. Safyuni Niswati, SpKJ, dari tim Keswamas RSJSH  yang menangani pembebasan pasung mengungkapkan, masih banyak terdapat kasus pemasungan yang dilakukan keluarga terhadap anggota keluarganya sendiri.

Orang  yang dianggap ‘gila’ atau terkena gangguan jiwa umumnya kaki, tangan, atau leher dirantai pada sebuah rangka kayu. Hal ini dilakukan masyarakat agar orang dengan gangguan jiwa itu tidak membuat kehebohan atau kegaduhan yang meresahkan dan mencelakakan masyarakat. Salah satu contohnya adalah berita ini.

Padahal, pemasungan merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia.  Akibat pemasungan yang terlalu lama, bahkan ada orang dengan gangguan jiwa sampai lupa cara makan sebagaimana layaknya manusia. 

Tiga dokter,yakni dr Nova Riyanti, dr Isa, dan dr Suzy Yusna memberikan penjelasan mengenai penyakit gangguan jiwa (dokpri)
Tiga dokter,yakni dr Nova Riyanti, dr Isa, dan dr Suzy Yusna memberikan penjelasan mengenai penyakit gangguan jiwa (dokpri)
Ya, melihat tayangan video pembebasan pemasungan di Lebak, Banten yang diputar, begitu mengibakan. Rantai yang mengikat kaki selama bertahun-tahun bahkan begitu berkarat dan kuat melilit, setelah terpasang bertahun-tahun. Baru di RSJSH, rantai bisa terlepas setelah digergaji besi.

Padahal, keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa dapat  menyampaikannya ke layanan kesehatan terdekat,seperti puskesmas. Laporan vertikal yang sampai ke RSJSH, akan ditindaklanjuti dengan penjemputan pembebasan pemasungan. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan Indonesia Bebas Pasung. 

Selain itu, keluarga  juga dapat menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan untuk membawa anggota keluarganya yang memiliki masalah kesehatan jiwa untuk rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit jiwa. Caranya, cukup dengan membawa rujukan Puskesmas, rujukan Poli Jiwa RSUD/RS Swasta yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan sesuai indikasi medis, atau pengantar BPJS setempat.

Keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan masalah gangguan kejiwaan dapat menggunakan BPJS Kesehatan untuk berobat (dokpri)
Keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan masalah gangguan kejiwaan dapat menggunakan BPJS Kesehatan untuk berobat (dokpri)
Kesehatan Jiwa Perkotaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun