Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari Rutinitas Daycare RSJSH, Mereka Bersiap Mandiri di Masyarakat

8 Mei 2017   22:02 Diperbarui: 8 Mei 2017   22:28 1295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dompet indah ini merupakan hasil karya pasien RSJ Soerharto Heerdjan, melalui kegiatan daycare rehabilitasi medik (dokpri)

                                                                                                                                                                                                                                                                Kicir kicir ini lagunya

Lagu lama ya tuan dari Jakarta

Saya menyanyi ya tuan memang sengaja

Untuk menghibur menghibur hati nan duka

Lantang dan  jelas mengikuti iringan alat musik organ tunggal, lagu daerah asal Jakarta itu dinyanyikan bersama-sama dengan kompak oleh sejumlah lelaki dan perempuan. Beberapa di antaranya sambil berdiri, memegang kertas yang bertuliskan lirik. Beberapa lainnya duduk di kursi.

“Ulangi lagi,”  ujar salah seorang perempuan pemberi aba-aba.  Lagu Kicir-Kicir pun kembali dinyanyikan. Tepuk tangan langsung memenuhi ruangan. Wajah-wajah gembira terlihat dari para penyanyi. “Terima kasih. Terima kasih,” ucap mereka.

Sebuah lagu yang dinyanyikan bukanlah karena sedang ada pentas seni ataupun adanya suatu peringatan tertentu. Itulah kegiatan harian dalam bentuk terapi musik yang dilakukan para klien atau pasien Daycare, Rehabilitasi Medik Psikiatri, Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerjan (RSJSH), Grogol, Jakarta Barat. 

Keindahan hasil karya di daycare RSJSH (dokpri)
Keindahan hasil karya di daycare RSJSH (dokpri)
Rehabilitasi di rumah sakit jiwa? Ya. Setiap hari Senin hingga Jumat, mulai pukul 8.00-14.00,  mereka yang mengalami masalah gangguan kejiwaan, menjalani hari-harinya di instalasi rehabilitasi medik psikiatri.

“Mereka yang mengikuti daycare ini sudah dinyatakan stabil, tenang, kooperatif, dan rutin minum obat,” kata Susi, petugas bagian rehabilitasi RSJSH yang mendampingi kami, para blogger yang diajak berkeliling instalasi rehabilitasi, berkaitan dengan peringatan hari ulang tahun ke-150 tahun RSJSH, Selasa 25 April lalu.

Para peserta Daycare ini merupakan pasien rawat jalan yang tengah dipersiapkan kembali ke masyarakat . Bukan bagian dari pasien rawat inap di rumah sakit jiwa tersebut.  

Menurut dr Savitri dari bagian instalasi rehab medik, mereka yang mengikuti aktivitas daycare  telah mengikuti proses seleksi sebanyak 5 kali kunjungan untuk menentukan kelayakan. Sebelum akhirnya kemudian menjalani rehabilitasi psikososial sebanyak 20 kali kunjungan, dan pelatihan kerja terampil mandiri sebanyak 60 kali kunjungan. 

Tak hanya terapi musik, ada juga terapi lukis (dokpri)
Tak hanya terapi musik, ada juga terapi lukis (dokpri)
Di daycare, tak melulu hanya mendapatkan terapi musik. Ada berbagai kegiatan lain yang dapat diikuti sesuai dengan minat dan bakat dari peserta. Mulai dari seni tari, seni lukis, kerohanian, relaksasi, olahraga,  dan service benda. Ada juga kegiatan tata boga, seperti membuat  telur asin dan roti. 

Kembali ke keluarga/masyarakat sebagai manusia yang memiliki keterampilan dan mampu mandiri. Itulah yang diupayakan agar orang yang memiliki riwayat masalah gangguan kejiwaan dapat hidup normal seperti sebelumnya.

Diharapkan mereka dapat bekerja kembali di pekerjaan lamanya, tapi kalaupun sudah  tidak bisa, mereka sudah dipersiapkan dengan sejumlah kemampuan wirausaha. 

Mampu hidup di tengah masyarakat dan bisa kembali bekerja secara mandiri itu penting. Kenapa? Maklum saja, karena para pasien daycare RSJSH seluruhnya berada dalam usia produktif, yakni antara 18-50 tahun. Kebanyakan berjenis kelamin laki-laki.

Membuat roti, kue, dan telur asin merupakan kegiatan daycare Tata Boga (dokpri)
Membuat roti, kue, dan telur asin merupakan kegiatan daycare Tata Boga (dokpri)
Selain itu, ternyata orang yang mengalami masalah gangguan kejiwaan, memiliki beragam latar belakang. Bahkan ada yang mempunyai  pendidikan tinggi, seperti lulusan universitas luar negeri maupun lulusan universitas negeri terkemuka.

“Banyak yang melatarbelakangi gangguan kejiwaan. Di daycare tata boga ini, mereka belajar membuat beragam kue, yang  nantinya dapat dijual,” kata Rino, pengajar di terapi boga.

 Di ruangan tata boga instalasi rehab medik RSJSH, jajaran meja-meja dengan berbagai peralatan memasak terlihat di dapur. Alat pemanggang kue oven terlihat. Termasuk etalase kaca untuk meletakkan roti atau kue yang telah matang dibuat. Sedikitnya sekitar 30 roti dapat terjual setiap hari di bagian rawat jalan.

“Pak, pak. Rotinya sudah habis,” ujar salah seorang peserta daycare, yang menggunakan baju ala  koki dengan senang.

Mencicipi hasil masakan peserta daycare dan melihat hasil keterampilan tangan mereka, saya berdecak kagum. Keterampilan jahit misalnya, terlihat sangat apik. Dompet, tas tangan, pot bunga, hingga anyaman yang dipajang tampak rapih disusun di lemari kaca.

Aneka lukisan warna-warni yang indah tampak terpajang memenuhi sisi kiri dan sisi kanan dinding di ruang rehab medik. Seluruh ruangan tampak bersih dan rapi tertata di RSJSH. 

Ruangan Tata Boga yang bersih dan rapi (dokpri)
Ruangan Tata Boga yang bersih dan rapi (dokpri)
Stigma Gangguan Jiwa dan Pasung

Stigma terhadap orang dengan masalah kejiwaan di masyarakat hingga kini masih negatif.  Ciri dan label, serta diskriminasi tak mengenakkan tetap dibebankan kepada mereka kendati telah dinyatakan sembuh dari gangguan kejiwaan. 

Dr. dr Agus Hadian Rahim (Sekretaris Direktorat Jendral Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan) dalam peringatan HUT ke-150 RSJSH mengatakan, keluarga dan lingkungan berperan dalam penyembuhan orang yang memiliki gangguan kejiwaan. 

Apalagi, saat ini penyakit jiwa termasuk dalam sepuluh prioritas masalah penyakit,  yang dulunya ada di urutan ke-10 sekarang naik ke peringkat ke-6.

Dr. dr Agus Hadian Rahim (Sekretaris Direktorat Jendral Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan) mengatakan penyakit jiwa meningkat (dokpri)
Dr. dr Agus Hadian Rahim (Sekretaris Direktorat Jendral Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan) mengatakan penyakit jiwa meningkat (dokpri)
Kementerian Kesehatan menyadari masih perlunya berbagai upaya promotif, yakni mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan jiwa masyarakat secara optimal, menghilangkan stigma, diskriminasi, pelanggaran hak asasi orang dengan masalah kejiwaan, sebagai bagian dari masyarakat, dan meningkatkan pemahaman, penerimaan, dan peran serta masyarakat terhadap kesehatan jiwa.

Dr. Safyuni Niswati, SpKJ, dari tim Keswamas RSJSH  yang menangani pembebasan pasung mengungkapkan, masih banyak terdapat kasus pemasungan yang dilakukan keluarga terhadap anggota keluarganya sendiri.

Orang  yang dianggap ‘gila’ atau terkena gangguan jiwa umumnya kaki, tangan, atau leher dirantai pada sebuah rangka kayu. Hal ini dilakukan masyarakat agar orang dengan gangguan jiwa itu tidak membuat kehebohan atau kegaduhan yang meresahkan dan mencelakakan masyarakat. Salah satu contohnya adalah berita ini.

Padahal, pemasungan merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia.  Akibat pemasungan yang terlalu lama, bahkan ada orang dengan gangguan jiwa sampai lupa cara makan sebagaimana layaknya manusia. 

Tiga dokter,yakni dr Nova Riyanti, dr Isa, dan dr Suzy Yusna memberikan penjelasan mengenai penyakit gangguan jiwa (dokpri)
Tiga dokter,yakni dr Nova Riyanti, dr Isa, dan dr Suzy Yusna memberikan penjelasan mengenai penyakit gangguan jiwa (dokpri)
Ya, melihat tayangan video pembebasan pemasungan di Lebak, Banten yang diputar, begitu mengibakan. Rantai yang mengikat kaki selama bertahun-tahun bahkan begitu berkarat dan kuat melilit, setelah terpasang bertahun-tahun. Baru di RSJSH, rantai bisa terlepas setelah digergaji besi.

Padahal, keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa dapat  menyampaikannya ke layanan kesehatan terdekat,seperti puskesmas. Laporan vertikal yang sampai ke RSJSH, akan ditindaklanjuti dengan penjemputan pembebasan pemasungan. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan Indonesia Bebas Pasung. 

Selain itu, keluarga  juga dapat menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan untuk membawa anggota keluarganya yang memiliki masalah kesehatan jiwa untuk rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit jiwa. Caranya, cukup dengan membawa rujukan Puskesmas, rujukan Poli Jiwa RSUD/RS Swasta yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan sesuai indikasi medis, atau pengantar BPJS setempat.

Keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan masalah gangguan kejiwaan dapat menggunakan BPJS Kesehatan untuk berobat (dokpri)
Keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan masalah gangguan kejiwaan dapat menggunakan BPJS Kesehatan untuk berobat (dokpri)
Kesehatan Jiwa Perkotaan

Dalam kesempatan yang sama, dr Nova Riyanti Yusuf SpKJ, psikiater RSJSH yang juga merupakan Ketua Umum PDSKJI DKI Jakarta mengatakan, berbagai upayadilakukan untuk menyebarluaskan infomasi bagi masyarakat mengenai kesehatan jiwa, pencegahan, dan penanganan gangguan jiwa di masyarakat dan fasilitas pelayanan di bidang Kesehatan Jiwa.

Nova  menyoroti penerapan dan turunan dari UU No.18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa.  Masih dibutuhkannya pemahaman yang positif mengenai gangguan jiwa dan ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) sehingga tidak membuat program pemberitaan, penyiaran, artikel, dan/atau materi yang mengarah pada stigmasasi dan diskriminasi.

Nova Riyanti, yang juga pernah menjadi Ketua Panja RUU Kesehatan Jiwa Komisi IX DPR RI (2012-2014) menyebutkan, saat ini kasus gangguan jiwa di DKI Jakarta meningkat, yakni  sebanyak 14,1 cemas dan depresi 763.000 orang (peringkat kedua nasional) dan  2.03 % psikotik (peringkat petama nasional).

Untuk prevalensi gangguan mental emosional > 15 tahun berdasarkan Riskesdas 2007, yang tertinggi adalah Jawa barat (20 %), Gorontalo (16,5%), Sulawesi Tengah (16%).

Kesehatan mental masyarakat perkotaan semakin menjadi perhatian karena bermunculannya fenomena viral yang berbahaya melalui internet, seperti tantangan berbahaya yang dipamerkan di media sosial hingga status bunuh diri. Contohnya eraser challenge, skip/knock out, Cinnamon Challenge, dan Sack                tapping.

dr Nova Riyanti Yusuf dan UU No. 18 tahun 2014 (dokpri)
dr Nova Riyanti Yusuf dan UU No. 18 tahun 2014 (dokpri)
Kecanduan Internet

Masalah kejiwaan juga dapat timbul dari kecanduan internet. Suatu hal yang penting karena pengguna internet di Indonesia cukup tinggi mencapai 88,1 juta, pada semester pertama tahun 2015. APJI mencatat ada di lima pula besar, yakni Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. 

 Dr Suzy Yusna Dewi, SpKJ (K), psikiater anak dan remaja mengatakan seseorang dinyatakan kecanduan internet bila menghabiskan waktu secara berlebihan untuk online (>40 jam/bulan). Bila mengurangi pengaksesan internet, timbul rasa cemas, iritabel, dan depresi.

Adiksi internet yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan pada pekerjaan, pendidikan, keluarga, atau interaksi sosial. Pada anak remaja yang bersekolah berpengaruh pada menurunnya prestasi akademis, sedangkan yang bekerja berpengaruh saat bekerja,

Yusna menyampaikan, terdapat lima kategori adiksi internet, yakni Cybersexual addiction (melakukan penelusuran dalam situ-situs porno atau cybersex secara kompulsif), cyber-relationship addiction (hanyut dalam pertemanan melalui dunia cyber), net compulsion (terobsesi pada situs-situs perdagangan cyber shopping/day trading atau perjudian/cyber casino, information overloaded (penelusuran  situs informasi secara kompulsif), computer addiction (terobsesi permainan online sperti Doom, Myst, Counter Strike, Ragnarok).

Tampak depan Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan (dokpri)
Tampak depan Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan (dokpri)
Rumah Sakit Jiwa Menakutkan?

Direktur utama RSJSH dr Aris Tambing, MARS menyadari pandangan negatif masyarakat pada orang dengan gangguan jiwa. Sebuah rumah sakit jiwa masih dianggap sebagai suatu hal yang menakutkan di masyarakat. 

Sebut saja bila menyebut rumah sakit Grogol, orang pasti akan langsung menyambungkannya dengan rumah sakit untuk orang sakit jiwa. Karenanya, dilakukab sejumlah upaya  agar rumah sakit jiwa lebih bersahabat dengan masyarakat

Bagian perawatan anak dan remaja (dokpr)
Bagian perawatan anak dan remaja (dokpr)
Maklum  saja, Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan (RSJSH) sudah dibangun pada tahun 1876, berdasarkan Keputusan Kerajaan Belanda (Koninklijkbesluit), tertanggal 30 Desember 1865 No.100 dan Keputusan Gubernur Jenderal (Gouveneur General) tertanggal 14 April 1867.

Untuk menghilangkan stigma masyarakat, rumah sakit jiwa ini berubah-ubah nama. pada tahun 1973 Rumah Sakit Jiwa Grogol berubah menjadi Rumah Sakit Jiwa Jakarta. Tahun 1993 berubah kembali menjadi Rumah Sakit Jiwa Pusat Jakarta. Terakhir tahun 2002 menjadi Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerjan (RSJSH) sampai sekarang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun