“Mbak, kemarin ke MRT-nya bagaimana? Seperti apa?” pertanyaan itu datang dari teman saya, saat mengetahui saya berkunjung ke terowongan bawah tanah Mass Rapid Transportation (MRT).
Mengunjungi terowongan bawah tanah MRT merupakan pengalaman tersendiri bagi seorang masyarakat biasa, seperti saya. Tidak semua orang mendapatkan kesempatan untuk menjelajahinya. MRT atau angkutan cepat terpadu, sebuah proyek transportasi bergengsi di Indonesia. Sudah pasti banyak membuat masyarakat penasaran seperti apa dan bagaimana sesungguhnya bila merasakan sendiri masuk ke kedalaman bumi. Maka tak heran, keingintahuan masyarakat pun menggebu.
Segera, kami melepaskan alat pelindung diri yang kami kenakan sebelumnya mulai pukul 8.30. Helm, rompi, dan sepatu proyek. Alat pelindung diri ini harus dikenakan rombongan pengunjung lain. “Maaf, ya. Soalnya sudah ditunggu rombongan yang lain,” ujar petugas MRT yang mendampingi kami.
Menurut seorang petugas MRT, antusias masyarakat untuk kunjungan MRT sangat tinggi. Pihak MRT sendiri membuka selebarnya kesempatan untuk itu setiap hari Kamis, seminggu satu kali.
Saat melihat di akun twitter @mrtjakarta memang ada saja masyarakat yang bertanya bagaimana caranya mengunjungi proyek MRT. Sebenarnya, untuk perkembangan pengerjaan MRT juga dapat diketahui dari website dan twitter MRT. Namun, tetap saja rasanya berbeda jika sebagai masyarakat, dapat melihat langsung kondisi bawah tanah MRT.
Namun, perlu diingat bukan berarti MRT menerima pendaftaran satu persatu orang untuk peserta kunjungan, lho ! Umumnya yang diterima kunjungan berasal dari suatu kelompok, seperti yang berkaitan dengan kontraktor, komunitas media dan blogger, komunitas fotografi. Pastinya yang ingin berkunjung, bisa melayangkan surat permohonan kepada pihak MRT.
Mendapatkan pengalaman, menyaksikan, dan mendapatkan informasi yang menarik langsung pada 4 Maret 2017 lalu, merupakan kesempatan luar biasa . Kami berkumpul di Setiabudi, sebelum turun ke bawah dari permukaan melalui tangga melingkar sekitar 25 meter ke dasar lantai proyek MRT.
Nah saat berkunjung, menggunakan alat pengaman diri (APD) merupakan hal yang wajib bila berada di dalam lingkungan proyek. Karena itu, semua yang datang wajib menggunakan helm, rompi, dan sepatu proyek. Kalau pekerja, malah perlu melengkapinya dengan sarung tangan dan tali jika bekerja di ketinggian.
Salah seorang perempuan calon pengunjung terowongan MRT, yang jadi barengan saya, nyaris nggak diperkenankan masuk ke dalam lingkungan proyek. Dia menggunakan sepatu fantovel perempuan, yang sudah pasti tidak pas dan tidak bisa digunakan di lingkungan proyek.
Paling aman sih pakai ransel. Jangan tas yang dicangklong di pundak, apalagi tas tangan. Nanti isi tas juga diperiksa dulu untuk memastikan tidak membawa suatu hal yang dianggap mencurigakan.
Sesuai dengan arahan dari petugas MRT yang mendampingi kami, secara beriringan dan tetap dalam satu barisan, kami yang bersepuluh orang dan dua pendamping MRT, mulai memasuki bawah MRT. Tidak boleh terpencar dengan wanti-wanti karena jika terjadi sesuatu sudah pasti sebagai pengunjung tidak akan tahu jalur evakuasi.
MRT dibangun dengan double tunnel (dua terowongan) . Masing-masing terowongan merupakan single track. Dua buah terowongan besar terlihat di lokasi proyek MRT yang luas langsung terlihat.
Saat kunjungan, saya dan teman-teman menyaksikan kegiatan pembongkaran mata bor mustikabumi 2 di Stasiun Setiabudi. Selesai sudah pekerjaan empat mata bor yang telah bekerja non stop selama 24 jam kecuali hari minggu untuk perawatan. Keempat bor, yakni Antareja 1, Antareja 2, Mustikabumi 1 dan Mustikabumi 2. telah bertemu di Stasiun Setiabudi.
Total panjang terowongan yang dikerjakan oleh bor-bor itu sekitar 1.400-2.600 meter dengan diameter setinggi 6,69 meter. Bor Mustikabumi 1 dan 2 telah melakukan penggalian untuk pembuatan terowongan jalur bawah tanah MRT dari arah Bundaran HI ke Stasiun Setiabudi sejak awal Maret 2016. Sedangkan bor Antareja I dan Antareja II bekerja sejak September 2015 dari arah Patung Pemuda ke Setiabudi.
Buat saya, ternyata saat berada di lingkungan proyek cukup panas hawanya dan membuat berkeringat. Namun, para pekerja terlihat terbiasa. Sejumlah pekerja mengangkati trey (untuk kabel) yang panjang dan berat secara bergantian. Mereka tetap terlihat professional kendati ada kelompok masyarakat yang sedang mengunjungi terowongan bawah tanah MRT. Bulir-bulir keringat terlihat di dahi dan kening pekerja.
Bila semua moda transportasi publik ini sudah terintegrasi, masyarakat Jabodetabek yang tadinya menggunakan kendaraan pribadi, pasti akan tertarik menggunakan kendaraan umum. Senang sekali, saya membayangkan Jakarta yang bebas macet.
Berada di proyek MRT, saya melihat ruangan-ruangan bawah tanah yang sangat luas. Sebanyak 13 stasiun MRT ke depannya akan dilengkapi sejumlah fasilitas publik dan sentra bisnis untuk memenuhi gaya hidup para pengguna transportasi umum ini.
Menyenangkan sekali jika semua itu sudah terlaksana. Menempuh perjalanan dari suatu tempat ke suatu tempat mudah, cepat, dan bebas macet. Nggak sabar rasanya ingin cepat jadi. Apalagi, saya punya kenangan keseruan pernah berkunjung di terowongan bawah tanah MRT saat belum selesai !
Catatan :
MRT mulai dibangun pada tahun 2013. Membentang sepanjang 110 kilometer, dari Utara-Selatan dan Barat-Timur.
Fase I Lebak Bulus – Bundaran HI sepanjang 16 kilometer, diharapkan dapat beroperasi 1 Maret 2019.
Fase 2 Bunderan HI – Ancol Barat sejauh 13,5 km. Diharapkan selesai pada tahun 2021.
Fase ketiga rute Cikarang – Balaraja sepanjang 87 km. Mulai dibangun 2020 dan akan selesai sekitar 2024-2027.
Sumber tambahan : situs Jakarta Smart dan twitter @mrtjakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H