Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Money

Pasar Rakyat, Potensi dan Identitas Lokal yang Harus Dilestarikan

27 Januari 2017   23:59 Diperbarui: 28 Januari 2017   00:03 1810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku menguak pasar tradisional mengupas pentingnya keberadaan pasar tradisional (Dokumentasi Pribadi)

“Pasar ini sepertinya sudah susah untuk ramai pembeli,” kata Sudar, yang juga menghidupi keluarganya sejak menikah, mempunyai anak, hingga memiliki cucu dari hasil berjualan di pasar.

Selama puluhan tahun, para pedagang pasar berinteraksi dengan pembeli sehingga tercipta ikatan emosi dan relasi sosial (Dokumentasi Pribadi)
Selama puluhan tahun, para pedagang pasar berinteraksi dengan pembeli sehingga tercipta ikatan emosi dan relasi sosial (Dokumentasi Pribadi)
Sepinya pembeli terkadang membuat dagangan sayur Marni maupun Sudar tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.Istilahnya untuk menambal belanjaan. Mereka terpaksa meminjam kepada orang yang menawarkan pinjaman di pasar meski harus membayar bunga.      

 Pinjam di Bank harus memenuhi syarat. Koperasi pasar sudah bubar lebih dari lima tahun. Padahal, uang yang dipinjam tidaklah banyak, hanya sekitar Rp.500.000, Rp.1.000.000, hingga Rp.2000.000. Biaya pinjaman dicicil setiap hari sebesar Rp.40.000-50.000, tergantung jumlah pinjaman.

Buat Marni, semakin berkurangnya pembeli pasar dipengaruhi juga karena semakin banyaknya pedagang keliling yang mendatangi perumahan-perumahan yang berada di dekat pasar.

Dengan semakin canggihnya  teknologi komunikasi, seorang pelanggan perumahan bisa memesan kebutuhan sayur yang akan dibelinya kepada penjual tanpa perlu repot-repot pergi ke pasar. Pilihan juga lebih beragam karena banyaknya mal.   

Bangunan yang bocor sehingga licin saat hujan membuat sejumlah kios pun akhirnya tutup (Dokumentasi Pribadi)
Bangunan yang bocor sehingga licin saat hujan membuat sejumlah kios pun akhirnya tutup (Dokumentasi Pribadi)
Meski demikian, bagi Taslam, penjual aneka plastik dan perabotan, pembeli di pasar berbeda dengan para pembeli di sebuah pusat perbelanjaan. Pasar memiliki segmen pembelinya sendiri. Berkurangnya jumlah pembeli tak lepas dari akses jalan dan orang yang enggan parkir mobil di dalam pasar.

Sementara menurut  Mino, penjual berbagai makanan kecil di depan pasar, dekat tangga naik ke lantai satu,sepinya pasar tidak lepas dari tutupnya bioskop dan hiburan bilyar. Saat   masih ada, banyak pembeli yang tetap membeli walaupun malam sambil menunggu jam menonton bioskop.

Ah, saya pun dulu sempat menonton bioskop di lantai teratas pasar ini beberapa kali pada pertengahan 90-an, saat pasar Slipi baru dibangun. Kala itu, pasar ini sebenarnya sudah cukup apik karena dilengkapi dengan eskalator alias tangga berjalan, yang kemudian belakangan diganti menjadi tangga biasa kembali.  

Mino, bapak tiga anak ini juga membesarkan dan menyekolahkan anaknya dengan berjualan makanan kecil. Untungnya, karena menggelar dagangannya dari pagi hingga malam di depan pasar, dekat tangga ke atas, selalu saja ada yang membeli sambil lewat.

Inilah kondisi pasa Slipi (Dokumentasi Pribadi)
Inilah kondisi pasa Slipi (Dokumentasi Pribadi)
Pelataran pasar Slipi saat sore hingga jelang dini hari memang sejak dulu menjadi  pusat kuliner yang sangat mengasyikkan. Berbagai makanan untuk bersantap malam dapat ditemukan, mulai dari bubur ayam, bubur kacang hijau, bakso, soto, sate, gulai, hingga martabak dan sekedar goreng-gorengan.

Saat malam, Pasar Slipi berubah menjadi ramai di pelataran dengan parkir yang cukup penuh berjejal. Los dalam pasar yang buka hingga malam sekitar pukul 9.00, adalah yang berada di lantai dasar.  Umumnya adalah penjual tas, pakaian, obat, pulsa, handphone, kosmetik, toko buku, toko elektronik, dan toko emas.  Los sayur, daging, sembako  tutup menjelang maghrib.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun