Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Solusi Sampah Dimulai dari Diri Sendiri

24 Desember 2015   23:59 Diperbarui: 25 Desember 2015   19:18 1058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini umumnya masyarakat Indonesia juga telah mengenal tiga jenis sampah yang ada, yakni sampah organik (sampah basah dan bahan mudah membusuk), sampah anorganik (sampah kering dan sulit terurai), serta sampah B3 (bahan beracun dan berbahaya).

Masyarakat, terutama di kota besar pun sudah sering melihat adanya dua atau tiga jenis tempat sampah yang diletakkan di pinggir jalan ataupun di dalam taman. Sejumlah perkantoran pun juga menyediakan tempat sampah organik dan anorganik.

Namun demikian, kenyataannya di sisi yang sama saat ini, jika kita melebarkan pandangan mata, di jalan-jalan masih banyak sampah yang bertebaran, bertumpuk di sudut-sudut jalan yang menimbulkan bau tidak sedap dan memancing untuk menutup hidup saat melintasinya. Kenapa hal ini terjadi?

Mengelola sampah belumlah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia. Tidak jarang kita melihat masih banyak yang melakukan pembuangan sampah secara sembarangan tidak pada tempatnya. Tidak risih langsung melempar sampah ke pinggir jalan ataupun ke dalam sungai. Padahal sudah disediakan tempat sampah. Sampah hanya dianggap sekedar ‘sampah’ yang tidak lagi memiliki guna dan hanya menimbulkan masalah lingkungan. Tingkat pemahaman, dan rasa kepedulian masyarakat terhadap sampah masih rendah. Sampah masih dinilai menjadi tugas dari petugas kebersihan dan negara.

Saat sempat bertugas sebagai tenaga pendamping masyarakat Community Development (CD) di sebuah lembaga pengembanan kota, dalam program pengelolaan sampah berwawasan lingkungan dari BPLHD pada tahun 2012 hingga awal tahun 2013, saya melihat pengelolaan sampah masih memerlukan peran tokoh penggerak di tingkat masyarakat, misalnya saja di tingkatan Rukun Warga (RW). Pelakunya pun masih itu-itu saja. Belum berupa kesadaran pribadi secara individu.

Belajar dari Jepang dan Jerman

DALAM pengelolaan sampah, Jepang dan Jerman adalah dua negara yang dapat dijadikan contoh. Keberhasilannya bukan karena menggunakan teknologi pengelolaan sampah yang super canggih ataupun super mahal. Dua negara maju ini menerapkan sistem pemilahan sampah dan daur ulang sampah di masyarakat sehingga mampu menghasilkan sampah yang memiliki nilai ekonomis.          

Keberhasilan Jepang melakukan daur ulang sampah dimulai dari penghasil sampah langsung sehari-hari, yang jika ditotal merupakan penghasil sampah dalam jumlah besar, yakni tingkatan rumah tangga. Pemilahan dan pengumpulan sampah yang dilakukan masyarakat di tingkat rumah tangga dapat mencapai 70-80%. Sampah dipilah menjadi sampah yang dapat didaur ulang (recyclable) seperti PET botol dan kaleng minuman, kertas, dan yang dapat dibakar (combustible).

Seperti halnya dengan Jepang, negara Jerman terbilang sukses dalam melakukan pengelolaan sampah melalui daur ulang . Dalam kurun waktu kurang 15 tahun, Jerman telah mampu meningkatkan persentase daur ulang secara signifikan.

Jika pada tahun 1990, Jerman hanya mampu mendaur ulang sampah sebesar 13 % dan hanya terbatas pada jenis bio-waste, kertas, dan gelas maka pada tahun 2004 angka daur ulang ini meningkat menjadi 56 %. Sampah yang dipilah pun ditambah jenisnya, yakni kemasan. Jerman menjalankan prosedur pemilahan dengan ketat dan konsisten sehingga memberikan hasil yang nyata.

Bagaimana dengan Indonesia? Sistem pengelolaan sampah melalui daur ulang pun sebenarnya juga bukanlah barang baru. Hanya saja, penerapannya tidak semudah yang dibayangkan atau serupa persis dengan yang tertulis di dalam buku-buku panduan pengelolaan sampah yang sudah banyak beredar di masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun