Sejak tahun lalu, ibu selalu mengikuti perkembangan berita haji. Saat salah seorang temannya mengadakan syukuran naik haji, ibu berusaha menyempatkan diri untuk datang. “Mumpung ibu masih sehat. Ibu masih bisa ketemu teman-teman yang sudah naik naik haji. Siapa tahu ibu ketularan,” ucapnya.
Doa-doa ibu semakin khusyu. Ibu selalu berupaya shalat malam. Di sisi lain, semakin sering ibu mengucapkan keinginannya naik haji, semakin teriris rasa hati. Aku ingin ibu bisa melaksanakannya sesegera mungkin dan selagi sehat. Namun, saat ini sungguh aku belum bisa memenuhinya.
Terkadang, perasaan bersalah sekaligus perasaan kesal memenuhi dadaku. Terutama saat ibu selalu berulang mengatakan jika teman-temannya sudah hampir semua naik haji.
Pernah, seorang teman menawarkan sistem cicilan haji ala sebuah MLM, namun aku ingin memberikan yang terbaik kepada ibu dengan layanan ibadah haji dari biro haji yang juga terbaik.
Hari ini, tanggal 22 Desember. Hari yang diperingati sebagai hari ibu. Aku menatap ibu yang tengah terlelap malam ini. Ibu memang tidak berubah kecuali fisiknya yang menua. Kemauan ibu tetaplah kuat. Ibu adalah ibu. Kecerewetan ibu selalu ada dan mewarnai setiap hari meski terkadang aku merasa ada yang sudah sedikit berbeda. Terkadang,aku merasa ibu seakan merajuk seperti anak kecil.
Ah ibu, seandainya saja, pada hari ibu ini aku bisa mempersembahkan sesuatu yang terbaik untukmu selain doa dan ucapan terima kasih. Aku hanya bisa berdoa tahun depan suatu saat akan kupeluk ibu, dan mengucapkan,” Ibu, kita pergi ke Mekah.Mekah untuk ibu.”
Jakarta, 22 Desember 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H