Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[HARI IBU] Ibu, Akan Kubawa Kau Ke Mekah...

23 Desember 2015   00:09 Diperbarui: 23 Desember 2015   00:57 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Begitulah ibu. Saat aku merasa enggan atau malas berangkat ke suatu tempat yang seharusnya kudatangi terkait dengan pekerjaan, ibu akan memperhatikanku dengan seksama. Termasuk kebiasaanku yang suka memolorkan waktu atau sedikit berjam karet.

“Kalau pergi ke suatu tempat itu, paling lambat setengah jam sudah sampai disana. Jadi lebih siap. Nggak boleh terburu-buru,” ucapnya yang sering kubantah jika Indonesia yang berlaku adalah jam karet. Jarang sekali suatu acara berlangsung tepat waktu kecuali di acara-acar kemiliteran, kepolisian, atau kepresidenan.

Kakakku biasanya menertawakanku saat mengobrol tentang ibu. “Ibu itu yang memang begitu. Maunya sempurna. Sok perfect,” kata kakak, yang kuakui kebenarannya dalam hati dan terkadang kuanggap keinginan-keinginan ibu justru menyusahkan. Berbantahan dan berargumen pun tidak ada guna karena pasti tetap ibu yang menang. Malahan aku yang bisa menjadi anak durhaka. Ya sudahlah,...

 

***

HINGGA malam itu. Saat pulang ke rumah setelah seharian bekerja, aku melihat ibu terdiam menatap lama kalender baru yang sudah terpajang di dinding. Sebuah kalender tahun baru yang hampir datang.

“Nggak terasa, sudah lebih dari sepuluh tahun ibu pensiun,” gumam ibu saat kudekati.

“Saat ini, kalau ada telepon atau kabar untuk ibu pasti isinya cuma kawan menikahkan anaknya, kawan sakit, ataupun kawan meninggal. Nggak ada yang lain,” ujarnya pelan.

 Aku menatap ibu. “Lalu ibu ingin apa?” tanyaku.

Ibu hanya terdiam. Tidak menjawab. Namun, ibu meminta diputarkan film Emak Ingin Naik Haji. Aku pun sibuk mencari-cari download film ini melalui internet. Ibu menontonnya. “Teman-teman ibu, rata-rata sudah naik haji. Kenapa ibu belum bisa,ya?” tanya ibu seakan menyambar telingaku.

Ya, aku abai atas hal ini. Gaji pensiun ibu masih tergadai untuk suatu hal beberapa tahun lalu. Sejak ibu mengucapkan keinginannya untuk naik haji, rasa resah mulai menjalariku. Terkadang, aku memandangi gantungan kunci kaca yang di dalamnya berbentuk ka’bah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun