Mohon tunggu...
Irma Sabriany
Irma Sabriany Mohon Tunggu... Freelancer - Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Buton: Dari Aspal, Air Terjun, Parende Hingga Naga Bau-Bau

20 Juli 2021   00:13 Diperbarui: 20 Juli 2021   08:35 1310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ikan Parende di RM Wangi-Wangi (dok. pribadi)

Naga Bau-Bau

Ikon kota Bau-Bau berupa patung kepala naga yang terletak di Pantai Kamali, sedangkan ekor naga terletak di daerah Palagimata. Di kantor lama Bupati Buton terdapat patung naga di atap gedung, bahkan di dalam gedung tersebut juga terlihat lukisan naga. Selain di tempat pemerintahan, bahkan beberapa rumah panggung di Pasarwajo juga terpasang ukiran atau patung naga.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa teman, menurutnya keberadaan makhluk mitologi tersebut merupakan simbol hubungan persahabatan dan perdagangan yang sudah terjalin sejak lama antara pihak Kesultanan Buton dengan bangsa Cina. Laksamana Dungku Changia dalam catatan sejarah Kerajaan Buton masa lalu disebut sebagai petinggi armada lau asal Cina yang memiliki andil dalam membangun hubungan persahabatan dan meluaskan perekonomian rakyat melalui perdagangan di masa-masa kerajaan. Jadi kalau sekarang ada pepatah yang bermakna sarkasme berupa, "naga sedang membelit garuda,"---yang menunjukkan kepatuhan atau kekalahan negara terhadap para pemodal dari negara Cina atau taipan dalam negeri---maka khusus di Buton, tidaklah demikian. 

Tapi jika urusan perdagangan dengan negeri Cina dijadikan dalih historis untuk membuat patung, lukisan dan ukiran naga, maka hal demikian tidak terjadi di Makassar. Meskipun perekonomian Makassar dikuasai oleh etnis Cina sekarang ini. Bahkan dalam sejarah perdagangan teripang juga tersambung dengan pedagang dari kekaisaran Cina. Sejarah masa jaya pelaut Makassar yang mengambil teripang dari Australia, hingga dijual ke pedagang Cina masih terjadi menjelang Revolusi Cina 1911-1912*.  Meski demikian aspek historisnya, tak terlihat rumah-rumah warga Makassar dihiasi dengan motif naga. Malah di Makassar kalau seseorang tubuhnya apek dan tercium aroma tidak mengenakkan, maka disebut dengan ungkapan, 'berbau naga'. Naga bagi mereka, makhluk yang berbau.

Patung Kepala Naga (dok. pribadi)
Patung Kepala Naga (dok. pribadi)

Menutup perjalananku, wisata kuliner tak kuabaikan. Aku menyantap ikan parende. Atas ajakan kawanku, Inrasari, bersama Firman menikmati parende di warung Mama Ardan di Pasar Wameo. Warungnya sederhana, berdinding gamacca. Dalam bahasa Makassar, gamacca merupakan dinding yang dibuat dari anyaman bambu. Meskipun sederhana, tanpa banyak polesan aksesoris, jangan salah, di luar banyak antrian. Menurut Inrasari, warung Mama Ardan cukup populer di kalangan penikmat parende. 

Masuk ke dalam warung, ramai. Maklumlah kedatangan kami di jam makan siang. Inrasari lah yang memesan. "Tiga porsi parende dan tiga piring nasi, lomboknya ulek yah," katanya. Pelayan di warung makan ini tampak akrab dengan Inrasari, sepertinya sahabatku itu pelanggan tetapnya. Ketika pesanan kami datang, dua buah kepala kakap merah untukku dan firman, sedangkan untuk Inrasari adalah bagian tengah hingga ekor ikan, nikmat sekali. Aku pun mulai paham alasan orang-orang menggemari makan di warung Mama Ardan, jaminan rasa yang menjadi magnetnya. 

Berdasarkan pengamatanku, sepertinya warung ini memiliki sejumlah daya tarik unggulan, misalnya, lokasinya dekat dengan laut sehingga ketika menyantap, terasa angin sepoi-sepoi. Kemudian ikan yang disajikan segar-segar. Sangatlah wajar, karena lokasinya di tepi laut. Aku langsung teringat salah satu lirik lagu yang dipopulerkan Anci Larinci, "enakna mamo biking lupa utanga. mandi karingat, basah tommi bajuta" (Makassar: alangkah enaknya, hingga utang dilupakan, bermandikan keringat, hingga basah baju). Nah, kondisi seperti ini, bila tubuh tak terjaga kebersihan kulitnya, juga ketiak tak diberi deodorant dan antiperspirant, maka berpeluang memunculkan 'bau naga'. Kami bertiga dan semua pelanggan warung di hari itu tak memunculkan naga dalam bentuk bebauan. 

* : Lebih lanjut tentang penangkapan dan perdagangan teripang ini bisa ditelusuri dalam Ostaf al Mustafa, Ekspedisi Pelayaran Akademis: Menapaktilasi Jalur Pencari Teripang Makassar-Australia, Penerbit Inninawa, cetakan pertama, September 2016.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun