Mohon tunggu...
Irma Sabriany
Irma Sabriany Mohon Tunggu... Freelancer - Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Banda Neira, Pulau Indah Warisan Sejarah

8 Januari 2018   09:41 Diperbarui: 9 Januari 2018   08:47 1936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan dari Benteng Hollandia (dok. pribadi)

Setelah menyelam, aku duduk di pantai menikmati siang menuju sore. Aku mengamati sekelilingku, tampak anak-anak yang sedang berlarian di pinggir pantai bahagia sekali, aku sangat suka memperhatikan kerumunan orang banyak. Aku menikmati kesendirianku di tengah keramaian manusia. Menjelang matahari terbenam, waktunya kembali ke pulau Banda.

Hari kedua, aku mengawali hari ini dengan lari pagi di pulau Banda Neira. Tujuan hari ini adalah ke Lonthoir. Matahari pagi mulai meninggi, langit cerah dihiasi taburan awan yang menggumpal, mesin kapal pun sudah menyala. Tidak sabar rasanya ingin segera menyaksikan pesona keindahan di sekitar Lonthoir.

Dari benteng Hollandia, di depanku pemandangan gunung api Banda, laut biru dan permukiman Lonthoir. Aku terdiam dan menikmati keindahan yang diciptakanNya. Tak terasa ada hangat yang menggumpal di kedua sudut mataku.

Pemandangan dari Benteng Hollandia (dok. pribadi)
Pemandangan dari Benteng Hollandia (dok. pribadi)
Pulang dari pulau Lonthoir, aku mengunjungi benteng Nassau. Dari berbagai sumber menyebutkan bahwa bangunan ini merupakan saksi bisu kekejaman Jan Pieterszoon Coen. Saat mengunjungi benteng ini aku melihat banyak rerumputan liar yang tumbuh lebat dan terlihat tidak terawat. Dinding-dindingnya ditumbuhi lumut. Sangat berbeda dengan benteng Belgica. Dari Cici juga aku mendapatkan informasi jika di dalam benteng Nassau terdapat sebuah lorong yang akan terhubung dengan benteng Belgica.

Banteng Nassau (dok. pribadi)
Banteng Nassau (dok. pribadi)
Di hari terakhir berada di Banda Neira, ditemani suara keceriaan anak-anak yang pulang sekolah aku kembali menyusuri keindahan pulau ini. Aku mengunjungi rumah pengasingan Bung Hatta. Rumah ini terletak di sebelah kiri penjara, ough iya penjaranya cantik. Di dalam rumah ini terlihat sangat jelas jejak Bung Hatta. 

Rumah Bung Hatta masih berdiri megah. Di mulai dari selasar yang berisi kursi dan papan tulis tempat beliau biasa mengajar anak-anak, ada mesin ketik yang saat itu menjadi alat 'perangnya' ada juga peci dan kacamatanya. Aku juga sempat melihat surat beliau yang ditujukan kepada istrinya, ibu Rahmi Hatta.  Barang lainnya seperti jas, rak buku, rak pakaian, ranjang, pakaian, foto-foto beliau, peralatan makan, kendi dan lainnya.

Rumah pengasingan Bung Hatta (dok. pribadi)
Rumah pengasingan Bung Hatta (dok. pribadi)
Dari rumah pengasingan Bung Hatta, selanjutnya aku menuju rumah pengasingan Bung Syahrir. Rumah ini berarsitektur paduan gaya colonial dan tropis. Pada ruang utama diapit kamar kerja dan kamar tidur. Terdapat gramofon kuno lengkap dengan piringan hitam yang berlabel "Daphnis dan Chloe Suite Symphonique" yang diproduksi oleh Columbia. Di dalam ruang kerja, aku melihat sebuah mesin ketik Underwood sedangkan di kamar tidur terdapat sebuah lemari kayu yang berisi sejumlah buku catatan, alat tulis, dan pakaian serta surat pengangkatan beliau sebagai Perdana Menteri  oleh Presiden Soekarno.

Tujuan selanjutnya adalah rumah budaya. Rumah budaya terletak tepat di depan Delfika guest house. Di dalam rumah budaya terdapat berbagai catatan sejarah, banyak terdapat barang-barang peninggalan VOC seperti keramik, meriam, lukisan mengenai situasi pada zaman itu dan mata uang. Pada ruang utama museum tergantung sebuah lukiasan yang menceritakan tentang pembantaian orang-orang di Banda pada tahun 1621.

Sun Tian Kong merupakan satu-satunya klenteng yang ada di Banda Neira. Tampak luar, klenteng ini sangat tertutup dengan pintu berwarna merah terang. Waktu itu aku mencium bau dupa dari dalam klenteng. Informasi yang aku dapatkan dari ibu penjual kenari, bahwa klenteng ini dibangun sebelum Belanda datang sekitar tahun 1500-an. Di dalam klenteng terdapat patung Dewi Kham Im, Dewa Kwan Kong dan Dewa Hok Sen. Aku tidak sempat memasuki klenteng ini, jika ingin masuk harus bertemu dulu dengan sang juru kunci.

Di dekat kantor camat terdapat sebuah gereja Tua Hollandische Kerk, terdapat empat pilar yang besar. Dari berbagai sumber , bahwa gereja ini dibangun pada 20 April 1873 dan diresmikan pada 23 Mei 1875 oleh dua orang misionaris Belanda bernama Maurits Lantzius dan John Hoeke. Dindingnya didirikan di atas tiga puluh batu nisan yang di atasnya di ukir nama-nama dan kata dalam bahasa Belanda. 

Dari hasil cerita-cerita dengan Cici dan teman-temannya bahwa bangunan ini merupakan saksi bisu peradaban Neira selama berabad-abad. Tahun 1998, ketika terjadi kerusuhan Ambon gereja ini sempat dirusak tapi Alhamdulillah telah diperbaiki dan kini tetap kokoh berdiri.  Ough iya di gereja tua ini terdapat juga lonceng kuno yang terbuat dari bahan tembaga yang sampai saat ini hanya tersisa empat buah di seluruh dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun