Persoalan kedua, aktivis mahasiswa cenderung tidak autentik. Ketika ada pejabat atau politisi yang diduga melakukan tindak pidana korupsi, para aktivis mahasiswa sangat reaktif menuntut pejabat atau politisi yang diduga korupsi tersebut diperiksa atau diadili oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).Â
Akan tetapi, saat ujian semester atau untuk tugas kuliah saja, masih ada aktivis mahasiswa yang mencontek. Para aktivis mahasiswa suka teriak tentang kemiskinan, tapi hidupnya hedonis dan sering membuang makanan.Â
Marah kepada perusahaan yang mencemari lingkungan, namun membuang sampah saja masih sembarangan. Ini berarti hidupnya tidak autentik. Idealismenya bersifat semu.
Kecenderungan aktivis mahasiswa yang ketiga yaitu lebih mengejar reputasi daripada membangun integritas. Tanpa bermaksud menggeneralisasi, ada beberapa aktivis mahasiswa yang ikut organisasi kemahasiswaan agar punya reputasi baik ketika tamat atau mencari pekerjaan.Â
Reputasi itu memang penting, tapi tanpa integritas, reputasi yang dibangun bisa rusak dalam sekejap. Reputasi seseorang akan tetap kokoh bila ia memiliki integritas. Bila tidak punya integritas, maka ia akan bersikap kontradiktif. Hari ini bersikap A, besok berubah haluan menjadi B atau C.
Dari ketiga hal diatas, antara memiliki idealisme dan mewujudkannya ada jurang pemisah. Jurang pemisah yang membuat idealisme menjadi semu dan utopis. Untuk menghubungkannya agar idealisme mendekati realitas, idealisme itu perlu ditempa atau diuji. Dan itu mesti dimulai dari hal kecil atau sederhana. Â
Adakah (mantan) aktivis mahasiswa yang seperti itu?. Mungkin tidak banyak. Salah satunya adalah Arief Budiman. Arief Budiman adalah sosok yang langka dan contoh teladan yang baik bagi aktivis mahasiswa. Ia adalah sosok yang autentik, berintegritas dan konsisten dengan idealisme.
Saya yakin bila aktivis mahasiswa konsisten memilih autentik, membangun integritas dan hobi membaca, mereka akan teruji ketika menjadi pemimpin dalam berbagai bidang, entah itu menjadi politisi, pejabat atau lainnya. Dan bisa jadi hukum karma, dimana (mantan) aktivis mahasiswa melakukan atau mengalami apa yang dikritiknya tidak terulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H