Langkah Pertama Menjadi Penulis
"Bu, boleh aku hapus tulisanku di Kompasiana?" Tanya seorang muridku dengan wajah cemas.
Aku menatapnya, mencoba membaca keresahannya. "Mengapa dihapus, Nak?" Tanyaku lembut.
"Tulisannya jelek-jelek, Bu!" Ia meratap sambil menunduk.
Aku tersenyum. Lalu memegang bahunya, "Jangan, Nak. Untuk pemula, tulisan seperti itu sudah bagus kok. Ibu dulu juga begitu, tulisan awal Ibu banyak tidak masuk pilihan atau jadi artikel utama. Tapi justru dari sana kita belajar. Teruslah menulis. Jangan dihapus, ya. Kalau sudah mencapai 50 judul, kamu bisa ikut K-Rewards, lho," jelasku.
Ia mengangkat wajahnya perlahan, mulai tersenyum tipis, seolah mendapatkan harapan baru.***
Mereka, Calon Penulis Hebat dalam Aktivitas Ikut Menjaga Kompasiana
Mereka adalah murid-muridku, anak-anakku, dan calon penulis hebat yang kini masih meraba jalan di dunia literasi. Jauh di sana, mereka terus mencoba, meski terkadang ragu akan kemampuan diri sendiri. Tugas utamakulah menjaga semangat mereka tetap menyala. Mereka seperti baterai yang harus selalu dicas agar terus bersemangat.
Aku tahu, menulis bukanlah hal mudah, apalagi di awal ini. Ada tulisan yang terasa jelek, ada yang terlalu aku apresiasi, hingga rasa ingin menyerah datang mendera mereka. Namun, aku selalu ingatkan bahwa setiap tulisan di Kompasiana selalu dihargai dan punya nilai, terutama bagi mereka yang berani memulai.
Di platform itu bila 50 konten kita maka kita sudah disejajarkan dengan 5 juta penulis lain. Apalagi jika viewer kita sudah 23.000. Kadang dari 50 konten kita itu ada terselip PILIHAN dan ARTIKEL UTAMA tanpa kita sadari.
Sebab PILIHAN dan ARTIKEL UTAMA sebuah tulisan bukanlah sesuatu yang bisa kita selaku penulis tentukan sendiri. Itu hak prerogatif admin yang menilai. Tentu mereka menilai berdasarkan kriteria tertentu yang sudah dibakukan.