Namun untuk menyongsong perubahan PPN 12% pihak bank saat ini mulai meminta kartu pajak nasabah. "Kartu pajak Ibu difoto dan kirimkan ke saya, ya Bu!"
Kelompok kaya sering kali menunggak pajak, bahkan baru bersedia membayar setelah adanya tindakan tegas pemerintah seperti penyegelan aset. Ironisnya, mereka tetap mendapatkan insentif pajak atau fasilitas lain yang justru memperburuk kesenjangan ekonomi.
Ketidakadilan semacam ini menciptakan ketimpangan karena beban pajak lebih banyak ditanggung oleh masyarakat menengah ke bawah. Padahal, jika dikelola dengan lebih adil, transparan, dan disertai pengawasan yang ketat, pajak memiliki potensi besar untuk menjadi instrumen penting dalam mengurangi kesenjangan ekonomi melalui redistribusi pendapatan dan pembangunan yang merata.
Mengupayakan Keseimbangan
Dialog antara guru dan murid ini seharusnya menjadi pengingat bahwa baik zakat maupun pajak, keduanya memerlukan pengelolaan yang berlandaskan keadilan dan transparansi. Sebagai guru, ini adalah kesempatan untuk membuka diskusi yang lebih luas tentang tanggung jawab individu dan negara dalam menciptakan masyarakat yang sejahtera.
Akhirnya, kita perlu menyadari bahwa perbedaan zakat dan pajak bukan hanya soal konsep, tetapi juga soal bagaimana keduanya diterapkan dalam realitas sosial. Di sini, nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan harus menjadi landasan utamanya.
Zakat dan Pajak: Antara Filosofi dan Realitas
Pernyataan murid di atas cukup menggelitik sekaligus mencerminkan pandangan kritis terhadap dua konsep penting dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu zakat dan pajak. Zakat dan pajak sejatinya memiliki tujuan yang berbeda dalam esensinya, tetapi keduanya menjadi instrumen yang penting dalam pembangunan sosial dan ekonomi.Â
Namun, dalam praktiknya, keduanya sering dipahami dan dijalankan dengan cara yang sangat berbeda, yang memengaruhi bagaimana masyarakat memandang keduanya. Pernyataan murid tentang pajak mencerminkan ketidakpuasan juga terhadap pelaksanaan pajak di banyak negara.
Uang pajak yang seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan publik sering kali tidak dikelola dengan baik. Ketika dana pajak justru disalurkan kepada pihak-pihak kaya melalui proyek-proyek yang menguntungkan segelintir orang, muncullah pandangan sinis bahwa pajak hanya "mengambil dari yang miskin untuk diberikan kepada yang kaya."
Masalah ini diperburuk oleh ketidakadilan dalam penetapan pajak. Pajak yang terlalu tinggi bagi masyarakat kecil, sementara perusahaan besar mendapat keringanan pajak, menjadi salah satu isu utama yang menimbulkan kritik. Padahal ini berbanding terbalik dengan filosofi pajak sebagai alat pemerataan.