Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ketika Anak Bermental Korban dan Orang Tua Mulai Jompo

26 Desember 2024   20:45 Diperbarui: 27 Desember 2024   11:14 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar Playing Victim Mentality  : Foto by Marketeers.com

Tentu dengan kertas kerja tanpa diberi identitas. Gunanya untuk memunculkan rasa empati dan simpati bahwa menjaga teman dan menegur guru adalah sikap wajib yang harus dimiliki manusia (siswa).

Di luar sekolah, tepatnya di rumah, guru bisa meminta orang tua memberikan ruang bagi anak untuk berbagi pengalaman emosional mereka. Misalnya saat menjemput anak, orang tua memeluk anak, mencium kedua pipi anak. Sebaliknya anak juga diminta orang tua memeluk dan mencium kedua pipi orang tuanya.

Sesampai di rumah, di tempat kerja, atau di jalan saat berkendara orang tua meminta anak membuat lima kalimat bahagia selama di sekolah dan lima kalimat kurang bahagia. Malahan semakin bagus bila anak bercerita langsung dan orang tua menjadi pemancing dan pendengar mereka.

Dengan integrasi yang baik di atas, pendidikan emosional mampu menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga bijak dalam mengelola emosi mereka. Orang tua dan gurupun mendapat porsi tempat mereka bercerita yang dihormati.

Saya pernah meminta bantuan teman kerja untuk membimbing ponakan saya. Ponakan ini memang mengalami masalah fokus dan antusiasme. Namun ia pintar. "Minta tolong dong Pak Jim, ponakanku gali sebab ia tak fokus dan tak antusias lagi mau ikut lomba matematika."

Dengan enteng beliau menjawab, "Duh, maaf Bu tak sempat." Inilah fenomena pendidikan emosional di sekolah-sekolah. Guru hanya mengajarkan matematika tanpa menyertai pendidikan emosional anak.

Itulah fenomena yang terjadi dalam dunia pendidikan saat ini: pendidikan emosional sering terabaikan di sekolah-sekolah. Guru lebih fokus mengajarkan mata pelajarannya seperti matematika di atas tanpa menyertakan upaya untuk membentuk kecerdasan emosional siswa.

Padahal, kemampuan mengenali, memahami, dan mengelola emosi sama pentingnya dengan pemahaman akademik. Tanpa pendidikan emosional, siswa mungkin tumbuh menjadi individu yang cerdas secara intelektual tetapi kurang mampu membangun hubungan sosial, menghadapi konflik, atau mengelola tekanan.

Integrasi pendidikan emosional dalam kegiatan belajar mengajar akan membantu siswa tidak hanya memahami pelajaran tetapi juga menjadi pribadi yang lebih peka, empati, dan bijaksana.

2. Membangun Dialog

Orang tua sejak anak kecil harus menjalin komunikasi kreatif dengan anak. Kalau bukan orang tua siapa lagi tempat mereka menyampaikan rasa bahagia, rasa kesal, rasa marah, dan rasa sedih mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun