Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ketika Anak Bermental Korban dan Orang Tua Mulai Jompo

26 Desember 2024   20:45 Diperbarui: 27 Desember 2024   11:14 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar Playing Victim Mentality  : Foto by Marketeers.com

Agar konflik ini tidak terus berlarut-larut, perlu adanya kolaborasi dan kesadaran bersama. Langkah-langkah berikut dapat menjadi solusi:

1. Pendidikan Emosional

Anak perlu diajarkan untuk menerima tanggung jawab atas hidup mereka. Bimbingan ini bisa diberikan melalui terapi, buku pengembangan diri, atau konseling keluarga.

Pendidikan Emosional: Kunci Pengembangan Karakter

Pendidikan emosional adalah proses pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan individu dalam mengenali, memahami, dan mengelola emosinya.

Dalam konteks pendidikan formal, aspek ini sering kali diabaikan, padahal penting untuk menunjang perkembangan karakter siswa. Dengan memahami emosi, siswa dapat lebih mudah menghadapi tantangan, menyelesaikan konflik secara damai, dan membangun hubungan yang sehat dengan orang lain.

Selain itu, pendidikan emosional membantu mereka mengembangkan empati, meningkatkan rasa percaya diri, dan mengendalikan stres, yang semuanya berkontribusi pada keberhasilan akademik dan kehidupan pribadi.

Implementasi pendidikan emosional dapat dilakukan melalui berbagai metode, seperti diskusi kelompok, permainan peran, dan refleksi harian. Guru dapat menjadi model dalam menunjukkan cara mengelola emosi secara positif, sekaligus menciptakan lingkungan belajar yang mendukung ekspresi perasaan.

Saat ini, banyak siswa di kelas yang tampak tidak menunjukkan emosi dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum memulai pembelajaran Bahasa Indonesia, penting untuk melatih emosi mereka terlebih dahulu. Melalui pendekatan yang kreatif, siswa diajak memahami dan mengekspresikan berbagai perasaan, seperti tertawa, senyum, marah, kesal, benci, terharu, hingga simpati. Hal ini dilakukan melalui permainan peran sederhana yang melibatkan situasi sehari-hari, sehingga mereka dapat merasakan dan mengenali berbagai emosi secara mendalam.

Latihan ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga cara untuk membangun keterampilan sosial dan emosional siswa. Dalam kegiatan tersebut, mereka belajar membantu, menengahi konflik, atau bahkan merayu dengan sopan. Semua ini mendorong empati dan kemampuan komunikasi yang lebih baik. Dengan suasana kelas yang menyenangkan dan penuh eksplorasi emosi, siswa dapat lebih siap menghadapi pelajaran berikutnya, sekaligus tumbuh menjadi individu yang lebih peka dan terampil dalam menghadapi tantangan hidup.

Di luar kelas, pendidikan emosional juga dapat diperkuat oleh guru dengan melatih siswa berjalan yang baik. Cara Menegur dan berbicara yang baik. Wajib menyapa guru bila bertemu. Membuat daftar teman baru. Menulis pengamatan atas perilaku kurang baik teman-teman di lingkungan sekolah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun