"80!" Jawab Bu Liana.
"Ya, udah. Pas batas KKM saja nilai Bahasa Indonesia saya, Bu." Tutup Pasha.
Begitulah mereka, merasa tidak perlu memahami materi secara mendalam, asalkan nilai mencukupi untuk lulus-sudah cukup. Toh akan diterima di sekolah lanjutan lewat jalur zonasi
Hal itu membuat siswa lebih fokus mencari cara instan, mencontek, dan mengupah bikin tugas daripada belajar sungguh-sungguh. Akibatnya, mereka nol ilmu, nol wawasan, dan potensi mereka untuk berkembang terhambat, nilai kejujuran dalam belajar pun terabaikan.
Selain itu kurangnya pengawasan yang ketat saat ujian sekolah atau ujian harian pun memberikan kesempatan mereka untuk mencontek menjadi lebih terbuka. Padahal, perilaku seperti itu justru menghambat siswa untuk mengembangkan kejujuran dan kemandirian mereka sebab dua nilai penting yang seharusnya mereka pelajari selama menempuh pendidikan tak terlaksana.
Dua nilai yang dimaksud adalah kejujuran dan kemandirian.
Kejujuran
Siswa diharapkan bersikap jujur dalam setiap proses belajar, termasuk saat menghadapi ujian, saat latihan, dan saat belajar dengan mereka mengandalkan pemahaman mereka sendiri tanpa mencontek. Kejujuran adalah fondasi penting dalam membangun karakter yang kuat dan dapat dipercaya kelak.
Kemandirian
Siswa didorong untuk belajar sendiri dan bertanggung jawab sendiri atas proses serta hasil belajarnya. Kemandirian ini penting agar mereka mampu menghadapi tantangan secara mandiri di masa depan tanpa bergantung pada cara-cara tidak benar, seperti mencontek. Bila mereka tak tangguh tentu mudah merasa kalah dan frustasi.
Mencontek sebagai tindakan yang mereka anggap lumrah tetapi sebenarnya mencerminkan berbagai masalah dalam dunia pendidikan mereka. Faktor utama yang mendorong perilaku ini meliputi tekanan akademik yang berlebihan dari orang tua mereka dan guru mereka.