Hari Sabtu, sekitar pukul 14.30 WIB, Bu Lina mendapat informasi bahwa ada siswa yang berduaan di kelas 9C. Pintu sebelah kiri dijaga oleh Rina, sedangkan sebelah kanan dijaga oleh Aditya si Ketua OSIS. Namun, saat akan digerebek, mereka sudah bubar.
Hari Senin, ketika Bu Lina akan pulang, terlihat Aditya menjaga pintu lagi dan mondar-mandir antara kelas 9D dan pintu 9C. Bu Lina memanggil Aditya dan menasihatinya tentang kejadian hari Sabtu bahwa ia menjaga pintu untuk melindungi temannya yang lagi pacaran.
Setelah itu, Bu Lina memutar motor bersama Bu Santi, penjaga kantin. Kebetulan minta nebeng pulang. Ketika motor melintas di depan kelas 9C, Bu Lina melihat dua bayangan di dalam kelas. Kaca memang ditempeli plastik transparan.
Membayang dari luar seorang siswa laki-laki berkulit putih dan seorang siswi berjilbab hitam terlihat berhadapan di satu meja dengan tangan mereka berada di atas meja itu. Tidak jelas sih apakah berpegangan tangan mereka. Tampak mesra sambil tertawa-tawa. Sesekali mereka menunduk sambil tertawa.
Bu Lina membunyikan klakson beberapa kali, tetapi mereka tidak mendengar dan terus asyik bercanda. Tidak lama kemudian, Pak Arif, Wakil Kepala Bidang Sarana dan Prasarana, datang. Bu Lina langsung minta tolong. "Pak Arif bantu tangkap dong! Ada dua siswa di kelas 9C!"
Pak Arif mencoba memeriksa ke dalam kelas, tetapi siswa tersebut bersembunyi. Bahkan Pak Arif sempat mengatakan, "Tidak ada orang di sini, Bu Lina."
Namun, Bu Lina dan Bu Santi bersikeras bahwa ada siswa di dalam. Bu Lina meyakinkan, "Ada, Pak Arif! Satu laki-laki dan satu perempuan. Mungkin sembunyi di bawah meja atau lemari, Pak!"
Akhirnya, keluar dua siswa dari persembunyian bersama Pak Arif: Dinda dari kelas 9E dan Iqbal dari kelas 9C. Bu Lina terkejut melihat Dinda. Bul Lina kaget terutama karena teringat pada kasus Dinda di kelas 8 sama. Terciduk pacaran.
Bu Lina mengarahkan Dinda dan Iqbal untuk menuju ruang wakil kepala. Terpaksa Bu Lina mutar motor lagi. Di perjalanan, mereka bertemu Bu Rini di depan kelas 9D, wali kelas Dinda. Nampak wajah kecewa Bu Rini. Aditya, ketua OSIS, terlihat pula bergegas pulang, sementara seorang saksi perempuan Yanti dipaksa keluar dari kelas 9B.
Dinda, Iqbal, dan Yanti saksi perempuan kemudian dibawa ke ruang wakil kepala untuk bertemu Bu Ratna. Namun, karena Bu Ratna sedang makan di ruang kepala sekolah, mereka belum bisa langsung diarahkan ke sana.
Berpacaran dalam Islam dan Pendekatan Mengatasi Karakter Siswa
Pendahuluan
Berpacaran telah menjadi fenomena umum di kalangan remaja saat ini termasuk siswa di sekolah. Mereka berpacaran untuk menunjukkan jati diri aku cantik atau aku ganteng. Laku.
Bahkan salah satu siswa SMP di kota ini, sebut saja namanya Dila menyebutkan, "Ante... kata teman Dila bila tak punya pacar berarti Dila jelek dan tak laku!"
Ketika itu saya memeluk Dila. " Perkataan temanmu itu salah, Dil. Kita dikatakan laku dan cantik bila sudah menikah. Halal. Kamu jangan percaya bully temanmu ya!"
Alhamdulillah Dila sukses. Sekarang ia sudah sarjana, bekerja, dan berumah tangga. Sudah punya anak dua. Sementara saudara Dila yang suka pacaran dan tergerebek berduaan oleh warga di suatu tempat, harus berpuas diri berjualan sayur di pasar sebagai aktivitas cari uang untuk empat anaknya.
Dalam Islam, konsep pacaran menjadi isu yang sering diperbincangkan karena bertentangan dengan nilai-nilai syariat. Islam mengajarkan hubungan yang halal antara pria dan wanita hanya melalui pernikahan.
Tantangan ini menjadi tugas pendidik untuk memberikan pemahaman sekaligus mengatasi karakter siswa yang cenderung melanggar norma tersebut.
Hukum Berpacaran dalam Islam
Islam menegaskan pentingnya menjaga interaksi antara pria dan wanita agar tidak melanggar batas-batas yang ditetapkan Allah SWT. Dalam Surah Al-Isra ayat 32, Allah berfirman, "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk."
Pacaran, meski sering dianggap wajar, bisa menjadi pintu menuju perilaku yang melanggar syariat, seperti menatap, menyentuh yang bukan mahram, berdua-duaan (khalwat), hingga aktivitas yang mendekati zina, berpegangan tangan dan seterusnya.
Islam menganjurkan hubungan yang sehat dalam kerangka pernikahan. Ketika seorang pria dan wanita saling tertarik, mereka dianjurkan melalui proses taaruf (mengenal secara syar'i) yang diawasi keluarga atau pihak yang tepercaya. Pendekatan ini bertujuan untuk menjaga kehormatan dan mencegah fitnah.
Mengatasi Karakter Siswa yang Tagih Berpacaran
Sebagai pendidik, menghadapi siswa yang memiliki perilaku seperti dalam kasus Dinda di atas memerlukan pendekatan yang bijaksana, edukatif, dan tegas.
Sudah banyak siswa yang harus pindah dari berbagai sekolah yang ada di kota ini karena terciduk di sekolah, di asrama, di kost, dan di tempat wisata oleh Satpol PP. Mereka di antar orang tua ke kota dingin ini untuk bersekolah tingkat SMP, SMA, dan Kuliah.
Masih terbayang, ketika saya kuliah perdana di kota ini. Tiba-tiba sepasang teman kami kuliah tak muncul-muncul lagi di kelas. Sebut saja cowoknya bernama Martin dari luar kota ini dan cewek bernama Rahma, asli kota ini. Setelah diusut di RT mereka tinggal, ternyata mereka digrebek warga dan di arak keliling RT karena tertangkap pacaran.
Berikut beberapa langkah-langkah yang mungkin dapat kita lakukan:
1. Edukasi Nilai Agama dan Moral kepada Siswa
Guru dapat memberikan pemahaman tentang hukum pacaran dalam Islam melalui kegiatan pembelajaran, diskusi kelompok, atau ceramah agama. Dengan menyampaikan dalil-dalil Al-Quran dan hadits, siswa akan lebih memahami konsekuensi dari perilaku tersebut. Misalnya ketika apel pagi, di sela belajar, dan saat kulim di masjid sekolah.
Berikut contoh materi singkat yang bisa disampaikan pada momen apel pagi, sela belajar, dan kulim di masjid sekolah untuk memberikan solusi dan pembinaan kepada siswa:
A. Â Apel Pagi: "Pentingnya Sikap Peduli dan Empati"
"Anak-anak, hari ini mari kita renungkan pentingnya saling peduli. Teman di samping kita mungkin sedang menghadapi masalah yang tidak terlihat. Dengan bertanya kabar, mendengarkan keluhan, atau sekadar memberikan senyuman, kita sudah membantu mereka merasa lebih baik. Sekecil apa pun kepedulianmu, itu bisa membawa perubahan besar.
Mari jadi pribadi yang peka dan peduli terhadap sesama!" Bila melihat teman berduaan laki perempuan atau hal maksiat, mari melapor kepada kami guru. Jangan Ananda biarkan....dst.
B. Â Sela Belajar: "Manajemen Emosi dan Pergaulan Positif"
"Saat kita merasa marah, kecewa, atau tertekan, berhenti sejenak dan tarik napas dalam. Ingat, perasaan negatif tidak boleh menguasai kita. Carilah teman yang bisa dipercaya atau guru untuk diajak bicara.Â
Pilihlah lingkungan pergaulan yang mendukung masa depanmu. Teman yang baik akan selalu mengajakmu ke arah yang positif." Jangan lari ke pacaran untuk menarik perhatian orang lain....dst
C. Â Kulim di Masjid Sekolah: "Refleksi Diri dan Perbaikan Akhlak"
"Kita semua punya kekurangan dan kesalahan. Namun, Allah selalu membuka pintu perbaikan. Mari kita manfaatkan momen ini untuk refleksi diri. Apakah kita sudah menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, menghormati guru, dan berperilaku baik terhadap teman?
Mulai hari ini, berkomitmenlah untuk menjadi pribadi yang lebih baik, karena perubahan besar dimulai dari langkah kecil." Jauhilah perbuatan yang bisa merendahkan diri kita, seperti pacaran....dst.
2. Pendekatan Personal dan Konseling
Melakukan konseling kepada siswa seperti Dinda dan Iqbal penting untuk mengetahui latar belakang tindakan mereka. Siswa sering kali melakukan pelanggaran karena kurang perhatian di rumah, di asrama sekolah, atau salah pergaulan.
Dengarkan masalah mereka dengan empati dan tawarkan solusi yang positif. Sebagai solusi, langkah pertama adalah membangun komunikasi terbuka dengan Dinda dan Iqbal melalui sesi konseling yang rutin, agar mereka merasa didengar dan dipahami tanpa merasa dihakimi.
Berikan ruang aman untuk berbagi masalah yang mereka hadapi di rumah, asrama, atau lingkungan pergaulan. Selanjutnya, ajak mereka untuk menyusun rencana perbaikan perilaku yang realistis dengan melibatkan dukungan dari orang tua, wali asrama, dan guru.
Selain itu, arahkan mereka pada kegiatan positif, seperti mengikuti klub atau ekstrakurikuler yang sesuai minat mereka, agar energi dan waktu mereka tersalurkan dengan baik dan produktif.
3. Keterlibatan Orang Tua
Orang tua perlu diajak bekerja sama dalam membimbing anak-anak mereka. Komunikasi yang terbuka antara guru dan orang tua membantu menyelaraskan pendekatan pendidikan di rumah dan sekolah. Memberitahu tingkat perkembangan siswa perlu. Apalagi menyangkut perilaku pacaran.
Hanya saja, sebelum melaporkan anak pacaran, guru harus punya bukti. Melaporkan siswa yang diduga pacaran beresiko. Guru harus memastikan kebenaran informasi dengan mengumpulkan bukti yang jelas dan valid. Lakukan observasi langsung.
Perilaku mencurigakan yang berulang atau ada laporan dari pihak yang terpercaya. Guru juga perlu menghindari asumsi sepihak dengan melakukan pendekatan bijak, seperti berdialog secara personal dengan siswa yang bersangkutan untuk memahami situasi sebenarnya. Akan bagus bila ada foto.
Langkah ini penting agar tindakan yang diambil adil, tidak menimbulkan fitnah, serta tetap menjaga privasi dan kepercayaan siswa terhadap guru. Gurupun tak dituduh melakukan pencemaran nama baik siswa dan keluarga sisws.
4. Penguatan Nilai dan Aturan Sekolah
Sekolah harus memiliki aturan yang tegas tentang kedisiplinan, termasuk larangan berkhalwat. Namun, aturan ini perlu diiringi dengan penguatan nilai-nilai karakter positif, seperti tanggung jawab, kedisiplinan, dan saling menghormati. Misalnya poin 80 bila pacaran dan orang tua dipanggil. Bila poin telah mencapai 100 terpaksa pindah belajar. Namun sering aturan ini tak diberlakukan meski siswa tersebut tagih berpacaran.
5. Pemberian Tugas dan Aktivitas Positif
Siswa perlu diarahkan untuk mengisi waktu dengan kegiatan yang produktif. Misalnya, memberikan mereka tanggung jawab dalam kegiatan ekstrakurikuler, proyek sekolah, atau tugas kepemimpinan yang dapat meningkatkan rasa percaya diri sekaligus kedewasaan mereka.
Di jam pulang sekolah, guru bisa mengarahkan siswa untuk mengikuti kegiatan positif seperti program study club, latihan olahraga, atau kegiatan seni yang sesuai dengan minat mereka. Selain itu, siswa bisa dilibatkan dalam proyek sosial atau kegiatan kebersihan lingkungan sekolah sebagai bentuk tanggung jawab dan kepedulian.
Pendampingan oleh guru atau pembina di waktu ini penting untuk memastikan siswa benar-benar terlibat dan menjauhkan mereka dari aktivitas yang tidak bermanfaat. Dengan begitu, jam pulang sekolah dapat dimanfaatkan secara produktif dan berdampak positif pada perkembangan pribadi mereka.
Jika tidak ada guru yang mendampingi di jam pulang sekolah, pihak sekolah dapat bekerja sama dengan pengurus OSIS, kakak kelas, atau wali asrama untuk mengorganisir kegiatan yang bermanfaat. Contohnya, membentuk kelompok belajar mandiri, sesi diskusi santai, atau latihan olahraga yang terjadwal.
Siswa juga bisa diarahkan untuk menjalankan tanggung jawab seperti menjaga kebersihan kelas, merawat taman sekolah, atau berpartisipasi dalam proyek kreatif seperti mading atau pembuatan karya seni. Dengan adanya kegiatan ini, siswa tetap memiliki aktivitas positif meskipun tanpa pengawasan langsung dari guru.
Untuk mencegah Ketua OSIS yang curang seperti Adytia di atas, perlu dibangun sistem kegiatan yang terstruktur dan menarik di jam pulang sekolah. Misalnya, pengurus OSIS atau ketua OSIS (ketos) bisa diarahkan untuk membuat program-program positif seperti peer mentoring, klub diskusi, atau kegiatan bakti sosial kecil-kecilan.
Dengan begitu, waktu mereka terfokus pada kegiatan bermanfaat dan memiliki nilai kebersamaan yang sehat. Selain itu, pihak sekolah juga bisa memberikan tanggung jawab khusus kepada ketos untuk menjadi teladan dalam disiplin dan menjaga lingkungan pergaulan yang positif, sehingga siswa lainnya ikut terdorong untuk memanfaatkan waktu dengan lebih baik.
Kesimpulan
Berpacaran dalam Islam dilarang karena berpotensi membawa seseorang mendekati perbuatan yang tidak diridai Allah. Bagi siswa, pelanggaran norma ini sering kali disebabkan oleh kurangnya pemahaman agama. Bisa juga karena lingkungan yang tidak mendukung atau kurangnya kontrol diri sendiri.
Pendidik memiliki peran penting untuk membentuk karakter siswa melalui pendekatan religius, komunikasi efektif, dan pemberian aktivitas yang membangun. Dengan begitu, siswa tidak hanya memahami batasan syariat, tetapi juga tumbuh menjadi individu yang berakhlak mulia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H