Jika tidak ada guru yang mendampingi di jam pulang sekolah, pihak sekolah dapat bekerja sama dengan pengurus OSIS, kakak kelas, atau wali asrama untuk mengorganisir kegiatan yang bermanfaat. Contohnya, membentuk kelompok belajar mandiri, sesi diskusi santai, atau latihan olahraga yang terjadwal.
Siswa juga bisa diarahkan untuk menjalankan tanggung jawab seperti menjaga kebersihan kelas, merawat taman sekolah, atau berpartisipasi dalam proyek kreatif seperti mading atau pembuatan karya seni. Dengan adanya kegiatan ini, siswa tetap memiliki aktivitas positif meskipun tanpa pengawasan langsung dari guru.
Untuk mencegah Ketua OSIS yang curang seperti Adytia di atas, perlu dibangun sistem kegiatan yang terstruktur dan menarik di jam pulang sekolah. Misalnya, pengurus OSIS atau ketua OSIS (ketos) bisa diarahkan untuk membuat program-program positif seperti peer mentoring, klub diskusi, atau kegiatan bakti sosial kecil-kecilan.
Dengan begitu, waktu mereka terfokus pada kegiatan bermanfaat dan memiliki nilai kebersamaan yang sehat. Selain itu, pihak sekolah juga bisa memberikan tanggung jawab khusus kepada ketos untuk menjadi teladan dalam disiplin dan menjaga lingkungan pergaulan yang positif, sehingga siswa lainnya ikut terdorong untuk memanfaatkan waktu dengan lebih baik.
Kesimpulan
Berpacaran dalam Islam dilarang karena berpotensi membawa seseorang mendekati perbuatan yang tidak diridai Allah. Bagi siswa, pelanggaran norma ini sering kali disebabkan oleh kurangnya pemahaman agama. Bisa juga karena lingkungan yang tidak mendukung atau kurangnya kontrol diri sendiri.
Pendidik memiliki peran penting untuk membentuk karakter siswa melalui pendekatan religius, komunikasi efektif, dan pemberian aktivitas yang membangun. Dengan begitu, siswa tidak hanya memahami batasan syariat, tetapi juga tumbuh menjadi individu yang berakhlak mulia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H