Dinda, Iqbal, dan Yanti saksi perempuan kemudian dibawa ke ruang wakil kepala untuk bertemu Bu Ratna. Namun, karena Bu Ratna sedang makan di ruang kepala sekolah, mereka belum bisa langsung diarahkan ke sana.
Berpacaran dalam Islam dan Pendekatan Mengatasi Karakter Siswa
Pendahuluan
Berpacaran telah menjadi fenomena umum di kalangan remaja saat ini termasuk siswa di sekolah. Mereka berpacaran untuk menunjukkan jati diri aku cantik atau aku ganteng. Laku.
Bahkan salah satu siswa SMP di kota ini, sebut saja namanya Dila menyebutkan, "Ante... kata teman Dila bila tak punya pacar berarti Dila jelek dan tak laku!"
Ketika itu saya memeluk Dila. " Perkataan temanmu itu salah, Dil. Kita dikatakan laku dan cantik bila sudah menikah. Halal. Kamu jangan percaya bully temanmu ya!"
Alhamdulillah Dila sukses. Sekarang ia sudah sarjana, bekerja, dan berumah tangga. Sudah punya anak dua. Sementara saudara Dila yang suka pacaran dan tergerebek berduaan oleh warga di suatu tempat, harus berpuas diri berjualan sayur di pasar sebagai aktivitas cari uang untuk empat anaknya.
Dalam Islam, konsep pacaran menjadi isu yang sering diperbincangkan karena bertentangan dengan nilai-nilai syariat. Islam mengajarkan hubungan yang halal antara pria dan wanita hanya melalui pernikahan.
Tantangan ini menjadi tugas pendidik untuk memberikan pemahaman sekaligus mengatasi karakter siswa yang cenderung melanggar norma tersebut.
Hukum Berpacaran dalam Islam
Islam menegaskan pentingnya menjaga interaksi antara pria dan wanita agar tidak melanggar batas-batas yang ditetapkan Allah SWT. Dalam Surah Al-Isra ayat 32, Allah berfirman, "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk."
Pacaran, meski sering dianggap wajar, bisa menjadi pintu menuju perilaku yang melanggar syariat, seperti menatap, menyentuh yang bukan mahram, berdua-duaan (khalwat), hingga aktivitas yang mendekati zina, berpegangan tangan dan seterusnya.