Di sebuah sekolah menengah, pagi itu langit mendung seperti memprediksi keheningan yang akan melingkupi kelas 9B. Para siswa duduk diam. Beberapa masih terlihat mengantuk. Beberapa lainnya tenggelam dalam buku bacaan mereka.
Jam pelajaran baru saja akan dimulai, tetapi semua tampak tak bersemangat. Hingga suara langkah mendekati pintu kelas dan seorang perempuan paruh baya dengan postur tubuh tegap dan senyum tenang masuk ke dalam ruangan.
"Ibu Sriati datang!" Bisik salah satu siswa kepada temannya, mencoba menahan senyum.
Ibu Sriati S.Pd., guru baru mereka. Beliau menatap kelas dengan senyum penuh ketulusan. Dengan suara yang lembut tapi jelas, ia menyapa, "Selamat pagi, anak-anak hebat! Apa kabar kalian hari ini?"
"Selamat pagi, Bu," jawab para siswa, sebagian setengah hati, sebagian lainnya mulai memperhatikan wanita yang berdiri di depan mereka.
Ia melangkah ke tengah kelas dan memandang setiap wajah di sana.
"Ibu baru di sini. Jadi, sebelum kita mulai pelajaran, bagaimana kalau kita kenalan dulu? Kalau tak kenal maka tak sayang, kata pepatah lama"
Ia memperkenalkan diri dengan suara tenang yang penuh percaya diri, "Kenalkan nama Ibu pendek saja, Sriati, S.Pd." Tanpa satu pun kata pengisi yang bertele-tele. Setelah memperkenalkan dirinya, ia meminta para siswa untuk bercerita tentang diri mereka pula.
Seiring mereka berbagi cerita, Ibu Sriati mendengarkan dengan saksama, sesekali mengangguk, dan ia memberikan respons hangat yang membuat setiap siswa merasa nyaman.
Waktu terasa melambat dan seiring berjalannya waktu, mereka mulai merasa dihargai dan didengarkan. Mereka cuma berkenalan, namun serasa curhat.
Salah seorang siswa, Reno, yang biasanya hanya diam dan tenggelam dalam bayangan kelas, akhirnya memberanikan diri untuk mengangkat tangan. "Bu, saya suka menulis, tapi, saya belum berani menunjukkan karya saya ke orang lain."
Dengan senyum lembut, Ibu Sriati menjawab, "Menulis itu seni yang luar biasa, Reno. Mungkin suatu hari kamu bisa berbagi tulisanmu dengan kami semua. Ibu yakin, karya kamu pasti memiliki banyak hal menarik yang ingin disampaikan. Ibu dan temanmu menunggu kamu berbagi kepada kami."
Perlahan-lahan, suasana kelas pun berubah. Ada semangat baru yang menggantung di udara. Sebuah dorongan untuk belajar dan terbuka terhadap hal-hal baru. Bagi para siswa, kehadiran Ibu Sriati bagaikan embun di pagi hari.
Beliau memberikan ketenangan sekaligus kebijaksanaan yang membuat mereka ingin menjadi lebih baik.
Begitulah Ibu Sriati menemui siswanya pertama kali di kelas. Mereka Generasi Z dan Alpha butuh di dengar. Mereka baru naik dari kelas 8 ke kelas 9B ini. Bu Sriati sedikit bicara dan memberi siswanya keluasan waktu berbicara.
Agar menarik di depan siswa, guru memang sederhana saja. Apa adanya. Kebiasaan sederhana yang mampu membuat guru dipandang atau terlihat cerdas dan berwibawa di kelas.
Berikut ada 6 tips sederhana yang dapat membantu guru terlihat cerdas dan berwibawa saat mengajar di kelas:
1. Berbicara dengan Jelas dan Percaya Diri
Sebagai guru, berbicara dengan jelas dan percaya diri akan membantu siswa memahami materi pembicaraan dengan lebih baik. Guru perlu mengunakan intonasi yang bervariasi untuk menarik perhatian mereka.
Guru harus menghindari kata-kata pengisi seperti "um" atau "eh" "anu". Hal ini menunjukkan bahwa guru menguasai materi. Guru juga memiliki kepercayaan diri dalam menyampaikan materi pembicaraan sehingga siswa akan lebih menghormati guru.
Di belakang kita, murid bergunjing lho. Mereka akan bercerita tentang kita kepada temannya di kelas lain. "Bu Sriati asyik diajak bicara." "Bu Sriati tak butuh buku paket saat mengajar."
Kadang gunjingan mereka berbanding terbalik dengan tuntutan Kepsek dan Pengawas Sekolah. Kepsek dan Pengawas sekolah selalu bilang, "Bapak Ibu, jangan malenggang (bertangan kosong) ke kelas! Bawa buku RPP, alat peraga, dan...."
2. Selalu Update Informasi dan Menambah Wawasan
Guru juga manusia. Guru perlu terus belajar dan mengikuti perkembangan terkini dalam bidangnya. Dulu belajar Bahasa Indonesia, siswa cukup menulis di buku latihannya. Tapi sekarang ketika menulis cerpen dan tugas lain mereka memilih Kompasiana.
Mereka semangat memakai platform ini. Ketika menulis di kelas, mereka mengeluh. "Bu, no inspirasi. Di Whats-Up Bu? Lalu di Kompasiana." Sambil jari tengah dan telunjuk di taruh di depan mata mereka dengan tatapan memelas kepada guru.
Guru harus dapat memberikan materi yang relevan dan menarik bagi siswa. Guru ikut membaca buku atau artikel yang berkaitan dengan pelajaran dan topik terkini. Lalu gurupun ikut menulis di Kompasiana.Â
Membaca dan menulis di platform ini membantu guru memberikan wawasan yang luas bagi siswa. Hal ini pun membangun diskusi yang bermakna di kelas dengan siswa. Siswa akan merasa terinspirasi oleh guru yang berwawasan luas dan terus belajar.
3. Menjaga Sikap Tubuh yang Tegak dan Gestur yang Tenang Sambil Tersenyum Hangat
Bahasa tubuh yang tegak dan gestur yang tenang mencerminkan wibawa dan kendali guru dalam kelas. Mimik wajah yang tersenyum manis memperlihatkan kasih sayang guru kepada siswanya.
Saat mengajar, berdiri atau duduk dengan postur tegak menunjukkan bahwa guru serius dalam menjalankan peran sebagai guru. Hindarilah gestur berlebihan atau tergesa-gesa. Siswa biasanya lebih memperhatikan guru yang tenang dan percaya diri.
Selama proses belajar berlangsung mereka akan mengamati gurunya. Mereka pun akan tersenyum dan acung jempol ketika mereka merasa puas dengan follow up gurunya. Murid sekarang memang lebih agresif.
4. Mendengarkan Siswa dengan Sungguh-Sungguh
Mendengarkan keluhan siswa dengan baik, tanpa menyela, dan memberikan respons yang tepat membuat mereka merasa dihargai. Misalnya, saat siswa mengajukan pertanyaan atau memberikan pendapat, berikan perhatian penuh.
Guru bisa membesarkan mata, mencondongkan tubuh, memberi senyum. Meski terkadang diberi lebel "Lebay" Ini menunjukkan bahwa guru menghargai pendapat mereka dan memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Empati yang tinggi sehingga siswa akan merasa lebih nyaman dan terbuka dalam belajar.
5. Mengelola Emosi dengan Baik
Mengelola emosi adalah keterampilan penting bagi seorang guru. Seorang guru yang mampu mengendalikan emosinya cenderung lebih disegani dan dihormati. Emosi yang terkelola dengan baik memungkinkan guru untuk tetap tenang dan berpikir jernih saat menghadapi situasi sulit.
Situasi sulit seperti ada siswa yang kurang disiplin atau ketika beban kerja terasa berat. Sikap ini membuat guru terlihat lebih bijaksana dan profesional. Hal ini tidak hanya mencerminkan kecerdasan emosional yang baik, tetapi juga menciptakan lingkungan kelas yang kondusif dan nyaman bagi para siswa.
Senyum guru dan ketenangan guru obat bagi mereka. Mereka butuh guru yang smart. Tersenyum dan bahagia. Mereka tak mau tahu apa problem guru di luar kelas. Mereka tahunya guruku tersenyum. Guruku baik. Guruku menyenangkan.
6. Rajin Menulis dan Membaca
Membaca dan menulis adalah cara untuk terus memperkaya pengetahuan dan mempertajam keterampilan berpikir guru dan muridnya. Guru yang rajin membaca akan memiliki wawasan luas karena membaca memperkuat kecerdasan dan memperkaya materi pengajaran guru.
Sementara menulis membantu guru dalam mengekspresikan ide dengan lebih baik. Menulis sebagai sarana menyusun materi pelajaran dengan sistematis. Tulisan juga menjadi sarana berbagi pengetahuan dengan orang lain.
Sikap membiasakan menulis dan membaca juga menumbuhkan rasa hormat dari siswa maupun kolega karena menunjukkan bahwa guru tersebut terus berusaha meningkatkan kemampuan diri dan memiliki pengetahuan yang mendalam. Bahkan bisa lebih dari yang lain.
Dengan mengaplikasikan tips-tips atau kebiasaan ini dalam mengajar akan membantu guru menciptakan suasana kelas yang positif. Selain itu juga mendukung interaksi yang sehat, dan menjadikan guru cerdas dan berwibawa di mata siswa.
Beberapa bulan sudah berlalu sejak kehadiran Ibu Sriati di kelas 9B. Suasana yang tadinya kaku kini berubah menjadi penuh semangat. Setiap kali jam pelajaran dimulai, senyum siswa-siswa itu tak pernah absen menyambut ibu gurunya.
Mereka kini bukan sekadar murid-murid yang harus duduk dan mendengarkan, tetapi seperti rekan belajar yang selalu ingin tahu lebih banyak.
Hari itu, Ibu Sriati mengakhiri pelajarannya dengan sebuah tantangan sederhana. Ia berdiri di depan kelas dengan senyum yang sudah mereka kenal baik. "Anak-anak, sebelum Ibu mengakhiri pelajaran hari ini, Ibu punya tugas untuk kalian."
Siswa-siswa terlihat penasaran, dan beberapa sudah mulai membuka buku catatan. Namun, Ibu Sriati menggeleng, lalu berkata, "Bukan tugas tertulis. Kali ini, Ibu ingin kalian berjanji untuk tidak takut mencoba hal baru."Â
"Cobalah satu hal yang kalian suka, yang mungkin selama ini kalian ragu atau malu untuk lakukan. Tidak perlu sempurna, yang penting kalian berani melakukannya."
Reno, yang beberapa bulan lalu sempat berbagi tentang kecintaannya pada menulis, tiba-tiba teringat impiannya untuk memperlihatkan karyanya kepada orang lain. Dengan ragu-ragu, ia mengangkat tangannya dan berkata, "Bu, kalau saya menulis cerita pendek dan membacakannya di depan kelas, boleh, ya?"
Sontak seluruh kelas menyemangati Reno, tepuk tangan kecil terdengar riuh di dalam ruangan. Ibu Sriati tersenyum bangga. "Itu ide yang hebat, Reno. Kami semua akan mendengarkan dengan sepenuh hati."
Di hari yang dijanjikan, Reno berdiri di depan kelas, kali ini tanpa ragu dan tanpa takut. Ia membacakan cerpen buatannya dengan suara yang bergetar di awal, tetapi semakin lama semakin mantap. Cerita yang ia tulis penuh makna dan harapan, seakan-akan mewakili semua perasaan yang selama ini ia pendam.
Saat ia selesai, kelas terdiam sesaat, kemudian terdengar tepuk tangan yang membahana. Reno tersenyum, wajahnya berseri, dan Ibu Sriati mengangguk, bangga melihat keberaniannya.
Ibu Sriati membuka laptopnya. "Lihat tulisan Ibu ini. Kalian bisa mencoba menulis di sini. Nanti buka tulisan Ibu Guru. Klik NULIS. Ikuti arahan admin Kompasiana. Ikuti dan isi semua hingga muncul platform menulis. Pilih jenis tulisan Cerepen. Tulis judul. Tempel tulisan. Jangan lupa chek free plagiatmu sebelum menayangkan tulisan. Plagiat ditolerir cuma 25 %."
Ketika bel berbunyi, menandakan akhir pelajaran, Ibu Sriati berdiri dan berkata, "Terima kasih, anak-anak. Hari ini Ibu belajar sesuatu dari kalian. Keberanian, ketulusan, dan semangat kalian adalah hal yang paling berharga bagi Ibu. Teruslah seperti ini, jangan pernah berhenti mencoba. Ibu tunggu!"
Ia berjalan keluar kelas dengan perasaan hangat. Para siswa memandang punggungnya yang semakin jauh dengan harapan dan rasa terima kasih. Bagi mereka, Ibu Sriati bukan sekadar guru; ia adalah inspirasi, seseorang yang membantu mereka menemukan keberanian dan membuat mereka percaya bahwa setiap mimpi, sekecil apa pun, layak untuk diperjuangkan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H