Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Rendang Terakhir di Tanah Rantau dan Rendang sebagai Kearifan Lokal Sumatera Barat: Wajib Dilestarikan

29 Oktober 2024   23:03 Diperbarui: 29 Oktober 2024   23:37 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Rendang: Dokpri

7. Penghormatan dan Rasa Syukur

Rendang sering disajikan dalam acara-acara penting dan diberikan sebagai hadiah atau oleh-oleh kepada tamu. Ini mengajarkan nilai penghormatan kepada orang lain dan rasa syukur atas hubungan kekeluargaan dan kebersamaan.

Di kota rantau, malam itu, Fina duduk sendiri di tepi jendela apartemennya, menatap lampu-lampu kota yang berkedip-kedip di kejauhan. Sudah berbulan-bulan ia meninggalkan rumah, tetapi rasa rindu akan kehangatan keluarganya masih terus menghantui hatinya.

Ia mengambil kotak kecil di atas meja, yang kini tersisa setangkup rendang pemberian ibunya. Rendang yang perlahan-lahan telah ia simpan untuk saat-saat seperti ini, saat kesepian dan rindu terasa begitu pekat.

Dengan hati-hati, ia membuka tutup kotak itu dan aroma rendang yang khas langsung menyeruak, memenuhi ruang kecilnya. Aroma itu seketika membawa Fina kembali ke rumah. Ia mengingat api kecil di tungku kayu, tangan ibunya yang penuh kasih mengaduk rendang dengan sabar, dan tawa keluarganya yang hangat.

Potongan terakhir ini adalah rendang terakhir yang ia simpan. Sambil menggigit perlahan, ia merasakan kehangatan yang seolah-olah mengalir dari setiap suapan, melingkupi dirinya.

Di dalam mulutnya, rasa pedas dan gurih rendang begitu akrab, seolah-olah tangan ibunya sendiri yang menyentuhnya dalam tiap gigitan. Rendang ini bukan sekadar makanan, tetapi pelukan yang tak pernah bisa ia dapatkan di kota asing ini.

Seiring rendang itu habis, Fina menyadari satu hal yang selalu diajarkan ibunya: meski jarak jauh, rumah tetap ada di hati, selalu ia membawa setiap pelajaran dan cinta yang telah ditanamkan Maknya.

Selesai suapan terakhir, Fina mengusap air mata yang tak sengaja mengalir di pipinya. Dengan penuh rasa syukur, ia menyadari bahwa, di mana pun ia berada, keluarga dan tradisi yang mengalir dalam dirinya akan selalu menemani. Rendang terakhir itu, meski telah habis, telah meninggalkan rasa hangat yang takkan pernah benar-benar hilang.

Fina pun tersenyum, menatap langit malam yang sunyi, dan dalam hatinya, ia berbisik pelan, "Terima kasih, Mak. Aku selalu membawa rumah bersamaku."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun