"Kamu anak yang luar biasa, Aisyah. Ibu tahu kamu banyak berpikir, lebih dari yang kamu katakan. Itu bukan sesuatu yang salah." Ujar Bu Santi lembut. "Tapi kadang, suara yang keluar, meski sedikit, bisa sangat berarti. Terutama bagi kami, Nak. Gurumu."
Aisyah terdiam sejenak. Ia tahu, Bu Santi mengerti dirinya lebih dari orang lain. Di balik diamnya, ada begitu banyak hal yang ingin ia sampaikan. Tapi ia belum menemukan cara yang tepat.
"Ibu tidak meminta kamu untuk berubah, tidak juga memaksa kamu untuk berbicara lebih banyak. Tapi Ibu ingin kamu tahu, suaramu, sekecil apa pun, bisa mengubah sesuatu. Ketika kamu siap, Ibu akan mendengarkannya." Bu Santi tersenyum.
Nah, bagi kita guru, penting untuk memahami bahwa Aisyah seperti ini bukan tidak mau berbicara, melainkan ia lebih memilih untuk fokus pada pemikiran dan analisisnya sebelum mengungkapkan ide-idenya. Bu Santipun mulai beraksi menanyai Aisyah.
"Ibu lihat kamu banyak mencatat. Apa yang kamu catat, hmm? Tahu tidak. Serasa Ibu Santi melihat diri Ibu waktu sekolah dulu. Banyak sekali memori dan imajinasi di kepala Ibu." Aku terus mengorek sambil tersenyum.
"Bu Santi dulu awalnya malu-malu juga bercerita."
Takut dinilai aneh oleh Aisyah. Bu Santipun mulai bercerita masa kecilnya kepada Aisyah. "Catatan Ibu pasti dua tiap mata pelajaran. Satu buat nyatat yang  di papan tulis dan satu lagi buat nyatat tips, kiat, dan imajinasi dari pikiran Ibu sendiri."
Aisyah tersenyum kecil, senyum yang jarang terlihat. Dalam hatinya, ia merasa lebih dihargai daripada sebelumnya. Bu Santi memahami ada kekuatan dalam diamnya. Tapi juga memberi ruang untuk suaranya yang suatu saat mungkin akan terdengar.
Hari itu, Aisyah keluar dari kelas dengan perasaan yang berbeda meski belum berani bercerita kepada Bu Guru Santi. Ia tidak perlu memaksakan diri untuk berbicara lebih banyak dari yang diinginkannya.
Namun ia tahu jika suatu saat ia ingin menyuarakan pikirannya. Ketika itu ada yang akan mendengarkannya. Rasanya itu sudah lebih dari cukup.
Di balik kesunyian itu, Aisyah menyadari, suaranya akan muncul ketika waktunya tiba, dan ketika itu terjadi, dunia di sekelilingnya mungkin akan mendengar lebih dari sekadar kata-kata.