Ketika atasan memata-matai bahawan dapat berdampak kepada tekanan mental. Ketika guru berdiskusi dengan rekan kerja, lalu pembicaraan di sana diadukan kepada atasan merupakan lingkungan kerja toxic. Demikian juga ketika satu siswa melakukan pelanggaran, atasan dan guru bimbingan konseling merahasiakan ini kepada guru.
Ketika kasus di pihak atasan selesai, di pihak guru dan warga sekolah, baik siswa ternyata kasus belum selesai. Misalnya. Si A melakukan tindak kekerasan di sekolah. Si A meninju temannya hingga berdarah. Nyata di peraturan sekolah si A harus keluar karena tindak kekerasan poin 100. Poin 100 harus pindah sekolah.
Tapi pada kenyataannya si A tak diberi sanksi. Tetap sekolah. Lalu si B melakukan tindakan melanggar pula. Merokok di sekolah. Menjual rokok di sekolah. Mencas vape di kelas. Poin ini sama juga 100. Namun, atasan juga tak memberi sanksi. Tak melibatkan guru dan siswa lain.Â
Maka berkembanglah perilaku pelanggaran ini. Perilaku siswa dan atasan tentu menimbulkan tiga penyebab stres dan kasus mental kepada guru. Beban kerja bertambah, ruang kerja tak kondusif, guru, rekan kerja, dan atasan berkonflik.
Tanda-tanda Stres di Tempat Kerja
Beberapa tanda berikut bisa menjadi indikasi stres di tempat kerja:
Terjadi Penurunan Produktivitas KerjaÂ
Guru yang biasanya produktif dan penuh inisiatif tiba-tiba menjadi lesu, kehilangan semangat, dan bersikap membiarkan. Misalnya, siswa dibiarkan tidur di dalam kelas, siswa dibiarkan berkeliaran, siswa bermadalah tak ditangani.
Terjadi Perubahan Suasana Hati
Mereka yang terkena stres cenderung menjadi lebih sensitif, mudah cemas, atau bahkan cepat marah tanpa alasan yang jelas. Ketika guru membiarkan siswa dan mudah marah kepada siswa berarti guru sedang mengalami perubahan suasana hati.
Menarik Diri dari Lingkungan