Meskipun perbedaan zaman menjadi alasan utama dalam ketidakharmonisan hubungan mereka, banyak pakar psikologi berpendapat bahwa yang lebih penting di sini cara komunikasi dan pola asuh yang diterapkan oleh mereka selaku orang tua.
Perbedaan zaman sebenarnya bisa menjadi peluang sukses anak untuk saling belajar memahami, asalkan ada keterbukaan, pengawasan, Â dan empati dari kedua belah pihak.
Saya masih ingat si sulung saya ketika Sekolah Dasar dan SMP. Tahun 2008-2017. Kala itu belum membudaya android se keren sekarang. Saya memakai laptop dan modem mendampingi anak saya belajar.Â
Saya tak bisa matematika, Fisika, dan Bahasa Arab. Bersama si sulung saya kerja sama memanfaatkan browser pencarian. Saya cari soal berikut kunci jawaban ketiga pelajaran itu. Lalu saya sembunyikan kunci jawaban dan saya share dan catat soal untuk si sulung.
Alhamdulillah. Ia sukses ulangan harian dan latihan dengan gurunya di sekolah. Ia pun sukses Ujian Nasional (UN). Bahkan sukses masuk SMA impiannya lewat pemanfaatan teknologi ini. Kuncinya, temani mereka dalam memanfaatkan teknologi itu.
Hubungan dengan Orangtua: Refleksi Dirikah?
Berkaca pada diri sendiri perlu. Demikian juga hubungan orangtua dengan anak bisa menjadi refleksi penting bagi Ayah Bunda. Contoh, dulu sebagai anak, kita sering merasa tidak didengar atau dipahami oleh orangtua kita yang kelahiran 70 tahunan.
Meski begitu, seiring waktu dan kedewasaan kita terseleksi juga tetap sukses sebagai anak mereka. Namun, perspektif ini sudah berubah sekarang.
Saat ini menjadi orangtua, tantangannya dalam mengasuh anak yang beranjak remaja sangat besar. Dulu zaman kita kanak-kanak belum faham lawan jenis, skincare, seks dini, memeras, dan membully.
Semua masih alami. Ke sekolah, ke sawah, ke ladang, masih aman-aman saja. TV masih hitam putih. Namun anak kita hari ini sudah mengenal lawan jenis sejak mereka TK. Ada tontonan vulgar di android Ayah Bunda yang diam-diam mereka tonton.