Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Menulis Puisi Nak

24 September 2024   20:42 Diperbarui: 24 September 2024   21:16 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Mari Menulis Puisi, Nak! Foto Tempo Instituti.com

Memahami Unsur-Unsur Pembangun Puisi

Puisi salah satu bentuk karya sastra. Karya ini kaya akan keindahan bahasa. Untuk menciptakan puisi yang baik dan bermakna tentu memahami unsur-unsur pembangunnya.

Dalam sebuah puisi, ada lima unsur utama yang menjadi pondasi karya tersebut, yaitu majas, irama, kata konotasi, lambang, dan imaji.

Majas

Majas, gaya bahasa yang digunakan untuk memperkaya makna suatu ungkapan. Dalam puisi, majas dapat membantu penyair menyampaikan pesan dengan cara yang lebih mendalam dan kreatif.

Misalnya, dalam puisi metafora, kata-kata seperti “langit keruh” menggambarkan suasana yang suram, padahal kata "keruh" biasanya digunakan untuk air.

Majas-majas lain yang sering digunakan dalam puisi antara lain personifikasi, hiperbola, eufemisme, dan ironi. 

Personifikasi, misalnya, gaya bahasa yang memberi sifat manusia pada benda mati, seperti dalam kalimat "Langit menatapku ceria." Padahal langit tak punya mata, bestie.

Sedangkan, ironi digunakan untuk menyampaikan makna yang bertolak belakang dari apa yang sebenarnya terjadi. Tulisan jelek, "Duh, keren tulisanmu hingga aku tak bisa baca."

Irama

Irama adalah elemen penting dalam puisi. Irama memberi alunan yang teratur dan pengulangan bunyi yang menciptakan keharmonisan.

Penampilan puisi saat dibacakan juga akan lebih menakjubkan jika irama yang ada disesuaikan dengan makna yang terkandung dalam teks. Irama tidak hanya memberikan keindahan, tetapi juga mampu menekankan emosi yang ingin disampaikan oleh penyair.

Berikut adalah contoh irama puisi dalam satu bait:

Mentari pagi bangkit perlahan, 

Mengusir malam dengan sinaran terang,

Embun berkilau di ujung dedaunan,

Semesta terbangun, menyambut harapan.

Bunyi an dan ang mirip pada akhir kata puisi sehingga menimbulkanbunyi indah.

Kata Konotasi

Puisi sering kali menggunakan kata-kata konotasi. Kata yang memiliki makna kiasan atau tersirat.

Misalnya, kata "benteng" dalam frasa "kita berdiri bersama mencipta benteng kokoh" tidak hanya merujuk pada bangunan fisik, melainkan juga simbol kekuatan persatuan bangsa. 

Penggunaan kata konotasi membantu puisi menjadi lebih mendalam dan terbuka untuk interpretasi yang beragam.

Lambang

Lambang dalam puisi berupa elemen yang menggunakan tanda, gambar, atau kata tertentu untuk menyampaikan makna yang lebih dalam.

Misalnya, bunga sering dilambangkan sebagai keindahan, sementara warna merah sering melambangkan keberanian. Penggunaan lambang ini membuat puisi lebih kaya akan makna yang tersirat dan memberikan kesan kuat kepada pembaca.

Imaji

Imaji,  unsur yang digunakan untuk menggugah imajinasi pembaca atau pendengar sehingga mereka bisa "merasakan", "mendengar", atau "melihat" apa yang digambarkan oleh puisi tersebut. 

Kata-kata seperti "bersinar" dan "diterpa kehangatan" adalah contoh imaji yang mampu menciptakan gambaran visual dan sensoris yang jelas pada penikmat puisi.

"Wah, aku selalu terpesona pada puisi. Bagiku, puisi adalah seni yang mampu berbicara dalam bahasa yang tak terlihat. Ia menembus batas kata-kata biasa." Bisik angin.

Hari itu di pojok perpustakaan sekolah yang sepi aku dan angin duduk dengan sebuah pena di tanganku. Di pangkuanku ada kertas kosong seolah menantangku untuk menorehkan sesuatu yang bermakna.

"Apa kamu sudah pernah menulis puisi?" Tanya seorang angin yang tiba-tiba seolah duduk di sebelahku.

Aku mengangguk meski ragu. Sudah lama aku ingin menulis puisi, tapi tak pernah merasa cukup percaya diri.

"Kalau mau membuat puisi yang bagus," katanya sambil tersenyum, "kamu harus tahu dulu unsur-unsur di dalamnya. Seperti yang ku bilang di atas."

Dia lalu menjelaskan kembali satu persatu. Lalu ada irama. Dia melanjutkan penjelasannya tentang kata konotasi, lambang, dan imaji, membuat pikiranku semakin terbuka.

Kata-kata konotasi, misalnya, mampu menyembunyikan makna di balik lapisan kiasan. Lambang bisa memperkuat pesan, seperti bunga yang melambangkan cinta, atau merah yang melambangkan keberanian. 

Imaji, ah, itu yang paling membuatku tersentuh. Imaji mampu membawa pembaca seolah benar-benar hadir di dalam suasana yang digambarkan oleh puisi.

Setelah penjelasan itu, aku merasa lebih percaya diri untuk menulis puisi. Aku mulai menulis. Pena di tanganku memang seolah menari-nari di atas kertas, menciptakan sebuah dunia baru di antara kata-kata.

Di tiap kata yang kutulis, aku menyisipkan makna, irama, dan imaji. Puisi itu perlahan terbentuk, seperti melodi yang menenangkan hatiku.

“Jadi, sudah siap membaca puisi buatanmu?” Tanya angin itu lagi.

Aku menatap kertas di tanganku. Kali ini, aku merasa siap. Aku tahu, puisi ini cerminan perasaanku yang terdalam, dan kini aku tak takut lagi membiarkan orang lain melihatnya.
---

 Bahasa dalam Puisi Kita

Majas tentang bahasa kias penuh makna,  
Ada langit keruh bercerita tentang jiwa,  
Ada sungai tak lagi sendiri di sana,  
Kiasan itu menyatukan dua dunia.

Personifikasi datang bicara lembut,  
Langit menatapku ceria dan lembut,  
Matahari mengintip malu-malu imut,  
Di balik dedaunan, ia tersenyum imut.

Hiperbola mengangkat suara bergema,  
Teriak langit menyimpan berton air mata,  
Namun eufimisme datang memperhalus jiwa, Tunawisma pun butuh perhatian dan cinta.

Ironi terselip di antara perkataan,  
"Begitu santun," seru dalam teriakan,  
Majas berperan dalam setiap larikan,  
Mengubah sederhana menjadi luar pikiran.

Irama menyusun langkah-langkah nyata,  
Bunyi berulang membawa jiwa,  
Konotasi terlukis di setiap kata,  
Benteng kokoh menjadi lambang bangsa.

Bunga mekar di halaman cintamu,  
Merah berani, melawan waktu,  
Imaji hadir di setiap katamu,  
Bersinar hangat, menghantar angan jauhku.

Puisi berbicara lebih dari kata sayang,  
Menggenggam makna di balik lambang,  
Mari coba, mari baca bersamaku sayang,  
Biarkan indahnya membawa kita terbang.

Mari Menulis Puisi Nak!
---

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun