Hiperbola mengangkat suara bergema, Â
Teriak langit menyimpan berton air mata, Â
Namun eufimisme datang memperhalus jiwa, Tunawisma pun butuh perhatian dan cinta.
Ironi terselip di antara perkataan, Â
"Begitu santun," seru dalam teriakan, Â
Majas berperan dalam setiap larikan, Â
Mengubah sederhana menjadi luar pikiran.
Irama menyusun langkah-langkah nyata, Â
Bunyi berulang membawa jiwa, Â
Konotasi terlukis di setiap kata, Â
Benteng kokoh menjadi lambang bangsa.
Bunga mekar di halaman cintamu, Â
Merah berani, melawan waktu, Â
Imaji hadir di setiap katamu, Â
Bersinar hangat, menghantar angan jauhku.
Puisi berbicara lebih dari kata sayang, Â
Menggenggam makna di balik lambang, Â
Mari coba, mari baca bersamaku sayang, Â
Biarkan indahnya membawa kita terbang.
Mari Menulis Puisi Nak!
---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H