Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Tips Guru dalam Mengelola Emosi Anak

11 Juli 2023   05:21 Diperbarui: 11 Juli 2023   14:27 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awal memulai pelajaran, hal pertama yang harus saya lakukan adalah mengubah pola pikir mereka. Mindset bahasa kerennya.

Pola Pikir atau Kerangka Berpikir mereka tak boleh liar. Harus fokus kepada saya bila saya ingin didengar, dihargai, dan mau melakukan apa yang saya suruh tanpa merasa dongkol. Dongkol? Ya, remaja seusia SMP ini sangat mudah mendongkol.

Sebab, anak seusia mereka biasanya masih labil. Mereka belum memiliki skil atau keterampilan mengelola emosi. Seperti kejadian baru-baru ini. Siswa R yang membakar sekolahnya. Padahal baru berusia 14 tahun, lho.

Wajar mereka labil sehingga emosi marah dan curiga mendominasi mereka karena banyak orangtua di zaman ini tak mau berubah. Mengubah cara memperlakukan anak mereka di rumah. 

Mereka bertahan dengan pola asuh lama. Anak harus tahu diri sebagai anak. Anak harus bersedia disuruh-suruh. Bahkan di sekolah, anak harus patuh dan diam di kelas. Barulah kelas dianggap standard baik. Ngeri.

Pun bìla anak cabut di kelas jam mengajar guru, guru mengadu ke wali kelas, bukan menyelesaikan masalahnya berdua dengan si murid cabut. Padahal logikanya, anak cabut sedang protes tentang sesuatu kepada gurunya.

Bisa jadi pula si anak sedang ada masalah dengan motivasi atau sopan santunnya. Maka sejatinya guru bersangkutanlah yang memanggil siswanya. Musyawarah atau diskusi berdua dengan anak. Mengapa kamu cabut? Lalu apa solusinya?

Namun, bila anak sudah diajak diskusi, masih saja cabut barulah kita ajak wali kelas untuk berdiskusi. Bila lebih dari dua kali dalam mata pelajaran kita, ia cabut. Pantas guru dan wali kelas ke ruang Bimbingan Konseling atau BK. Mungkin mereka perlu penanganan khusus.

Kemudian kita guru punya PR, mengusahakan agar kasus cabut, siswa kesal, siswa marah, dan melakukan tindakan anarkis seperti siswa R tak terulang lagi.

Bagaimana caranya? Ya, kita guru pun musti ikhlas bertemu mereka. Kita harus sadar bahwa murid adalah sumber mata uang kita. Kita butuh mereka.

Saya masih ingat guru saya di Sekolah Dasar. Setiap beliau marah, selalu bilang, " Saya PNS. Saya digaji pemerintah. Tanpa kamu semua pun gaji saya akan tetap turun."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun