Pengaturan Pemutusan Hubungan Kerja itu termaktub dalam Pasal 81 angka 42 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang memuat Pasal 154A ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) berbunyi:
(1) Pemutusan Hubungan Kerja dapat terjadi karena alasan:
"Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan perusahaan yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian;"
Misalnya, pengusaha sedang mengalami kesulitan di perusahaannya. Untuk meminimalisir kerugian, tentu berdampak pada jumlah pekerja. Nah tak jarang kesulitan itu berdampak langsung kepada pekerja. Pemberi kerja terpaksa melakukan PHK demi mengurangi cost pembayaran upah atau efisiensi di atas.
Ketiga, Perusahaan tutup yang disebabkan karena Perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (Force majeur).
Force majeure merupakan tiba-tiba keadaan yang muncul atau terjadi setelah para pihak membuat suatu perjanjian.
Keadaan tersebut menjadi penghalang bagi salah satu pihak untuk memenuhi prestasinya, misalnya terjadi kerusuhan, huru-hara, pemogokan, pelambatan, penutupan atau kekacauan. Bom Bali tanggal 12 Oktober lalu.
Omzet hotel-hotel menurun drastis hingga perusahaan merugi. Para pemberi kerja di hotel menanyakan, bolehkah mengajukan PHK dengan alasan Force Majeur dan dengan demikian pesangon yang diberikan adalah 1X Kepmen saja. Sekarang terjawab dengan UU Cipta Kerja ini.
Keempat, Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang, Perusahaan pailit
Saat ini, ketidakmampuan membayar utang akibat kebangkrutan adalah persoalan yang sering terjadi di kalangan para pengusaha. Misalnya, tahun 2017 lalu terdapat sekurang-kurangnya 8 (delapan) perusahaan Indonesia yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Ketidakmampuan membayar utang-utang yang sudah jatuh tempo. Akibat putusan pailit terhadap perusahaan-perusahaan itu tak hanya dirasakan para pengusaha, juga pihak-pihak lain yang bersangkutan atau para stakeholder, karyawan, konsumen, supplier, dan masyarakat serta Kreditur.