Pram melakukan semua dengan enjoy. Ia tak pernah mengeluh meski pekerjaannya dua kali lipat lebih berat. Ko Taher pun menyerah. Ia pun membagi ilmu berdagangnya dengan Pram. Tak tanggung-tanggung, Ko membuka cabang toko untuknya. Setiap hari, ia musti setor dua kali lipat dari toko yang sudah lama berdiri.
Nasib mujur, Pram menyanggupi. Hingga ia bisa pula mengembalikan semua modal Ko Taher. Tentu saja kesuksesan itu mendapat sambutan hangat dari Ko Taher. Apalagi Pram tak bersedia mengklaim toko itu  menjadi miliknya. Ia tetap rendah hati menjadi orang gajian, Ko.
"Pram! Udah mau adzan. Ayuk berwudhu lagi," ajak salah satu ustadz di sana. Pram kaget kala itu dan langsung berdiri.
Subuh itu terakhir Pram di masjid itu. Sudah 6 bulan ia mondok bersama beberapa preman yang dikumpulkan ustadz Azam kakak kandung Ko Taher di pondoknya. Beliau sudah meminta Pram tinggal lebih lama. Tapi melihat Vella pagi itu, menyadarkan Pram bahwa ia tak boleh berlama-lama di situ.
Luka yang ditorehkan istri keduanya Tinuk perlahan pupus, manakala ia tahu bahwa Vella istri pertamanya telah tertipu di Kota BKL. Uang 1 M yang ia larikan ternyata tak bermanfaat baginya. Sekarang ia menjadi tukang masak di pondok itu.
Pram bertekad pada dirinya akan ikhlas melepas Tinuk istrinya dan anak dalam kandungan Tinuk. Toh itu anaknya. Selamanya. Kata ustadz Azam, anak itu akan mencari dirinya kelak. Begitu penjelasan pimpinan pondok itu.
"Ayo bung! Kita shalat." Lagi Ustadz Esa membuyarkan lamunannya di subuh terakhir itu.
"Hmmm--- " jawab Pram malu. Sudah dua kali ia tertangkap melamun. Tiba-tiba ia ingat Ayunda mantan kecilnya. Putri mamak (om)nya yang pintar itu. Â Ayunda hobi sekali melamun. Katanya lewat lamunan ia bisa mendapatkan jawaban PR, ia bisa bikin puisi, cerpen, dan mencoba bikin novel.
'Ah, sekarang Ayunda pula yang mengganggu imajinasinya. Busyet!' Pram tersenyum dan sedikit berlari mengejar ustadz Esa pagi itu.
Mereka pun bersama santri shalat sunah sebelum subuh dan dilanjutkan shalat sbuh berjamaah. Ustadz Esa tampil imam pagi yang sejuk itu. Suaranya merdu mendayu. Bunyi tangis berhamburan ketika ia melafalkan, Â wa ummihi wa abih --- sebagai bagian dari Surah Abasa.
Usai sarapan, Pram pamit dan menenteng tas besarnya. Ia pun menemui Tek Nurma (Tante Nurma), adik mama Vella.