Stelan dan fashionnnya demikian memikat. Bahasa kesehariannya pun sangat sopan, santun, dan elegan. Bila ia presentasi, semua wanita terpikat dibuatnya. Juga Vella. Soni lebih keren berlipat-lipat dari mantan suaminya, Pram.
Duh, penipu bertemu penipu. Itulah akhir kisah kejayaan Vella. Kandas semua dalam waktu satu tahun. Kini ia menjadi tukang masak di sebuah sekolah berasrama. Untunglah eteknya mau menampungnya.
Sayup terdengar suara adzan. Vella pun shalat subuh. Ia shalat di kamar saja bersama rekan satu pekerjaan dengannya. Usai shslat mereka membaca Al Quran. Barulah bersiap-siap menyambut anak-anak makan. Setengah jam, acara makan dan beres-beres selesai.
"Bu Vella. Nanti ke ruangan kepala asrama putra, ya. Tolong antar makanan ke ruangan saya. Kebetulan Bu Marni izin. Anaknya sakit." Ustadz Azam kepala asrama putra menegurnya.
Vella menoleh. Kemudian menunduk. "Baik Ustadz," angguknya sambil merapikan cadarnya. Ia trauma sebetulnya bertemu lelaki. Maka, sejak di dapur dan bekerja sebagai tukang masak di pesantren ini, ia memakai cadar bila keluar dari dapur.
Ia bahkan trauma bertemu dengan pihak luar. Serasa akan ada yang mengenalinya. Melaporkannya kepada mantan suaminya. Takut juga bertemu nasabah yang belum menagih pengembalian kriptonya. Duh, ruang gerak Vella memang sempit.
Syukurnya tak ada larangan memakai cadar di pesantren ini. Iapun bersama rekannya Desi mengantar makanan ke ruang Ustadz Azam kepala asrama putra. Dughhh ahhh. Deg---deg---deg---dughh.
Jantungnya berpacu tak berirama seperti jarum jam lagi. Ia membelalak melihat sepotong wajah tampan nan berseri mirip Brad Pit itu. Kaget bukan main melihat dengan siapa Ustadz Azam bercengkrama.
Vella tak kuasa lagi. Kepalanya mendadak berat. Seperti berpuluh ton besi menghantam. Ia pingsan. Semua menjadi gelap. Segelap warna gamis dan cadarnya. " Ibu Vella! " Teriak Ustadz Azam.
"Bu Desi! Panggil umi-umi pembimbing untuk menggotong. Bawa tandu sekalian." Seru Ustadz Azam. Ia tak mungkin menggotong Vella. Bukan muhrimnya.
Sementara Pram di sampingnya, kaget bukan main mendengar Ustadz Azam, kakaknya Ko Taher menyebut nama Vella. 'Vella! Novellakah itu? BKl?' Ingin bertanya segan.Â