Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dosen Mengklaim Penelitian Mahasiswa Terkuak Juga, Sabar, Berikut Tips Menghadapinya!

17 Februari 2023   16:08 Diperbarui: 17 Februari 2023   17:38 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dosen Mengklaim Penelitian Mahasiswanya Terkuak Juga, Sabar, Berikut Tips Menghadapinya. Ini sudah fenomena tersembunyi sejak dulu kala.

"Gampang ini mah.. kemenristek tinggal revisi aturan/se yg sdh ada menjadi "lulusan program sarjana wajib mempublikasikan skripsi sebagai penulis utama"

"Kirain yg nyontek tu hanya pelajar...ternyata di tingkat yg lebih tinggilun juga ada yg nyontek...."

"Akal-akalan Dosen Klaim Skripsi Mahasiswa di Jurnal Internasional Demi Gelar Guru Besar"

Demikian 3 komentar pembaca saya kutip dari kompas.com. tentang klaim dosen atas skripsi mahasiswanya di salah satu perguruan tinggi.

Akhirnya penderitaan mahasiswa selama ini tentang skripsi terkuak juga. Begitu banyak teman mahasiswa gagal wisuda, akhirnya memilih menikah akibat ulah dan kurenah si dosen.

Ketika saya berkunjung ke sebuah kantor kementerian, saya bertemua orang tua murid saya. Kami sudah lama tak jumpa. 3 anak beliau, saya ajar di SMP.

Kemudian, saya bertanya, "Bagaimana anak bujangku, sudah wisuda, Pak?"

Beliau melenguh, "Yang nomor dua atau nomor 1, Buk Yus?" Jawab beliau.

"Nomor 1. Si nomor 2 sudah wisuda. Kami sudah jumpa dan sudah saya ucapkan selamat." Jawabku sambil tersenyum ramah.

Beliau pun bercerita, sudah 3 draf usulan skripsi putranya. Namun, ketiga draf itu diminati si oknum dosennya. " Coba cari judul lain!" Terpaksa mencari judul baru lagi dan membuat draf baru lagi. Hingga si sulung terhalang wisuda. Draf ke-4 baru di-ACC dan boleh dilanjutkan.

Demikian juga anak tetangga saya, si dosen meminta anaknya yang cantik nikah siri, barulah draf skripsi akan di ACC. Lucu dan miris memang kurenah para oknum dosen itu. 

Begitu juga salah satu teman saya harus pindah kuliah karena si oknum dosen naksir kepadanya. Hingga satu mata kuliah tak lulus-lulus. Selagi ia belum mau menerima pinangan si dosen, ia takkan bisa wisuda. Begitu ancaman dosen itu.

Serasa tak percaya. Namun, setelah semua teman mengajar di sekolah bercerita tentang derita mereka dalam menyusun skripsi, barulah saya manggut-manggut antara yakin dan kurang yakin.

Harian Kompas pun ternyata ikut menemukan fakta dosen senior yang mengklaim skripsi mahasiswanya sebagai tulisannya. Skripsi mahasiswa itu saat dimasukkan ke jurnal internasional demi gelar guru besar, Jumat (10/2/2023).

Duh, ribet kasus si oknum dosen ini. Mencoreng pendidikan tanah air saja. Klaim tersebut dilakukan dengan menuliskan nama dosen calon guru besar itu di artikel yang dimuat di jurnal internasional. Isi artikel tersebut ternyata identik dengan skripsi si mahasiswa.

Praktik ini terjadi di Universitas Esa Unggul (UEU) Jakarta. Seorang petinggi di kampus yang berinisial AKAP ditulis sebagai peneliti pertama dalam sebuah artikel internasional.

Artikel yang dipublikasikan oleh jurnal Multidisciplinary Digital Publishing Institute (MDPI) Swiss tanggal 23 Januari 2023 itu sama persis dengan skripsi mahasiswa S1 UEU berinisial RAS.

Di sebuah sekolah juga saya temui petinggi kantor menulis namanya di atas sekali pada sebuah buku bahan ajar siswa. Barulah diikuti nama guru binaan beliau, dan diikuti dua nama rekan saya. Padahal, dua rekan sayalah yang jungkir balik membuat buku bahan ajar tersebut. Hebohlah guru-guru di saat itu.

Namun, apalah daya, guru tak bisa protes akibat birokrasi yang kaku. Petinggi kantor itu menulis namanya pertama dan petinggi UEU di artikel jurnal MDPI, dosen AKAP juga tercatat sebagai penulis utama. Duh mirisnya.

Penulis pertama sebuah jurnal ilmiah sejatinya tentu principal investigator atau orang yang kontribusinya paling besar dalam karya ilmiah. Mahasiswa, RAS misalnya dan dua rekan saya, hanya ditulis sebagai penulis diurutan terakhir walaupun materi di jurnal MDPI itu persis dengan isi skripsinya dan dua rekan itulah yang jungkir balik bikin modul.

Sistem penelitian ilmiah memang mudah diplagiasi karena teori dan referensinya kaku. Kerangka teoritisnya berputar di buku itu itu saja. Sehingga klaim atas penelitan rentan sama. Logikanya, skripsi RAS mungkin dijadikan dasar artikel si dosen, tetapi dengan objek penelitian, kuisioner berbeda, dan masalah berbeda.

Pun ketika mahasiswa melakukan konsultasi skripsi banyak kegaduhan yang terjadi. Mahasiswa dilecehkan oknum dosen hingga mahasiswa diajak nikah siri. Di sebuah perguruan tinggi swasta di kota kami malah muncul slogan, 'mudah masuknya, tapi susah keluarnya.

Giliran masuk perguruan itu mudah, namun ketika keluar susah. Susah wisuda karena kasus skripsi tak tuntas-tuntas. Seperti cerita saya sebelumnya, anak teman saya kuliah di sana. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Mungkin ada 20 kali ia melewati siklus konsultasi skripsinya. Menangis dan berputus asa.

Lalu mereka datang ke rumah saya untuk konsultasi, maka saya pun membimbing dengan sabar. Saya sampaikan tips menghadapi dosen, bahwa:

Pertama, bimbingan skripsi itu sama sperti tatap muka dalam belajar. Harus pertemuan sekian kali agar ada honor si dosen. SOP bimbingan skripsi itu ada sesuai keputusan akademik kampus, 15x pertemuankah bimbingan 1 skripsi atau 25 x? He he he.

Setiap pertemuan itu tentu ada absennya, ada bukti fisik, dan dosen ada honornya. Cuma persis berapa kali harus tatap muka tentu rahasia kampus dong. Syukurlah teman saya suami istri paham dan tenang setelah saya beri pengertian tersebut.

Mereka dengan sabar mengantar jemput anaknya bimbingan.

Kedua, semua file bimbingan skripsi tetap simpan di folder sesuai jadwal bimbingan. Bila dosen pembimbing 1 simpan di folder pembimbing 1 pertemuan 1. Begitu juga folder dengan pembimbing 2, simpan di folder pembimbing 2 di pertemuan 1.

Nanti ketika bimbingan pertemuan kedua, satukanlah draf pendapat pembimbing 1 dan 2 di folder baru. Ketika melakukan bimbingan jangan pernah berkata, "Bu, ini sudah saya perbaiki seperti permintaan ibu di bimbingan pertama."

Tak perlu mengucapkan kalimat itu. Sertakan saja yang terbaru dan lampirkan draf yang lama yang sudah dicorat-coret dosen tersebut.

Biarkan dosen membaca dulu. Biasanya dosen akan bolak-balik ke konsep pertama. Oleh sebab itu file draf skripsi simpan di folder berbeda-beda. Kasih kode sesuai hitungan konsul.

Yah. Jika kita dapat dosen intelek, bisa jadi hanya 16x bimbingan sudah kelar. Dosen pembimbing 2 orang, berarti kita menyimpan draf skripsi 16 file x 2 =  32 file. Wkwkwkkkk.

Bila dosen melakukan bimbingan 20x berarti 20 draf file x 2 pembimbing = 40 file. Percayalah. Metode ini akan membuat kita mudah meperbaiki coretan-coretan dan kritikan-kritikan dosen. Malah kita akan ketawa" Bukannya ini sudah aku tulis di draf 1? Wkkk wkkk."

Dalam hati saja komennya dan tertawanya. Tinggal salin dan hapus, bukan?

Apa susahnya menyimpan file sebanyak itu itu karena yang menyimpan laptop atau notebook kita. Bukan kepala kita. Eits, prin tentang coretan saja, dan cukup fotokopi untuk yang tak bercoret. Nah, tetap bisa digandakan 2 rangkap dengan fotokopi. 

Yang dicoret saja yang diketik ulang. Ada juga dosen yang baik yang ngasih ide ini kok. He he he." Ketik halaman salah saja, Yus! Pisahin yang salahnya ya. Tapi tetap dibawa saat bimbingan," Duh sejuk kan?

Konyol juga bila kita hanya menyimpan di satu folder perbaikan. Giliran dosen memutarbalikkan data, kamu pusing harus ketik ulang lagi dari awal. Emang sih ini butuh kreativitas.

Ketiga, dosen itu manusia biasa juga. Manalah beliau ingat persis apa yang sudah diprotesnya di setiap bimbingan. Jadi, sabar saja. Ikuti saja berapa kali pun beliau mengajak konsultasi. Anggap silaturahmi.

Dengan silaturahmi itu dan dengan pengulangan-pengulangan perbaikan skripsi itu, akan memudahkan kita pada saat kompre atau menghadapi ujian skripsi. Di kompre inilah pertandingan lebih berat lagi. Terjadi beda pendapat antara pembimbing dengan penguji.

Saya masih ingat, salah satu dosen penguji mengatakan ini kepada rekan sesama dosennya ketika saya selesai diujinya, "Dengan saya seharusnya, ia tak lulus itu ujian skripsi." Duh sedih banget mendengarnya. Masak sih seorang pendidik berperilaku dan berkata seperti itu.

Syukurnya kan saya lulus. Nilai A. He he he. Kadang kala ocehan semacam inilah yang menghiasi perjalanan kita dalam meraih cita-cita. Kudu sabar. Meski dosen saya berkata seperti itu, saya sabar. Akhirnya pihak kampus mengajak saya juga menjadi tenaga pengajar di sana. 

Saya sempat juga menjadi dosen, sejajar dengan dosen saya itu. Saya pun pernah menjadi guru pamong mahasiswa PPL di bawah bimbingan beliau. 

Roda berputar, kita tak boleh sombong. Meski dosen lebih tinggi dari mahasiswa. Tanpa ada mahasiswa apalah guna dosen. Tanpa ada siswa apalah guna guru. Kita setali mata uang saling membutuhkan satu samalain. Ibarat rantai makanan.

Kemudian, skripsi setelah diserahkan kepada pihak kampus, skripsi menjadi wewenang kampus dan dosen atau stakeholder di perpustakaan kampus. Nah, skripsi itu bisa menjadi referensi buat siapapun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun