Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Aku dan Pikiranku tentang Pram

7 Februari 2023   04:49 Diperbarui: 7 Februari 2023   05:07 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ane, temani gua ke Padang, ya."

"Kapan?"

"Senin."

"Ngapain?"

"Ke rumah sodara gua. Antar kiriman. Sekalian ke rumah dosen pulangin buku."

Begitulah janjiku dan temanku Ane. Senin kami berangkat ke Padang. Naik ANZ. Duduk nyaman berdua, kebetulan. Karena perguruan tinggi negeri masih libur, bus, kebetulan lapang.

Biasanya, kami paling kebagian berdiri dan sesekali menjadi korban copet di atasnya. Modus tukang copet emang jitu. Pada saat bus menurunkan penumpang, ia pura-pura memepet punggung kita. Seolah melapangkan jalan untuk penumpang turun.

Awalnya aku nikmati saja sempit begitu. Hingga pas turun, aku sudah mendapati tas bahuku rusak resletingnya. Diperiksa isinya, uang 10 ribu pun sudah raib. Duh, sial banget tuh copet. Gercep banget reaksinya.

Pas nyadar uang hilang, aku menatap copet itu. Aku tahu siapa di belakangku berdiri. Ya, itu cowok di depan sana dengan jacket bulu di bahunya. Ia balik menatapku, membelalak sambil menghardik, "Apa lihat-lihat?"

Duh, berengseknya tuh copet. Duit gua diambil dan eh, guapun dihardik. Kasihan sekali diriku hari itu. Sial banget, dah. Yah, itu pengalaman pertamaku naik bus. Aku tandai tuh tukang copet. Bakal gua kerjain sesekali bisikku dalam hati.

Akupun memindai copet itu. Rambut lurus, belah tengah. Pipi mulus putih. Badannya tak terlalu lebar dan tak terlalu kecil. Tinggi tubuhnya standar cowok Indonesia, 165- anlah. Pasti tak sampai 170-an.

Sekilas mirip anak kuliahan karena penampilan bersih dan rapi. Tapi tahunya nyopet. Kemudian, dari teman aku Ida, tahu kalau mereka sindikat 'anak bola' itulah gelar untuk mereka. 'Anak bola.' Pura-pura jadi penumpang seperti mahasiswa, lalu nyopet.

Uang jajan dapurku raib sudah untuk dua minggu ke depan. Kala itu uang jajan anak kuliahan untuk masak dan snack, ya baru 5 ribu seminggu. Sial banget dah. Terpaksa aku harus nginap di rumah Ni Desi nanti, tolongin dia bikin tugas kuliah. Duh, terkurung deh selama dua minggu.

Dari dulu sistem bantu teman bikin tugas emang sudah ada. Lumayan bisa makan gratis dan jajan gratis. Cuma, gak nyaman musti mengikuti uni (kakak) ke mana aja. Serasa mirip ajudan. He he he.

Tiba-tiba aku ingat Pram, sesekali ia masih datang ke kosan. Pura-pura bertamu. Ngobrol jika tak ada mami kos. Terpaksa mampir doang bila ada mami. Jika Pram mampir bawa oleh-oleh. Bisa jeruk atau apel merah.

Nah, biasanya di sela-sela buah itu ia selipkan uang 5 ribuan empat. Tak tahu maksudnya apa. Kenapa 5 ribuan empat? Mungkin dijatah 5 ribu seminggu kali. Satu bulan kan 4 minggu lebih sikit. Bisa jadi.

Biasa uang itu aku pakai karena Pram masih saudaraku, tepatnya ponakan ayahku. Meski ia mantan masa kecilku. Cinta monyet yang lucu hanya sekedar traktir-traktiran seperti teman SMPku.

Nah, sekarang Pram tak pernah datang lagi. Ini persoalannya. Apa ia sudah lelah? Atau mungkin sudah menikah? Kok ayah tak cerita ketika kunjungan, ya?

Baru-baru ini, baru ketahuan, kenapa Pram tak datang. Kata salah satu teman kosku, Ida, "Pram dilarang mami kali, Yunda. Soalnya, gua pas pulang kuliah lihat mami lo sedang asyik ngobrol dengan Pram."

"Saat gua intip dari jauh, Pram balik kanan , kucel gitu deh wajahnya. Ia kecewa kayaknya. Ia lirik gua dikit, terus langsung pulang mungkin." Lanjut Ida berandai saat itu.

Aku menarik nafas lega, "Syukurrr.....'

Bughhh. Tuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuut. Tut tut tut tut tut.

"Aduh, pinggulku sakit, Ane!" Rintihku di atas batu-batu keras atribut rel kereta api. Ane sahabatku menarik dan memelukku hingga jatuh. Baru aku sadar mengapa ia kasar, ternyata aku sudah berdiri sambil berkhayal di atas rel kereta api simpang kampus itu.

Duh, malu sekali. Ketika aku melihat semua orang menatap kami. Di simpang ini banyak kedai kopi tempat nongkrong. Mereka semua nampak cemas dan berubah lega.

Aku dan Pikiranku tentang Pram hampir mengantarkanku ke dunia lain. Di simpang kompleks Singgalang menuju kampus ini memang sering terjadi kecelakaan tertabrak kereta. Ternyata saat di atas rel, kita tak mendengar suaranya datang.

"Bacarito jan di ateh rel, diak!" Teriak seorang Bapak.

(Bercerita jangan di atas rel, dek)*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun