Akupun memindai copet itu. Rambut lurus, belah tengah. Pipi mulus putih. Badannya tak terlalu lebar dan tak terlalu kecil. Tinggi tubuhnya standar cowok Indonesia, 165- anlah. Pasti tak sampai 170-an.
Sekilas mirip anak kuliahan karena penampilan bersih dan rapi. Tapi tahunya nyopet. Kemudian, dari teman aku Ida, tahu kalau mereka sindikat 'anak bola' itulah gelar untuk mereka. 'Anak bola.' Pura-pura jadi penumpang seperti mahasiswa, lalu nyopet.
Uang jajan dapurku raib sudah untuk dua minggu ke depan. Kala itu uang jajan anak kuliahan untuk masak dan snack, ya baru 5 ribu seminggu. Sial banget dah. Terpaksa aku harus nginap di rumah Ni Desi nanti, tolongin dia bikin tugas kuliah. Duh, terkurung deh selama dua minggu.
Dari dulu sistem bantu teman bikin tugas emang sudah ada. Lumayan bisa makan gratis dan jajan gratis. Cuma, gak nyaman musti mengikuti uni (kakak) ke mana aja. Serasa mirip ajudan. He he he.
Tiba-tiba aku ingat Pram, sesekali ia masih datang ke kosan. Pura-pura bertamu. Ngobrol jika tak ada mami kos. Terpaksa mampir doang bila ada mami. Jika Pram mampir bawa oleh-oleh. Bisa jeruk atau apel merah.
Nah, biasanya di sela-sela buah itu ia selipkan uang 5 ribuan empat. Tak tahu maksudnya apa. Kenapa 5 ribuan empat? Mungkin dijatah 5 ribu seminggu kali. Satu bulan kan 4 minggu lebih sikit. Bisa jadi.
Biasa uang itu aku pakai karena Pram masih saudaraku, tepatnya ponakan ayahku. Meski ia mantan masa kecilku. Cinta monyet yang lucu hanya sekedar traktir-traktiran seperti teman SMPku.
Nah, sekarang Pram tak pernah datang lagi. Ini persoalannya. Apa ia sudah lelah? Atau mungkin sudah menikah? Kok ayah tak cerita ketika kunjungan, ya?
Baru-baru ini, baru ketahuan, kenapa Pram tak datang. Kata salah satu teman kosku, Ida, "Pram dilarang mami kali, Yunda. Soalnya, gua pas pulang kuliah lihat mami lo sedang asyik ngobrol dengan Pram."
"Saat gua intip dari jauh, Pram balik kanan , kucel gitu deh wajahnya. Ia kecewa kayaknya. Ia lirik gua dikit, terus langsung pulang mungkin." Lanjut Ida berandai saat itu.
Aku menarik nafas lega, "Syukurrr.....'