Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Sistem Peradilan Anak, Cukup dengan Diversi dan Restoratif Justice Saja?

30 Januari 2023   10:16 Diperbarui: 5 November 2023   19:53 1048
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi peradilan. (sumber: shutterstock via kompas.com) 

"Sistem Hukum Pidana kita saat ini memang perlu memasuki babak baru sesuai keadaan dan perkembangannya anak dan remaja saat ini."

Diversi

Diversi merupakan pengalihan proses pada sistem penyelesaian perkara anak yang panjang dan sangat kaku. Bisa berupa mediasi, dialog, atau musyawarah. Diversi merupakan bagian yang tidak terpisahkan untuk mencapai keadilan restoratif.

Restoratif Justice

Prinsip dasar restorative justice merupakan adanya pemulihan untuk korban yang menderita akibat kejahatan dengan memberikan ganti rugi kepada korban, dengan perdamaian, atau pelaku melakukan kerja sosial.

Bisa juga dalam bentuk kesepakatan-kesepakatan lainnya atau musyawarah untuk mufakat.

Menilik banyaknya kasus tindak kriminal yang dilakukan anak zaman sekarang ini, memang dilema. Jika dihukum tak mempan hukum karena terkategori di bawah umur. Namun, jika dibiarkan, mereka sudah melakukan pelecehan, bullying, bahkan penghilangan nyawa temannya.

Seperti kasus pengeroyokan di Bandar Lampung, setelah tujuh bulan berlalu, barulah misteri tewasnya AP (13), pelajar SMP di Lampung Barat bisa terungkap. 

Proses penyelidikan atas misteri tewasnya pelajar itu sempat terhambat karena minimnya informasi. Korban ditemukan saat itu tewas di Sungai Way Kabul, pada Rabu, (6/1/2022).

Akhirnya, polisi menangkap semua pelaku yang terlibat dalam kematian AP. Enam remaja seusia korban yang ditangkap, RA (13), DP (14), DM (15), RC (13) dan R (13), serta TJ alias ST (13). Semua di bawah umur.

Bagaimana tanggapan Kompasianer? Bagaimana tanggapan kita mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak berusia remaja itu?

Apakah kejadian pengeroyokan di Lampung itu masih bisa kita anggap sebagai "kenakalan" remaja? Apa dan adakah batasan antara kenakalan dengan kriminal?

Demikian pula beberapa waktu lalu, ada dua remaja usia 17 dan 14 tahun,  nekad ingin menjual organ tubuh bocah berusia 11 tahun. Mereka membunuhnya.

Ada pula seorang anak perempuan yang duduk di bangku TK, dicabuli tiga anak SD. Duh, akibat kejadian ini, korban mengalami trauma. Ia enggan ke sekolah dan keluar rumah untuk sekedar bermain. Betapa malu dan malangnya anak TK itu. Saya saja yang bukan ibunya, ketika menulis ini meneteskan air mata.

Bila hanya Diversi dan Restoratif Justice yang kita pakai menangani ini, tentu akan banyak lagi kejadian-kejadian serupa dengan kasus yang berbeda yang lebih nahas lagi yang akan terjadi. Sayangnya, di antara kita tak tahu mesti harus berbuat apa. Undang-Undangpun mandul tak bisa diterapkan.

Saya masih ingat, ketika saya memproses murid saya. 12 orang mereka cabut dari asrama sekolah. Namun, di antara 12 orang itu tak ada anak bernama Zehal.

Zehal ini terkenal paling badung di antara siswa di sekolah. Lalu saya tanya mereka. Mengapa Zehal tak ikut cabut? Mereka menjawab dengan cerdas, " Zehal tak boleh cabut lagi, Bu?" Jawab mereka.

"Mengapa?" tanya saya.

"Jika Zehal, cabut, buldozer, dan tank perang yang akan menjemputnya ke pasar, Bu!" kata mereka.

"Maksudmu, dia sudah mencapai batas poin?" tanya saya.

"Benar, Bu. Sekali lagi saja Zahel cabut atau melanggar di asrama, maka ia akan dikeluarkan." Jawab mereka.

Demikian cerdas mereka menyiasati kenakalan mereka. Mereka lindungi teman mereka yang ada pada posisi terancam itu. Nasib di ujung tanduk.

Nah, demikian jugalah anak-anak di luar sana. Mereka akan belajar dari kasus temannya. Tuh, teman aku tak diapa-apain kok memerkosa. Kata mereka manakala melihat hasi Diversi dan Restoratif Justice temannya.

Ini menjadi PR untuk orang tua, guru, dan lembaga pemerintah terutama KemenKumHam. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Kementerian ini yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia, termasuk hak peradilan anak. Kementerian ini berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Wikipedia

Nah, dengan maraknya kejadian kekerasan fisik dan seksual yang dilakukan oleh anak-anak maupun remaja di bawah umur itu, tentu kita perlu mengkaji kembali sistem peradilan anak yang berlaku.

Batasan usia anak menjadi prioritas. Memungkinkan pula orang tua bertanggung jawab atas anaknya. Sungguh enak pelaku jika hanya dikenai diversi. Keluarga korban hanya menerima restoratif justice. Anak yang sudah tewas tak bisa diganti rugi.

Putri yang sudah dinodai tak mungkin ganti rugi keperawanan. Begitu berat beban kami guru saat ini. Orangtua melepas anak pukul 06.30 hingga pukul 15.00. Bahkan saat ini di tingkat SMA wajib pula 1x2 Minggu ke Masjid sesudah Maghrib.

Siapa yang akan memantau dan melindungi remaja-remaja itu di jalan. Tentu orangtua harus terlibat dalam pola asuh anak.  Memungkinkankah jika anak melakukan tindak kekerasan, orangtua yang memikul beban masuk bui?

Jika ini diberlakukan bagaimana pula nasib keluarganya. Siapa yang akan memenuhi nafkah keluarga. Jika anak yang dihukum, mereka masih di bawah umur. Fenomena seperti bagai menggenggam bara api. 

Mungkin pepatah, tangan mencencang, bahu memikul sudah harus diterapkan. Siapa berbuat dia bertanggung jawab. Perlu disiapkan lahan, di sanalah mereka diasuh dan dibelajarkan. Penjara bukan pilihan lagi karena sudah terlalu ramai.

Sehubungan dengan itu menurut undang-undang, sistem peradilan pidana anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum.

Berdasarkan UU RI No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang masih dalam kandungan hingga belum genap berusia 18 tahun ini perlu dikaji ulang lagi. Batasan usianya. Terlalu jauh 18 tahun mungkin. Padahal usia 13 tahun mereka sudah bisa melakukan kekerasan.

Mengapa anak kecil melakukan tindakan pidana? Apakah karena ketikdatahuan anak melakukannya atau belum mengerti apa yang mereka lakukan? Bisa jadi. Kita tak melakukan sosialisasi. Sudah saatnya pendidik anti tindak kekerasan diberikan kepada mereka.

Orangtuapun perlu diberi pembelajaran ini. Saya salut PKH di kelurahan kami. PKH (Program Keluarga Harapan) adalah salah satu program unggulan dari Kementerian Sosial. Prigram ini memberikan bantuan uang secara nontunai melalui KKS (ATM Himbara).

Di kelurahan kami ada kader PKH. Para kader ini melakukan pertemuan rutin dan terstruktur dengan ibu-ibu keluarga penerima PKH. Di sini mereka diberi: 

Pertama, pembelajaran tentang pelecehan seksual antar anggota keluarga, tentang gejala pelecehan, dan cara melindungi anggota keluarga dari pelecahan seksual oleh anggota keluarga dan orang luar keluarga.

Wajar, karena anggota PKH terdiri dari keluarga kurang mampu. Mereka tak memiliki ruang cukup di rumah. Kamar tak ada.

Kedua, mereka diberi pembelajaran tentang KDRT. Bagaimana bersikap dan bertindak jika ada kecendrungan muncul KDRT dalam rumah dan tetangga. Apa yang musti diperbuat dan ke mana melapor jika menemui kasus ini.

Ketiga, mereka diberi pembelajaran tentang hukum bila anggota keluarga mengalami tindak kekerasan fisik dan seksual. Mereka pun diberi pengetahuan cara melaporkan keganjilan yang terjadi di tengah lingkungan mereka.

Nah, Sistem Hukum Pidana kita saat ini memang perlu memasuki babak baru sesuai keadaan dan perkembangannya anak dan remaja saat ini. Salah satu bentuk babak baru itu ada dalam Hukum Pidana Anak Indonesia. 

Tak memadai jika mengandalkan Diversi dan Restoratif Justice saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun