Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Sistem Peradilan Anak, Cukup dengan Diversi dan Restoratif Justice Saja?

30 Januari 2023   10:16 Diperbarui: 5 November 2023   19:53 1036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi peradilan. (sumber: shutterstock via kompas.com) 

Nah, demikian jugalah anak-anak di luar sana. Mereka akan belajar dari kasus temannya. Tuh, teman aku tak diapa-apain kok memerkosa. Kata mereka manakala melihat hasi Diversi dan Restoratif Justice temannya.

Ini menjadi PR untuk orang tua, guru, dan lembaga pemerintah terutama KemenKumHam. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Kementerian ini yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia, termasuk hak peradilan anak. Kementerian ini berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Wikipedia

Nah, dengan maraknya kejadian kekerasan fisik dan seksual yang dilakukan oleh anak-anak maupun remaja di bawah umur itu, tentu kita perlu mengkaji kembali sistem peradilan anak yang berlaku.

Batasan usia anak menjadi prioritas. Memungkinkan pula orang tua bertanggung jawab atas anaknya. Sungguh enak pelaku jika hanya dikenai diversi. Keluarga korban hanya menerima restoratif justice. Anak yang sudah tewas tak bisa diganti rugi.

Putri yang sudah dinodai tak mungkin ganti rugi keperawanan. Begitu berat beban kami guru saat ini. Orangtua melepas anak pukul 06.30 hingga pukul 15.00. Bahkan saat ini di tingkat SMA wajib pula 1x2 Minggu ke Masjid sesudah Maghrib.

Siapa yang akan memantau dan melindungi remaja-remaja itu di jalan. Tentu orangtua harus terlibat dalam pola asuh anak.  Memungkinkankah jika anak melakukan tindak kekerasan, orangtua yang memikul beban masuk bui?

Jika ini diberlakukan bagaimana pula nasib keluarganya. Siapa yang akan memenuhi nafkah keluarga. Jika anak yang dihukum, mereka masih di bawah umur. Fenomena seperti bagai menggenggam bara api. 

Mungkin pepatah, tangan mencencang, bahu memikul sudah harus diterapkan. Siapa berbuat dia bertanggung jawab. Perlu disiapkan lahan, di sanalah mereka diasuh dan dibelajarkan. Penjara bukan pilihan lagi karena sudah terlalu ramai.

Sehubungan dengan itu menurut undang-undang, sistem peradilan pidana anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum.

Berdasarkan UU RI No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang masih dalam kandungan hingga belum genap berusia 18 tahun ini perlu dikaji ulang lagi. Batasan usianya. Terlalu jauh 18 tahun mungkin. Padahal usia 13 tahun mereka sudah bisa melakukan kekerasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun