Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Anak Bolos Sekolah, Bagaimana Guru Mengatasinya?

13 November 2022   06:45 Diperbarui: 14 November 2022   10:32 1174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana kelas 9D (Dokpri)

"Ibu, Hariri tak masuk belajar matematika. Bu Has minta tolong menyampaikan kepada, Ibu. Dhafa juga tak ikut belajar."

Begitu laporan seorang guru praktek lapangan di sekolah. Bolos lagi. Bolos lagi. Begitu setiap hari. 

Ia bolos paling di lapangan futsal atau di masjid kampus. Ia memang hobi bermain futsal. 

Di masjid, pasti alasannya sakit maag. Katanya ia mengidap maag. Seharusnya guru menyuruh ketua kelas menjemputnya.

Siswa sekarang memang banyak alasan. Sehari sakit, sehari sehat. Ketika sehari sehat inipun dihiasi ulah, jam 1-2 masuk kelas, jam 3-4 cabut.

Apa yang dilakukan jika mendapati siswa di kelas seperti itu? Menegurkah, memarahikah, atau memberikan hukuman?

Membolos sebenarnya tidak hanya dilakukan oleh siswa remaja SMP. Bolospun sering dilakukan siswa sekolah dasar, sekolah menengah atas, hingga mahasiswa di perguruan tinggi.

Si bungsu kami di SD, dulu sering minta bolos sekolah. Jika ia diantar si papa ke sekolah, malas saja bawaannya. Saya pun selidiki sebabnya. 

Teman jahil biasanya penyebab kasus ini, maka mengantar anak saya ambil alih sementara. Sambil membonceng dengan motor, saya ajak si bungsu bernyanyi-nyanyi.

Hehehe. Saya sengaja mempermainkan emosinya dengan bernyanyi agar ia tambah kesal. Apalagi ia memang tak suka menyanyi.

Ketika ia kesal, saya tanya, "kenapa Dek? Kok tak mau nyanyi. Kesal sama siapa Adek?" Tanpa sadar ia akan mencurahkan isi hatinya.

"Anak laki, Bun. Suka ngetawain adek sama temannya. Adek masih kecil,  dijodoh-jodohkan dengan temannya." Nah, kebuka kran masalahnya. Trus bikin ia kesal dengan interogasi lucu-lucuan.

"Haaa... masak sih dek anak kecil bisa jodoh-jodohan. Semua teman adek di kelas? Wow spektakuler dong. Dijodohin semua, Dek?" 

"Indak, Bun. Si Akmal aja dengan Rafif." Nah, dapat namanyakan. Tinggal cari dua temannya itu di sekolahan.

Ketika bertemu dua temannya, senyum dulu, lalu pedekate. "Akmal, Rafif, ante mau tanya, apakah Ara ada nakal atau jahat sama kamu berdua di sekolah ini, Nak?" 

Kelas nyaman bagi siswa (BPK Penabur)
Kelas nyaman bagi siswa (BPK Penabur)

Mereka berdua menggeleng. Mungkin karena faham, mereka langsung merespon. 

Saya pun lanjut ngomong, "Boleh tidak ante minta bantuan? Ara jangan diledek ya. Ia masih kecil. Belum boleh pacaran. Ara jadi malas ke sekolah. Malu diledek mulu."

Mereka berdua mengangguk dan bertatapan. Lanjut ngomong, "Atau, ante pindahin aja Ara sekolah, ya? Tapi, pas ante minta surat pindah pasti kepala sekolah nanya, kenapa pindah? Boleh tidak ante bilang alasan pindahnya karena suka diledek sama...?"

"Eh, jangan, Ante. Jangan. Kita tak ganggu Ara lagi." Legakan. Masalah selesai tanpa harus memarahi mereka.

Itu baru sekelumit persoalan yang dialami anak ketika berangkat sekolah. Semakin tinggi sekolahnya, makin tinggi pula sebab anak malas ke sekolah.

Seperti kasus ini, nama teman dipelesetkan. Sebutlah nama anak Arqon. Dipelesetkan menjadi Ar-qon-tol. 

Saya bingung. Kok gara-gara 3 suku kata itu Arqon nangis dan minta pindah sekolah? Malas ke sekolah?

Setelah diskusi dengan teman, barulah saya ngeh--- ternyata Ar-qon--- dan tol itu maksudnya alat reproduksi laki-laki.

Waduh. Jorok nian candaan mereka. Pergeseran karakter siswa yang heboh. Ini masih sekelumit. Banyak lagi hujatan, celaan, makian, dan bullying yang harus ayah bunda siagai sebagai pemicu anak malas ke sekolah.

Sekecil apapun tingkat membolos, harus disikapi dengan gercep dan serius. Baik guru maupun orang tua di rumah. Jika dibiarkan, dikhawatirkan akan memunculkan permasalahan lebih besar.

Bolos sekolah bukan hal baru. Bolos sudah terjadi sejak dulu kala dari zaman kita sekolah. 

Kejenuhan pada kegiatan pembelajaran atau mengalami permasalahan dengan guru dan temannya seperti kasus di atas menjadi sebab bolos. 

Apapun penyebab fenomena bolos akan dapat merusak citra anak dan sekolah. Apalagi jika siswa bolos untuk nongkrong di tempat-tempat umum seperti mall dan cafe.

Kebiasaan bolos tidak terjadi begitu saja. Pasti ada penyebabnya seperti diurai di atas. Selain itu penyeba dari rumah maupun sekolah juga ada, seperti:

Pertama, mata pelajaran sulit.

Metode tak sesuai karakter siswa membuat mereka merasa jenuh, bosan bahkan membenci gurunya. Kurang kreatif dan kurang menyenangkannnya metode, akan membuat siswa tidak betah di kelas.

Kemudian memilih untuk keluar dengan alasan izin. Mereka tidak kembali karena tak tahan di kelas. Mencari pelarian dengan bolos.

Kedua, pengaruh teman.

Mengatasnamakan solidaritas, takut dikucilkan oleh kelompoknya, terpengaruh teman-teman untuk membolos sebagai sebabnya.

Harus juga segera diselesaikan agar tidak membuat siswa lainnya ikut-ikutan bolos. Apalagi kebiasaan membolos yang datang dari diri sendiri.

Tiga, rendahnya motivasi belajar faktor terkuat membuat anak bolos.

Malas merupakan perilaku yang menunjukkan lemahnya motivasi anak.

Motivasi rendah dipengaruhi oleh keutuhan rumah tangga ayah bunda. Anak yang dibesarkan oleh ayah saja, ibu saja, atau nenek, tentu memiliki motivasi berbeda dengan anak yang dibesarkan ayah bunda nan harmonis.

Bagaimana cara guru mengatasi siswa bolos dengan beragam sebab di atas? Simak yuk tips berikut.

Pertama, bangun hubungan baik dengan siswa. Hubungan baik dan komunikasi yang berjalan lancar antara guru dan siswa dapat menjadi salah satu alasan siswa untuk tidak bolos.

Menciptakan rasa aman dan rasa saling mempercayai dengan cara menjalin komunikasi dengan siswa. 

Komunikasi membuat siswa terbuka dan berani menyampaikan pendapatnya, tidak sungkan meminta bantuan guru jika mengalami masalah.

Kedua, siswa diajak memahami masa depan. Siswa bolos karena tidak memiliki motivasi belajar untuk masa depan. Merasa apa yang dipelajarinya tidak berguna.

Misalnya, anak yang hobi futsal merasa tidak butuh matematika, bahasa Indonesia, PKN, dan pelajaran lain karena menurutnya pelajaran itu tak sesuai untuk futsal. 

Suasana kelas 9D (Dokpri)
Suasana kelas 9D (Dokpri)

Berikan pemahaman akan masa depan mereka. Bermain bola pun butuh ilmu matematika dan lainnya. Bukankah perlu menyusun strategi dalam bertanding. 

Selain itu, futsal tak bisa dijadikan jaminan hidup sampai tua. Harus memiliki usaha lain manakala terdepak dari futsal karena cedera dan udzur. Mereka perlu berkeluarga, punya anak, dan mendidik anak. Nah mereka baru dapat mewujudkan cita-cita di masa depan dengan menguasai beragam pelajaran.

Dengan memberikan pemahaman akan masa depan semoga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Mereka akan lebih rajin belajar dan tidak bolos lagi.

Ketiga, pendidikan itu usaha bersinergi. Perlu kolaborasi guru, orang tua, dan masyarakat. Membina hubungan baik dengan orang tua siswa dapat mencegah mereka dari bolos.

Orang tua, partner guru mendidik siswa. Guru mata pelajaran dapat mengkomunikasikan perkembangan dan permasalahan-permasalahan siswa di kelas kepada wali kelas, guru BK, wakil kepala, dan orang tua siswa.

Dengan begitu, segala peluang siswa untuk melampiaskan masalahnya ke jalan yang tidak benar dapat diantisipasi dengan cepat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun