Kedua, miliki sikap dan pandangan. Jika ada perbedaan, Ayah melarang pacaran sebaliknya Ibu mempebolehkan, maka bicarakan dengan baik samakan pendapat.
Ayah yang melarang pacaran berikan penjelasan kepada anak, alasan melarang dan mama sebaiknya mengikuti suami sehingga anak tidak pro kontra. Perkuatlah nasihat suami bahwa sekolah dan agamapun melarang pacaran.Â
Ketiga, naksir pada lawan jenis boleh, tapi baru sebatas boleh. Berteman saja dulu. Ketika anak bertanya bolehkah pacaran, beri ia pengertian, bahwa usianya masih kecil. Ia baru remaja yang butuh pendidikan dan konsentrasi belajar.
Keempat, sampaikan bahwa pacaran akan membuat fokusnya terbagi. Antara belajar dan memikirkan si dia. Otomatis fokus belajarlah yang menjadi korbannya. Juara bukanlah utama, namun menyelesaikan sekolah hingga lulus utama.
Pacaran memang ada sisi positifnya, mempunyai keberanian untuk belajar membangun hubungan, belajar membangun sikap percaya diri, belajar bersikap tegas (assertive), belajar memegang komitmen, berkompromi, menghargai perbedaan, belajar untuk menjadi lebih baik, dan saling mendukung, tapi belum saatnya.
Kelima, sekolah, kuliah, dan bekerja adalah hal utama dalam hidupnya. Ketika ia sudah bekerja, ia bisa menjemput kembali masa lalunya. Ia boleh dijodohkan dengan lelaki yang sudah ditaksirnya jika kita punya anak cewek dan sebaliknya jika kita punya anak cowok, bisa pula dijodohkan dengan cewek yang ditaksirnya.
Keenam, Beri pengertian agar putra atau putri kita memonitor tindak tanduk cewek atau cowok yang mereka taksir. Jika selama menuntut pendidikan ada kebaikan pada cowok atau cewek yang mereka taksir mungkin mereka berjodoh. Namun, jika terlihat tindak-tanduk amoral, berarti ia tak terbaik.
Selama belajar, mama ajaklah mereks dialog dan melakukan review tentang sosok yang mereka taksir, dengarkan aduannya.
Selama ia menyukai sosok itu, akan ada cerita mengalir tiap hari. Bisa sedih ketika ia menemukan sosok itu menyukai gadis lain.
Bisa gembira karena sosok itu masih pedekate saja. Memberikan coklat atau hadiah-hadiah kecil. Mama beri pengertian, hadiah itu layak diterima atau tidak. Jangan biarkan hadiah-hadiah itu membuatnya merasa termakan budi sehingga harus ada balas jasa.
Ketujuh, sebaiknya kembalikan saja coklat dan hadiah-hadiah darinya. Belum hak anak menerima. Belum ada ikatan saling nafkah menafkahi karena belum suami istri. Lagipun, hadiah itu dibeli dengan uang papa-mamanya, bukan hasil keringatnya. Sabar ya Bun menyimak ceritanya.