Orang Tua dalam Mendidik Anak Gen Z
Salah satu orang tua menanyakan kepada guru anaknya, apakah anaknya ditolerir telah mengunggah video berisi ujaran-ujaran kotor salah satu temannya. Ujaran itu menghujat seseorang. Tanpa mereka sadari video itupun viral setelah diunggah.
Mereka tak menyadari pepatah, 'Mulutmu harimaumu.' Artinya mulut menjadi musuh. Akbat perkataan kotor dan menghujat bisa menjerumuskan ke lubang masalah. Apalagi ujaran itu divideokan lalu diupload di medsos. Lagi tanpa mereka sadari teman-teman mereka, alumni mereka, dan orang tua mereka dan alumni melek medsos.
Inilah zaman Gen Z dan Gen Alpha dengan orang tua milenial dan Gen Y. Manakala ada uploadan yang unik apalagi berhubungan dengan akhlak akan cepat viral. Seharusnya orang tua tak mengizinkan anak membawa HP keluar rumah. Rentan mereka menyalahgunakan hp tersebut. Apalagi anak Gen Z lelaki sangat rentan dengan perundungan.
Masih miris di hati perundungan di Tasikmalaya, sekelompok anak lelaki berstatus pelajar membully temannya dengan video tak senonoh. Begitu juga di Palangkaraya, Bandar Lampung.
Orang tua yang kurang update, tak tegas, dan protektif akan rugi jika membiarkan anaknya Gen Z ini berkeliaran sore hari dengan android. Mereka di luaran memiliki perkumpulan, genk, yang diperhalus namanya menjadi circle.
Akibat orang tua tak melek baca, tak melek isu pendidikan, dan tak melek ilmu parenting anak, maka orang tua masih percaya bahwa anak di luar rumah saat ini masih aman-aman saja.
Stop, pembiaran anak berkumpul-kumpul di rumah temannya. Saat ini sahabat bukan lagi sahabat pada masa orang tua no gadget. Hari ini sahabat identik dengan bully. Jika tak mau memberikan contekan, akan dipukul. Jika memanggil teman, dengan menyebut nama ayahnya, bukan nama sahabatnya.
Orang tua diharapkan dapat menjadi teman dalam perjalanan hidup dan pendidikan anak-anak. "Jangan hanya menggurui dengan menasihati apalagi membela. Melainkan mereka butuh dampingan dalam kehidupan mereka."
Jangan mudah marah tapi harus memahami bahasa kehidupan mereka. Banyaklah berkomunikasi melalui visual, awasi sosial media mereka tetapi jangan bereaksi berlebihan. Cobalah meminta mereka mengajarkan kita mengenai berbagai trend yang sedang terjadi di dunia.
Lalu, sesekali cobalah bermain game bersama mereka sebagai ungkapan rasa empati. Dengan begitu, mereka akan menganggap orang tua sebagai teman, dan kehadiran orang tua akan disetujui oleh mereka. Jangan biarkan mereka kesepian sehingga mereka mencari obat sepi di luar rumah dengan kongkow di rumah teman.
Resiko Kongkow di Rumah Teman
Kongkow, genk, circle, atau berkumpul-kumpul di rumah teman bukan pilihan. Apalagi untuk anak SD dan SMP. Di sini mereka akan belajar merokok, belajar berkata kotor, belajar mencela dan menghujat, bahkan mereka menonton dan mengupload gambar, film, dan situs porno.
Dari kongkow inilah mereka merasa tersinggung hingga suatu saat meledak dan saling menyakiti seperti kejadian di Bandar Lampung. Dari kongkow ini pula mereka memiliki perasaan lebih enjoy bersama temannya daripada bersama orang tua dan guru.
Generasi Z memiliki kecendrungan kuat bekerja sama. Ketika Anda selaku orang tua sibuk bekerja, tanpa disadari telah membentuk anak tidak komunikatif. Sementara mereka membutuhkan lawan bicara setelah jenuh dengan gadget mereka. Bahkan kondisi ini membuat mereka lebih menghargai teman circlenya daripada ortu dan guru mereka.
Nah kondisi inilah yang memicu mereka membentuk perkumpulan atau circle apalagi salah satu dari mereka menghuni rumah kos yang hanya ditempati dengan kakak yang masih SMA atau kuliah. Jadilah rumah ini sebagai markas mereka.
Lalu Bagaimana Anda Seharusnya Sebagai Orang Tua Generasi Z ini?
Anda harus tegas bukannya melindungi. Lakukanlah hal-hal berikut.
Selamat Tinggal Pengasuhan Overprotektif
Orangtua jangan paranoid yang menyebabkan melakukan tindakan proteksi yang berlebihan pada anak. Alih-alih melindungi, mereka justru sikap ini merusak kepercayaan diri anak.
Jangan Panik
Ketika seorang anak gen Z memutuskan untuk memiliki cicle, merokok, atau memilih teman yang "buruk" sebaiknya orang tua tidak bereaksi secara emosional. Melainkan berbicara penuh rasa hormat dengan mereka. Kita berhak membantu mereka agar memikirkan implikasi jangka panjang dari pilihannya.
Memberi Pujian
Anak-anak generasi Z seperti anak saya misalnya, suka dipuji orangtua sebagai anak hebat dan luar biasa. Ketika memuji saya cium pipi mereka. Misal ketika ia mau mencuci piring kotor, sebagsi jeda bermain gadget.
Kita harus bisa memuji Gen Z dengan kata-kata yang mencerminkan kinerja mereka yang sebenarnya. Tidak hanya sekadar basa basi, hebat dan luar biasa saja.
Ketika orang tua menjalin komunikasi ini, mereka akan bertanya seputar tipe guru, tipe teman, dan cita-cita mereka yang rada aneh dari cita-cita anak milenial zaman kita dulu. Semisal ingin ke Jepang dan menetap di sana.
Aneh bukan? He he he...
Panutan Konsistensi
Perubahan terjadi setiap saat, berganti pekerjaan, perubahan peraturan, bahkan koneksi internet yang berubah dengan cepat dari zaman orang tua. Konsisten dalam isyarat perbuatan dan penglihatan mereka. Karena anak-anak merasa aman ketika orangtua dan guru memberi contoh mengenai konsistensi lewat perilaku, bukan  nasihat-nasihat panjang.
Mereka anti nasihat tapi oke perbuatan. Bahkan anak saya yang lahir 2002 dan 2005 pernah protes. "Ma, Papa kenapa tak ke masjid? Kami mama bawa ke masjid." Kritisnya Gen Z, persis seperti apa ibadah mereka, hendaknya ayah juga harus demikian.
Menjadi Mentor yang Memantau
Guru, bos, atau atasan sah-sah saja memata-matai tiap hal kecil yang dilakukan seseorang di internet. Apa yang dicari, situs-situs apa yang dibuka, dan konten-konten apa yang dikirimkan.
Namun Anda  orangtua bukan mereka. Tugas Anda mendidik mereka mengenai persoalan ini.  Tepis tembok yang kita bangun mencegah mereka menggunakan teknologi, semakin banyak peretas cilik yang akan berusaha menembus tembok tersebut. Mereka justru akan tambah penasaran.
Maka sebagai orangtua, cukup memberikan pendampingan yang memungkinkan agar tercipta lingkungan tempat anak-anak merasa nyaman bermain gadget dan internet.
Teknologi  Wewenang Orangtua
Anak-anak gen Z sebetulnya menghormati peraturan-peraturan yang diterapkan orangtua. Mereka juga ikut membantu dalam melakukan tugas-tugas di rumah, menjadi siswa yang baik dan pulang ke rumah tepat waktu sesuai aturan.
Sebagai orangtua kita juga harus memberi pengertian pada mereka bahwa ketika harus menggunakan teknologi, orangtua juga harus membantu, dan memberi peraturan. Memberi mereka pengertian dan wawasan mana yang tidak pantas untuk dilakukan dan memberi konsekuensi atas ketidaktaatan meereka.
Bersikap Tegas dengan Penuh Kasih Sayang
Tegas bukan berarti kejam. Gen Z butuh ketegasan bukan perlindungan. Orangtua bisa tegas dan menahan harapan tinggi anak, sambil tetap menyayanginya. Diskusikan aturan apa yang penting bagi orang tua, kemudian bicarakan dengan jelas kepada anak, dan konsisten dengan aturan tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H