"Nama aku Ara, Arasha Meuthia" ujar Ara dengan senyuman. Namun, disaat yang sama, mereka mendengar sebuah tangisan dari seorang anak perempuan di belakang mereka.
"Kamu kenapa nangis?" Tanya Zefa.
"Tas aku dipindahin sama mereka" jawab anak tersebut.
"Yaudah, kamu duduk di sini aja, temenan sama kita! Aku Zefa, dan ini Ara," jawab Zefa dengan senyuman sumringah.
"Aku Ghea," balas ghea dengan senyuman yang sangat manis
Sejak itu lah kisah pertemanan mereka dimulai. Zefa dan Ara selalu ikut dengan Ghea. Ghea memiliki otak pintar di bidang akademik, suka memimpin, ambisius bahkan  terlalu ambisius, suka memerintah.Zefa dan Ara sering diperintah untuk membawa sepatu, atau pergi ke kantin.
Sedangakan Zefa memiliki kepintaran yang menonjol di bidang non akademik dan kepribadian. Ngikut orang dan tidak berpendirian, sehingga apapun yang dilakukan oleh Ghea, benar, atau salah tetap dibela oleh Zefa dengan dalih "persahabatan". Sama halnya dengan Ara yang selalu mengikuti Ghea.
Ghea merupakan murid yang dikenal oleh guru-guru sehingga kadang semua pendapatnya harus didengarkan. Bahkan, di saat pemilihan untuk pelatihan dokter kecil, Ghea menyarankan Zefa untuk ikut bersamanya dan diterima oleh guru. Padahal itu membuat Zefa merasa bahwa ia tidak memiliki kemampuan.
Namun, Ghea bisa membuat perasaan Zefa yang hanya merasa memiliki teman dengan kekuasaannya, Â membuatnya dapat terbantu. Meski itu juga membuat Zefa kadang merasa hanya sebagai tokoh tambahan di dalam kisah hidup Ghea. Si Opsi Kedua.
Beberapa tahun kemudian, mereka mulai memasuki kelas 5 SD. Saat pagi hari setelah bel masuk berbunyi... "EOY! ADA ANAK BARU, ORANGNYA MANIS UY," teriak salah seorang siswa sembari berlari ke dalam kelas. Seluruh siswa kelas 5 pun heboh dengan berita tersebut. Hingga akhirnya, masuklah guru bersama seorang siswi.
Sejak inilah peran tokoh utama berubah.