Jika ditanya bengkel resmi atau tak resmi? Saya pribadi pasti menjawab bengkel resmi dong, jika ingin servis kendaraan. Mengapa?
Yuk ikuti kisah sedih ini...
Motor saya pernah mati mendadak di sekolah. Di stater tak bisa hidup. Diengkol pun tak bisa juga hidup. Padahal saya baru servis ke tukang bengkel langganan yang dulu bekerja di bengkel resmi. Tapi sekarang, ia buka bengkel sendiri.
Cukup kaget, biasanya motor saya dalam penanganan beliau tak pernah ada masalah. Tokcer dan lancar. Namun, kali ini baru beberapa hari servis kok udah berulah lagi si motor.
Kemudian, saya hubugi beliau. Ternyata sedang ada urusan ke kampung. Kampungnya jauh tak bisa mengejarkan target ke sekolah saya. Lalu beliau pun merekomendasikan temannya. Kebetulan saya kenal dan juga bekerja dahulu di bengkel resmi.
Lalu saya telponlah pemilik bengkel yang dulu resmi bekerja di bengkel resmi itu. Sesuai rekomendasi tukang bengkel langganan itu. Ia pun datang menyusul saya ke sekolah. Motor saya dibawa dan ia tinggalkan motornya di sekolah untuk saya pakai sementara, selama motor saya diperbaiki.
Pukul 10.10 saya jemput anak pakai motor si tukang bengkel. Lumayanlah motornya. Usai jemput anak, sayapun mampir ke bengkelnya, ternyata motor saya belum disentuh, "Maaf Bu, lagi banyak yang antiri sejak kemarin."
" Jadi gak pa-pa motormu ibuk pakek dulu?"
"Tak apa Bu. Pakai saja. Besok, kalau sudah oke motor Ibu saya hubungi."
Wah, baik banget pikir saya. Motornya pun saya bawa ke sekolah bersama anak yang saya jemput. Hingga tiba di rumah sore harinya.
Sampai di rumah, suami komen. Motor siapa dan banyak lagi tanyanya. Saya pun menjelaskannya panjang kali lebar. Dengan ringan suami meninggalkan keresahan di hati saya,"Aman nggak? Apa tak ditukar olehnya nanti isi-isi motor?"
Wah, pusing juga ditanyai suami begitu. Kepikiran juga. Tiba-tiba saya ingat kerjaan tukang ojeka di kampung suami. Mereka berlomba-lomba kredit motor. Lalu suku cadang asli diganti suku cadang palsu. Mereka jual. Setelah itu motor mereka biarkan menunggak cicilan.
Tak lama motor pun disita oleh leasing. Leasing biasanya memberi surat peringatan 1,2,dan 3 dengan jarak waktu 7 hingga 14 sesuai Undang-Undang Fidusia.
Yakni jaminan pengalihan hak kepemilikan sebuah benda, yang mana registrasi kepemilikannya masih dalam kekuasaan pemilik benda tersebut.
"Sebelum adanya Undang-Undang fidusia itu biasanya leasing akan menunggu sampai dengan 3 kali cicilan terlambat, artinya 90 hari," imbuh Suwandi kepada tim Motorplus-online.com.
Keresahan ini berusaha saya tekan Apadaya, jika kecurangan itu terjadi di luar kuasa kita. Toh kita tak faham soal bengkel-bengkelan. Semalaman saya susah tidur. Menyesal tak menghuni motor itu di bengkel.
Esoknya, saya pun pergi ke bengkel itu lagi. Motor saya katanya siap pukul 14.00. Baru dapat giliran. Memang saya lihat banyak motor mengantri untuk diservis. Sedikit saya merasa lega. Bisa jadi pebengkel ini jujur. Buktinya banyak pelanggan toh?
Akhirnya, saya balik kanan. Motor pebengkel saya bawa pulang. Saya pun cerita ke suami bahwa ramai pelanggan di bengkel itu. Saya tunggu hingga malam dari janji pukul 14.00 hingga malam belum ada kabar.
Senin pun tiba. 3 hari motor saya tertahan bersama beliau dan 3 hari pula motor beliau saya pakai. Pukul 14.00 beliau nelpon bahwa motor sudah siap. Saya pun dengan senang hati menjemput motor itu. Beliau menyebutkan harga yang harus saya bayar 395 ribu rupiah. Beliau minta maaf karena terlambat dan ongkosnya pun mahal.
Banyak alat yang diganti termasuk kabel-kabel. Satu minggu saya memakai motor itu aman-aman saja. Namun, hari ke delapan motor saya tak bisa distater. Tentu repot jika harus mengengkol. Susah bagi wanita seperti saya. Tak kuat.
Saya pun menelpon tukang bengkel itu namun tak menyambung. Nomor yang Anda tuju salah. Begitu terus. Akhirnya saya menelpon bengkel perekomendasi. Ok katanya. Nanti sore saya cek.
Begitulah setelah dicek, ternyata kabel-kabel motor masih yang lama. Baterai motor malah yang beruah warna. Bukan baterai motor saya yang baru diganti. Kemudian suara motor pun berubah recing.
Usai diperbaiki oleh si pebengkel rekomendasi saya pun esoknya membawa motor ke bengkel resmi. Cuma Ada di Bukittinggi. Bengkel resmi Padang Panjang sudah tutup.
Di bengkel resmi ini semua saya minta di servis dan dicari sebab mengapa motor saya berubah. Berat dan suaranya pun sangat keras. Namun, petugas bengkel tak tahu penyebabnya. Hanya saja katanya bagia-bagian tertentu banyak yang aus.
Sejak kejadian itu, saya tak mau lagi meninggalkan motor di bengkel. Saya pun lebih memilih bengkel resmi daripada bengkel pribadi. Tak mau lagi jatuh di lobang yang sama.
Bengkel resmi atau tak resmi? Pasti saya piih resmi. Mengapa? Karena kualitas kerja dan keoriginalan suku cadang tetap terjamin. Tambahan, petugas bengkel resmi bekerja di depan mata. Tak ada main kucing-kucingan seperti pada bengkel tak resmi.
Sekarang, saya pantas bersyukur karena telah keluar motor idaman tanpa ke bengkel-bengkel buat service. Cukup ganti oli  sekali sebulan. Motor lama saya pun sekarang sudah merantau ke Jawa bersama sisulung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H