"Berarti kertas tugas laporan kita kurang 2 lagi, Nak. Seperti biasa Bu Rinda melayangkan pandangan. Dua siswa laki mengacungkan jari. Gazian dan Hariri.
"Sesuai kesepakatan kontrak belajar kita. Bagi Ananda yang tidak ada tugas silakan buat surat untuk orang tua Ananda, ceritakan kepada orang tua rentetan kegiatan Ananda mulai pulang sekolah hingga tiba lagi di sekolah pagi ini. Jangan lupa suratnya juga disertai tugas kita tentang laporan tadi, ya."
Gazian dan Hariri pun segera mengeluarkan kertas dua lembar dan mulai menulis surat.
Menulis Surat sebagai Sanksi
Efektifkah menulis surat kepada orang tua mereka sebagai sanksi? Pertanyaan ini tentu muncul di hati Bapak Ibu guru. Wajar, Bapak Ibu guru merasa sangsi karena selama ini mungkin belum pernah mencobakan sanksi ini.
Dulu, Bu Rinda menerapkan sanksi piket, melipatgandakan tugas, atau berdiri di depan kelas. Bahkan denda 5000 untuk uang kas kelas atau membawa satu pot bunga. Namun, setelah dikaji dan ditelaah semua itu tak membawa kemajuan belajar siswa.
Maka dicobalah menulis surat kepada orang tua sebagai sanksinya. Surat yang ditulis tentang laporan kegiatan siswa dari pulang sekolah hingga ia kembali berangkat sekolah secara garis besar. Kemudian di akhir surat dibeberkan anak tentang tugas yang belum selesai hingga tugas tersebut tuntas.
Sanksi ini hanya diberikan kepada anak yang hadir pada saat pembelajaran ketika tugas diberi. Namun, karena keterbatasan waktu tugas tak selesai hingga terpaksa dituntaskan di rumah dan diserahkan kepada guru pada pertemuan berikutnya.
Biasanya anak yang terkena sanksi benar-benar tak membawa kertas tugas pada pertemuan berikutnya. Artinya, tugas tertinggal di rumah meskipun hanya tinggal separuh yang akan diselesaikan. Bahkan anak yang mendapat sanksi ini mengaku jika tugas tinggal di laci meja dan akhirnya hilang.
Efektifitas Menulis Surat
Ternyata pemberian sanksi ini efektif. Apa saja perolehan anak saat diberi tugas menulis surat.