Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Teks Tanggapan Kritis Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila, dan Hari Anak Nasional

24 Juli 2022   11:08 Diperbarui: 2 Agustus 2022   07:18 2986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Teks Tanggapan Krtis, Profil Pelajar Pancasila, dan Hari Anak Nasional merupakan 3 pokok bahasan yang saling berhubungan di tanah air saat ini.

Teks tanggapan kritis adalah teks yang berisi kritik tajam terhadap  sebuah kesalahan atau kejadian yang tak sesuai harapan dan aturan. Teks itu biasanya berisi tanggapan terhadap fenomena yang terjadi di sekitar kita disertai fakta dan alasan yang menguatkan.

Adapun fenome yang terjadi bisa berupa bencana alam, krisis karakter, pelecehan seksual, kekerasan, tindak kriminal, sosial, budaya, hingga Anak Berkebutuhan Khusus. Fenomena ini umumnya marak atau trend. Adakalanya membutuhkan penanganan secara hukum.

Misalnya fenomena maraknya pelecehan seksual terhadap anak. Saat ini, disinyalemen Indonesia sedang mengalami darurat kasus kekerasan seksual karena marak terjadi di masyarakat dan bahkan berakhir tanpa penyelesaian.

Menurut Komisi Nasional Perempuan (KOMNAS PEREMPUAN) dalam Catatan Tahunan 2021 lalu jumlah kasus terhadap perempuan yakni kasus Kekerasan Seksual di Ranah Publik 962 kasus (55%) .(kumparan.com).

Demikian juga buly atau perundungan di Tasik Malaya. (Dikutip dari Kompas.com, orang tua korban, T (39), mengaku baru mengetahui video rekaman anaknya itu dari tetangganya, sepekan sebelum meninggal.) Menelan korban jiwa lagi. Fenomena ini bertepatan dengan akan  masuknya Hari Anak Nasional (HAN), Sabtu 23 Juli 2022 kemarin.

Fenomena itu sangatlah bertentangan dengan visi-misi kurikulum pendidikan mewujudkan profil pelajar pancasila, beriman, mandiri, bernalar kritis, kreatif, gotong royong, dan kebinekaan. Mereka kreatif dan gotong royong pada kasus perundungan Tasik Malaya dalam konteks negatif, melanggar norma agama, dan hukum.

Menanggapi fenomena itulah dibutuhkan Teks Tanggapan Kritis. Teks tanggapan kritis ini merupakan salah satu materi esensial dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada kurikulum 2013 di satuan pendidikan SMP/MTs kelas 9.

Teks ini berseliweran di dunia maya. Memberikan kritikan tajam, terang-terangan, lugas, dan logis tentang isu yang yang sedang hot atau memanas di tengah masyarakat. 

Teks tanggapan kritis berisi pandangan penulis terhadap suatu masalah, isu, fenomena, baik yang mendukung (pro) atau menolak (kontra), disertai dengan argumen yang objektif, sopan, logis, dan lugas.

Informasi dalam teks tersebut saran yang membangun terhadap isu yang terjadi di masyarakat. Bisa juga kita sebut solusi atau pemecahan masalah.

Selain itu, diharapkan teks tanggapan kritis seain solusi dari pihak pengamat juga menjadi sarana bagi pengkritik dan yang dikritik untuk  berdialog secara sehat dengan memperhatikan aturan diskusi atau musyawarah mufakat (Pancasila, Sila ke 4).

Menurut Mulyadi, teks tanggapan kritis adalah teks yang berisi tanggapan, berupa dukungan atau penolakan terhadap sebuah hal atau peristiwa yang didukung oleh data pendukung tanggapan. (Deepublish.com).

Teks ini biasanya berisi pandangan, opini, pendapat penulis secara kritis dalam rangka menilai atau mengoreksi suatu kesalahan, kejadian, atau isu yang sedang hot. Contoh:

Menyekolahkan ABK di Sekolah Formal, Pilihan Tepatkah?

1. Evaluasi

Pada peringatan Hari Anak Nasional 2022 ini muncul isu tentang tepatkah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) bersekolah di sekolah umum atau formal. Mampukah mereka mengikuti pembelajaran di sekolah formal karena mereka memiliki keterbatasan kemampuan.

ABK adalah Anak Berkebutuhan Khusus yang berbeda emosi, mental, atau kondisi fisik mereka daripada anak pada umumnya. Meski berbeda mental, emosi, dan fisik mereka tidak memperlihatkan gejalanya sekilas. Ketika mereka ingin sekolah kadang menjadi dilema. Menyekolahkan ABK di sekolah formal, pilihan tepatkah? Atau menyekolahkan ABK di sekolah formal, tidak tepatkah?

2. Deskripsi Teks

A. Pernyataan Kontra

Pro kontra menyekolahkan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di sekolah formal masih menuai perdebatan. Sebagian orang tua berpendapat bahwa ABK kasihan sekolah di sekolah formal. Mereka takut anak kesulitan beradaptasi, bersosialisasi, dan menerima pelajaran.

ABK sebaiknya di sekolahkan di sekolah khusus bagi ABK agar guru bisa memahami kondisi anak. Teman mereka pun berkondisi sama sehingga buly atau perundungan bisa diminimalisir karena anak berkondisi sama tak mungkin membuly temannya. Inilah pendapat mereka yang kontra menyekolahkan ABK di sekolah formal.

Hal ini masih menimbulkan perdebatan di kalangan orang tua sampai saat ini. Pada konten ini penulis akan menguraikan pilihan untuk kita bahwa menyekolahkan ABK di sekolah formal, pilihan tepatkah atau kurang tepat. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi orang tua yang mendapat kesempatan mengasuh anak luar biasa ini.

B. Pernyataan Pro

Pada dasarnya ABK memiliki hak yang sama dengan anak seusianya. Baik dalam hal memperoleh kasih sayang apalagi dalam hal mendapatkan pendidikan. Malah ABK ada yang  memiliki Inteligensi Quation (IQ) di atas anak normal.

Saya ingat satu murid saya perempuan ABK. Sekali membaca buku, semua isi buku bisa ia ceritakan kembali. Detil tanpa kurang satu apapun. Hebat. Semua pelajaran ia fahami. Hanya saja ia tak bisa bergaul lama dengan temannya dan ketika Proses Belajar Mengajar (PBM) berlangsung ia sering bergumam. 

Misalnya ketika ia bosan mendengar kita ceramah materi pelajaran terlalu lama, ia akan melenguh dengan keras tanpa kita tahu arti kata yang ia ucap. Bila ini terjadi temannya akan berkomentar, " Iya Lisa." ( nama samaran).

Saya pun berhenti ceramah lalu mengganti metode dengan tugas. Tugas bisa ia selesaikan dengan baik. Tetapi ketika ada tugas berbicara atau presentase barulah ia mengalami kesulitan menjaga fokus. Ia pun mendapat perlakuan baik dari teman dan guru. Hingga ia lulus dengan nilai UN tertinggi di Provinsi kami.

Kondisi Lisa di atas contoh ABK bisa menempuh pendidikan di sekolah formal. Meskipun ia memiliki kekurangan fokus dan pengendalian diri jangka panjang seperti temannya. Karena itu, sebelum memutuskan menyekolahkan ABK ke sekolah formal orangtua perlu berdiskusi dengan tenaga profesional, psikolog.

Psikolog akan melakukan tes IQ dan adaptive untuk melihat karakter serta kemampuannya. Apabila hasil tes menunjukkan karakter dan kemampuan ABK tak terlalu berbeda dari anak umumnya, bersekolah di sekolah formal bisa dipilih. Bersekolah di sana dampaknya akan bagus. Anak bisa terus menerus belajar dan terdorong untuk lebih maju dan berubah.

Orangtuapun sebelumnya perlu mendiskusikan ini dengan pihak sekolah formal. Jika tempat anak menempuh pendidikan itu faham dan setuju bisa dilanjutkan. Kelak di sini ia akan memiliki lingkungan yang positif. Pihak sekolah faham cara memperlakukan ABK dan penggunaan bahasa yang harus disesuaikan. 

Sebab jika sekolah tak bisa memberikan perlakuan yang tepat, maka kondisi ABK bisa bertambah buruk. Perlakuan yang salah bisa membuat anak tersinggung dan malah enggan pergi sekolah. Berbicara soal ini, satu murid saya yang lain juga pernah kejadian. Anak ini laki-laki. Kita beri saja nama Toni. 

Ketika itu apel pagi. Pemeriksaan rambut. Ternyata Toni masuk kategori anak berambut panjang. Ketika guru pelaksana apel memotong rambutnya, Toni meraung, menangis sekeras-kerasnya. Ia menangis seperti bocah yang tak diberi mainan atau jajanan hingga guru kaget dan teman-temannya ketawa.

Ternyata Toni ABK autis. Belum ada pemberitahuan dari orang tua kepada pihak sekolah. Orang tua Tonipun dipanggil untuk menenangkan dan berdiskusi. Sejak itu, kejadian tak pernah terulang lagi.

Saya pun mulai menyuruhnya tampil ke depan membaca doa. Membacakan puisi hasil karyanya di depan kelas. Ternyata di SD, ia juara olimpiade Matematika dan utusan provinsi ke tingkat nasional. Juara 1 olimpiade Matematika Tk. Nasional. Ia pun lulus dan masuk SMA Favorit. Kabarnya di SMA sempat kejadian lagi guru apel pagi memotong rambutnya.

3. Penegasan Ulang

Oleh karena itu orang tua yang memiliki ABK perlu berdiskusi ke psikolog sebelum memutuskan sekolah untuk ABK ketika mau masuk Sekolah Dasar Formal. Berdasarkan rekomendasi psikolog, berdiskusi pula dengan pihak sekolah. Apakah pihak sekolah bisa menerima. Nah, ketika melanjutkan ke SMP dan SMA sudah tak masalah lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun