Ketika itu apel pagi. Pemeriksaan rambut. Ternyata Toni masuk kategori anak berambut panjang. Ketika guru pelaksana apel memotong rambutnya, Toni meraung, menangis sekeras-kerasnya. Ia menangis seperti bocah yang tak diberi mainan atau jajanan hingga guru kaget dan teman-temannya ketawa.
Ternyata Toni ABK autis. Belum ada pemberitahuan dari orang tua kepada pihak sekolah. Orang tua Tonipun dipanggil untuk menenangkan dan berdiskusi. Sejak itu, kejadian tak pernah terulang lagi.
Saya pun mulai menyuruhnya tampil ke depan membaca doa. Membacakan puisi hasil karyanya di depan kelas. Ternyata di SD, ia juara olimpiade Matematika dan utusan provinsi ke tingkat nasional. Juara 1 olimpiade Matematika Tk. Nasional. Ia pun lulus dan masuk SMA Favorit. Kabarnya di SMA sempat kejadian lagi guru apel pagi memotong rambutnya.
3. Penegasan Ulang
Oleh karena itu orang tua yang memiliki ABK perlu berdiskusi ke psikolog sebelum memutuskan sekolah untuk ABK ketika mau masuk Sekolah Dasar Formal. Berdasarkan rekomendasi psikolog, berdiskusi pula dengan pihak sekolah. Apakah pihak sekolah bisa menerima. Nah, ketika melanjutkan ke SMP dan SMA sudah tak masalah lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H