Berikan saja senyum mautmu walau ia balas mata putih karena tak semua kakak berhati sama seperti pepatah rambut sama hitam isi di hati siapa yang tahu.
Lain lubuk lain ikannya lain orang lain pula sifatnya bisa jadi orang yang membecimu lebih baik padamu kelak daripada orang yang menyayangimu.
Bak lidah menyalam lalap pario ketika bertemu terasa pahit setelah sekian detik berubah manis begitupun cabe, garam, dan asam jika disapa lidah satu-satu sungguh tak ada sensasi seperti asam pedas ikan.
Lajulah sepeda kumbang di jalan berlubang selalu begitu sejak zaman penjajah Jepang kata guru Umar Bakri dalam lagu Iwan Fals.
Itulah hidup yang harus kita sapai dan kelonin dengan sayang menuju masa depan bernama cita-cita bukan hanya langkahmu yang dihadang namun semua kaki generasi dijegal agar jatuh meski tak ada untung dan rugi.
Istirahatkanlah sejenak hatimu di sajadah panjangmu sambil tengadahkan tanganmu meminta pertolongan ilahimu yang sempat lupa kau lakoni karena sibuknya masa depan mengajakmu berkelana menjelajahi pergaulan di rumah masa depan bernama kosan ini.
Manjakanlah batinmu dengan lantunan ayat-ayat ilahi yang ampuh memejamkan mata lelah dan tubuh letihmu dari perjalanan bersama rumah berjalan beroda empat itu.
Esok akan kau dapati jiwa baru berpeluk masa depan yang siap mengajakmu menjelajah dunia baru bernama kelas dengan mata-mata guru dan temanmu yang bisa jadi lebih ramah atau malah lebih tajam dan menyikat dari mata si kakak kos yang sinis.
Selalulah pegang penyemangat bernama harapan bahwa 50 persen mata itu menyukaimu dan 50 persen lagi ada yang sangat membencimu, setengah benci, atau seperempat benci.
Namun tetap seimbang maka pegang eratlah yang menyayangmu sambil lebarkan sayap menyayangi yang membecimu karena hidup tak akan manis tanpa mereka pembanding pahit sebab hidup sejatinya berpasangan.