Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Pulih Bersama Pilihan

Sungai-sungai Impian

16 Juni 2022   23:52 Diperbarui: 17 Juni 2022   00:20 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pulih Bersama. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masih segar diingatanku ketika itu aku meminta tolong kepada adikku untuk mencuci piring-piring kotor di dapur bekas kami makan sekeluarga. Kami bukanlah keluarga kaya yang punya westafel, air ledeng atau PAM, apalagi pembantu. Ayahku hanya seorang kepala desa nun jauh di salah satu desa di Sumatera Barat.

Dahulu disebut desa. Sekarang disebut jorong nagari atau apalah. Pulang adikku dari cuci piring, akupun berniat menaruh piring-piring itu ke rak piring. Satu dua tiga piring mulai kutata. Pas piring keempat alangkah kagetnya aku ada gumpalan kuning di antara piring ke empat dan kelima. Auw... tahukah pembaca apa itu? 

Apalagi kalau bukan kotoran manusia alias... pikir sendiri ya. Jijik pasti dong. Yah begitulah sungai di kampungku. Sungai besar berair jernih tapi tak jarang ada saja kotoran manusia hanyut di sana. Namanya sungai kan memang kebutuhan pokok di kampung. Sepanjang aliran sungai memang ada kampung-kampung kecil. Kampung Ulu, Kampung Pasir, Kampung Sontang, Kampung Tonga, bahkan nun makin ke gunung makin banyak ladang atau kebun kopi penduduk.

Satu kampung mendahului kampung lain. Yah sisa merekalah air sungai yang mengalir di belakang rumahku. Airnya jernih. Pada pukul-pukul tertentu bersih dan memikat untuk direnangi dan pada pukul-pukul tertentu yah malas untuk sekedar melihat alirannya. Apalagi buat nyebur.

Biasanya kami nyebur dan berenang pulang sekolah. Jam ini air sungai jernih dan bersih. Biasanya kami mandi, berenang, dan berkejar-kejaran sepuasnya. Bisa berjam-jam kami mandi. Biasanya yang membuat kami berhenti mandi jika ada teman-teman di hulu yang memasang pemicu gatal. Daun keladi racun. Daun itu mereka tumbuk dengan batu lalu dihanyutkan di sungai. Siapa yang memakai air itu pasti badannya gatal-gatal seperti alergian.

Jika sudah begitu kami faham itu kode untuk berhenti mandi. Pasti mereka ingin mandi pula di posisi kami mandi saat itu. Memang tidak semua aliran sungai bisa kita pakai buat berenang. Ada titik-titik tertentu di tengah sungai itu yang menyerupai kolam. Dalam dan airnya tenang pas untuk berenang. Titik ini biasa disebut Lubuk.

Di sungai ini pulalah semua penduduk menumpangkan kehidupan yang berwarna. Yah buat pengairan sawah petani, kolam ikan, mandi, mencuci, dan memelihara ikan larangan. Ada Lubuk Landur dengan Ikan larangannya berupa ikan garing yang besar-besar. 

Ikan ini tak boleh ditangkap karena konon kabarnya siapa menangkap ikan ini akan tertimpa musibah. Misalnya perut membesar jika makan ikan ini. Terus jatuh dari ketinggian hingga meninggal jika memperjualbelikan ikan ini.

Baru-baru ini di daerah setempat terjadi gempa vulkanik. Beberapa hari sesudahnya berton-ton ikan garing itu mati. Merapung di air sungai. Saking banyaknya dan bau busuknya warga terpaksa menguburkan bangkai-bangkai ikan itu. Namun, satu minggu pasca mati air sungai kembali jernih dan ikan-ikan itu kembali hidup menghiasi Lubuk Landur. Kurang logis sih. 

Tapi kompasianer jika ragu boleh kok buka youtube untuk ngecek berita sekaitan Lubuk Landur ini. Konon ikan-ikan itu berikut Lubuknya sudah dipagari oleh seorang buya di nagari itu. Belum dicabut yang memagari sang ustadz sudah wafat.

Demikian unik dan canggihnya sungai-sungai di Indonesia. Ada sekitar 5.590 sungai utama di Tanah Air Indonesia. 65.017 anak sungai yang tersebar. Dengan Daerah Aliran yang berkilo-kilo panjangnya. Semua sungai itu menorehkan pengalaman dan cerita unik yang sudah turun temurun. Akankah generasi berikut dapat menikmati sungai-sungai itu.

Sekarang, setiap lebaran atau liburan anak-anakku berebut pulang. Mandi ke sungai ya Bunda kata mereka. Betapa happy mereka dibawa ke sana. Berbekal nasi bungkus dan beragam gorengan jadi selingan mereka ketika mandi. Puas berenang minta makan. Puas makan berenang lagi. Dulu wisata lokal sungai ini bisa kami lakukan di belakang rumah saja. Sekarang tidak. Harus berkilo-kilo ke arah hulu baru bisa kita nikmati.

Mengapa? Sungai di sekitaran rumah warga sudah dipasangi paralon pipa untuk menyalurkan limbah manusia dan limbah rumah tangga. Air sungai itu tidak lagi jernih tapi sekarang berminyak dan bau amis. Bahkan, aliran anak-anak sungai sudah ada yang berbau karena limbah rumah makan dan restoran.

Sayang sekali sungai-sungai itu. Kapan pemerintah akan memelihara sungai-sungai itu. Kapan undang-undang dilarang membuang limbah ke sungai menyapa desa-desa atau nagari-nagari. Bukankah sungai kebutuhan pokok kita. Inilah impian kecilku berharap akan ada kebijakan larangan BAB di sungai. Larangan mengalirkan limbah BAB ke sungai. Larangan membuang limbah rumah tangga ke sungai.

Jika ini kita perbuat, sungai-sungai di sekitar kita akan tetap menjadi destinasi wisata. Sungai-sungai itu akan menjadi impian anak cucu kita kelak. Mereka pun butuh berenang merasakan nikmat sensasi sungai nan eksotik. Oh ya. Tips mandi di sungai harus lihat kearah hulu atau gunung ya. 

Jika gelap berawan berarti akan ada debit air besar. Kalau kami dulu menyebut kepala naga. Situasi ini gawat karena kita bisa hanyut tanpa jejak. Hati-hati ya. Ayo dong pemerintah selaku Bapak Ibu warga kita wujudkan sungai-sungai impian buat anak bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pulih Bersama Selengkapnya
Lihat Pulih Bersama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun