Sekarang, setiap lebaran atau liburan anak-anakku berebut pulang. Mandi ke sungai ya Bunda kata mereka. Betapa happy mereka dibawa ke sana. Berbekal nasi bungkus dan beragam gorengan jadi selingan mereka ketika mandi. Puas berenang minta makan. Puas makan berenang lagi. Dulu wisata lokal sungai ini bisa kami lakukan di belakang rumah saja. Sekarang tidak. Harus berkilo-kilo ke arah hulu baru bisa kita nikmati.
Mengapa? Sungai di sekitaran rumah warga sudah dipasangi paralon pipa untuk menyalurkan limbah manusia dan limbah rumah tangga. Air sungai itu tidak lagi jernih tapi sekarang berminyak dan bau amis. Bahkan, aliran anak-anak sungai sudah ada yang berbau karena limbah rumah makan dan restoran.
Sayang sekali sungai-sungai itu. Kapan pemerintah akan memelihara sungai-sungai itu. Kapan undang-undang dilarang membuang limbah ke sungai menyapa desa-desa atau nagari-nagari. Bukankah sungai kebutuhan pokok kita. Inilah impian kecilku berharap akan ada kebijakan larangan BAB di sungai. Larangan mengalirkan limbah BAB ke sungai. Larangan membuang limbah rumah tangga ke sungai.
Jika ini kita perbuat, sungai-sungai di sekitar kita akan tetap menjadi destinasi wisata. Sungai-sungai itu akan menjadi impian anak cucu kita kelak. Mereka pun butuh berenang merasakan nikmat sensasi sungai nan eksotik. Oh ya. Tips mandi di sungai harus lihat kearah hulu atau gunung ya.Â
Jika gelap berawan berarti akan ada debit air besar. Kalau kami dulu menyebut kepala naga. Situasi ini gawat karena kita bisa hanyut tanpa jejak. Hati-hati ya. Ayo dong pemerintah selaku Bapak Ibu warga kita wujudkan sungai-sungai impian buat anak bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H