Mohon tunggu...
Riana Dewie
Riana Dewie Mohon Tunggu... Freelancer - Content Creator

Simple, Faithful dan Candid

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Embung Banjaroyo, Tempat Berteduh dari Panasnya Kulon Progo

16 Februari 2017   11:49 Diperbarui: 16 Februari 2017   16:31 1422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bapak Hotjen Siallagan (kiri) dan Bapak Al Kodim (kanan) berfoto di depan Embung Banjaroya (dok.pri)

Bagi saya, berwisata adalah cara untuk melepas stres dan kepenatan. Tak perlu wisata mahal, sekadar menghirup udara segar di pantai ataupun pegunungan saja sudah membawa hawa berbeda. Seperti beberapa hari lalu, saya dan suami jalan-jalan sekaligus berwisata religi ke Gua Maria Sendangsono. Tapi bukan itu yang akan saya bahas di sini, melainkan sebuah obyek wisata lain yang selalu saya lewati saat berangkat ataupun pulang dari Sendangsono. Ya, sebuah kawasan yang adem, memanjakan mata serta menghidangkan udara sejuk yang berselimut pemandangan hijau. Embung Banjaroyo, tempat berteduh dari panasnya kota.

Sejak awal diresmikan, mungkin sudah terhitung sekitar empat kali saya mengunjungi tempat ini. Saat pertama kali dibangun, tempat ini masih sangat sepi. Tanaman penghias sekeliling embung ataupun kerumunan ikan-ikan kecil di dalam embung juga belum tampak. Setelah tahun 2015, pengunjung dari berbagai daerah mulai berdatangan, banyak tanaman penghias berwarna cantik di sekelilingnya serta ribuan ikan yang sudah tampak berkerumun di embung mini ini. Saat terakhir ke sana, saya lihat sedemikian pesat perkembangannya karena kawasan ini sudah dikelilingi oleh pohon-pohon mini khas embung yang berdiri rapi, yaitu durian. Begitu menarik, tangan siapa sih yang membuat tempat ini makin indah?

Taman untuk berteduh di kawasan Embung Banjaroya (Dok.Pri)
Taman untuk berteduh di kawasan Embung Banjaroya (Dok.Pri)
Untuk menjawab rasa penasaran ini, akhirnya saya mencoba menggali informasi dari beberapa pihak yang saya temui di sana. Tentu saya sangat senang saat berkesempatan untuk bertemu dengan Bapak Al Kodim selaku ketua kelompok tani Sidomaju, kelompok tani yang mengelola tanah di sekitar embung ini serta Bapak Hotjen Siallagan selaku ketua SPT (Sentra Pemberdayaan Tani) di bawah Yayasan Obor Tani yang sedang berkarya di desa Banjaroyo ini.

Begitu menggebunya mereka saat menceritakan tahap demi tahap pembangunan embung Banjaroyo dan pemberdayaan masyarakatnya untuk membuat kawasan ini makin maju. Berikut cerita menarik tentang embung Banjaroyo, idola baru bagi masyarakat pecinta wisata alam.

1. Embung Banjaroyo Dibangun Tahun 2013-2014
Proses pembangunan embung yang berada di Desa Banjaroyo, Dusun Tonogoro, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo ini dimulai tahun 2013 dan selesai sekitar awal 2014. Semua berjalan lancar dan hasilnya memang sesuai dengan yang diharapkan. Setiap elemen pendukungnya tampak memberikan progress, baik dari pembangunan embung, kelengkapan fasilitas wisata ataupun pengelolaan tanah di sekitar embung. Diresmikan pada 2 Februari 2014 oleh Sri Sultan Hamengkubawana X, embung Banjaroyo makin hari makin sukses menyedot perhatian masyarakat untuk sejenak menghirup kesejukan yang ditawarkan.

Penampakan Embung saat pertama kali dibangun, september 2014 (Dok.Pri)
Penampakan Embung saat pertama kali dibangun, september 2014 (Dok.Pri)
Penampakan Embung pada Januari 2017 (Dok.Pri)
Penampakan Embung pada Januari 2017 (Dok.Pri)
2. Pengelolaan oleh Yayasan Obor Tani selama 3 tahun
Proses pembangunan embung ini berkat kucuran dana dari salah satu perusahaan BUMN besar di Indonesia. Konsep pemanfaatan dana dalam bentuk CSR (Corporate Social Responsibility) ini sungguh-sungguh dialokasikan untuk pembangunan embung Banjaroyo dan pengolahan tanah yang cukup luas itu. Lalu, bagaimana rangkaian proses distribusi dana untuk proyek ini?

Menuju masyarakat yang lebih sejahtera dan desa yang lebih maju, itulah harapan masyarakat Banjaroyo. Pada awalnya, Bapak Al Kodim selaku ketua kelompok tani Sidomaju yang didampingi pemerintah desa mengajukan sebuah proposal ke Yayasan Obor Tani sekitar tahun 2013. Proposal yang pada intinya bertujuan agar di kawasan luas ini dibangun lahan untuk dikelola kelompok tani Sidomaju ini akhirnya menemukan titik cerah.

Usai mengadakan survei bersama para kelompok tani di desa ini, dibangunlah kebun seluas 20 hektar oleh tim Yayasan Obor Tani melalui dana CSR tadi. Tak hanya membangunkan kebun, Yayasan Obor Tani juga memberikan fasilitas pembibitan, pupuk, obat-obatan, perawatan, pengelolaan serta pendampingan segala urusan perkebunan hingga 3 tahun. Nah, saat ini Yayasan Obor Tani tinggal menyelesaikan tugas sebagai pendamping kelompok tani hingga bulan Agustus mendatang. Saat tugas selesai, seluruh alat atau fasilitas akan dikembalikan lagi kepada kelompok tani di desa ini.

3. Pemberdayaan 100 Kepala Keluarga untuk Kelola Kebun 20 Hektar
Lahan seluas 20 hektar di area embung ini tentu tak cukup dikelola oleh satu atau dua orang saja. Kurang lebih 100 kepala keluarga di Desa Banjaroyo yang tergabung dalam sebuah kelompok tani diberdayakan dan didampingi untuk mengelola lahan luas ini agar lebih potensial dan menghasilan rezeki. Area ini dulunya berupa lahan tegalan dengan kemiringan tanah 70 derajat dan hanya didominasi dengan tanaman kayu-kayuan. Namun setelah dikelola oleh Yayasan Obor Tani, para petani makin dimudahkan untuk berkebun di kawasan ini.

Tanah di kawasan Embung saat September 2014 (dok.pri)
Tanah di kawasan Embung saat September 2014 (dok.pri)
Setelah dibangun lebih baik pada Januari 2017 (Dok.Pri)
Setelah dibangun lebih baik pada Januari 2017 (Dok.Pri)
Yayasan Obor Tani menyediakan sekitar 3060 bibit tanaman untuk dikelola oleh kelompok tani Sidomaju. Agar sama rata, dari kebun seluas 20 hektar ini, per kepala keluarga berhak mengelola tanah seluas 2000 meter persegi atau estimasinya bisa ditanami sekitar 35-36 pohon duren. Informasi dari bapak Hotjen, 7 Desember 2016 lalu telah dilakukan panen perdana lho bersama Bupati setempat. Wah, semoga ini menjadi awal yang baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa ini, terutama dari hasil olahan kebun ini.

4. Pengembangan Durian sebagai Tanaman Utama
Saat saya bertanya terkait tanaman apa saja yang berpotensi untuk tumbuh baik di sekitaran embung Banjaroyo, Bapak Hotjen kembali menjawab bahwa durian menoreh kuning adalah produk utama yang akan memenuhi area 20 hektar ini. Mengapa memprioritaskan durian? Karena tanaman ini memiliki ketahanan hidup yang tinggi walaupun ditempa air hujan yang begitu deras. Sedangkan klengkeng dan srikaya dikatakan sebagai koleksi pelengkap yang akan menghiasi di sekeliling embung dengan luas tanah sekitar 1 hektar.

Pohon durian menoreh kuning (Dok.Pri)
Pohon durian menoreh kuning (Dok.Pri)
Pohon Srikaya (Dok.Pri)
Pohon Srikaya (Dok.Pri)
Jadi, tanaman durian ini memang mudah diberdayakan dan kelak saat dipanen juga dapat menjadi penghasilan para kelompok tani setempat. “Harapannya, besok hasil jualan duren ini bisa membuat masyarakat sejahtera, syukur-syukur per kepala keluarga bisa beli mobil dari kerja keras ini...” canda Pak Hotjen sambil terbahak.

Tanaman Tumpang Sari yang sedang digarap petani (dok.pri)
Tanaman Tumpang Sari yang sedang digarap petani (dok.pri)
Untuk pengelolaan area 1 hektar lagi di luar waduk mini hasilnya akan dimanfaatkan untuk pengembangan sentra pemberdayaan tani dan pengelolaan wisata. Lalu di luar area itu adalah lahan kelompok tani yang saat ini sudah mulai dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman tumpang sari, seperti cabe, kacang-kacangan dan sayur-sayuran lainnya.

5. Penyiraman di Musim Kemarau, Tujuan Dibangunnya Embung Banjaroyo
Sama seperti embung-embung lainnya yang lebih dulu dibangun, Embung Banjaroyo inipun dibangun dengan tujuan untuk penyiraman semua tanaman di area ini agar tetap subur walaupun sedang dilanda musim kemarau yang panjang. Pengairan ini, dijelaskan Bapak Hotjen menggunakan sistem gravitasi, yaitu posisi waduk dipilih di area yang paling tinggi diantara lainnya dan dipasang tiga pipa output. Di area 20 hektar ini terdapat pipanisasi pralon dan disediakan beberapa penampungan kecil karena medan di sana naik turun. Dari situlah air dialirkan untuk menyiram tanaman durian saat musim kemarau.

Saat curah hujan tinggi seperti di awal tahun ini, embung Banjaroyo tampak memiliki air yang tinggi bahkan luber ke area sekitarnya. Berbeda dengan tahun lalu, saat saya berkunjung ke sana, air hanya memenuhi sebagian kecil embung dengan volume 1300 meter kubik dari total volume yang seharusnya bisa menampung 30.000 meter kubik air.

***

Pemberdayaan lahan yang memenuhi 5 unsur SPT (Sentra Pemberdayaan Tani) ini, yaitu penyediaan wisma tani, kebun 20 hektar, waduk mini, petani serta pendampingan oleh Yayasan Obor Tani telah sukses berprogres dari waktu ke waktu. Area yang dulunya polos, kini makin cantik dengan berbagai pembangunan fasilitas cantik disekitarnya, seperti kursi-kursi permanen untuk bercengkerama, mushola etnik yang dibangun dari materi alam, gubug-gubug kecil untuk melepas lelah pengunjung dan kelengkapan lainnya. 

Bapak Hotjen Siallagan (kiri) dan Bapak Al Kodim (kanan) berfoto di depan Embung Banjaroya (dok.pri)
Bapak Hotjen Siallagan (kiri) dan Bapak Al Kodim (kanan) berfoto di depan Embung Banjaroya (dok.pri)
Satu hal menarik yang membut saya rindu adalah ikan-ikan di dalam embung yang selalu girang berloncatan saat saya datang ke sana. Dengan pelet ikan yang saya beli sekitar Rp 2 ribu rupiah, saya sudah bisa sepuasnya menabur makanan untuk mereka santap sambil berkeliling menikmati keindahan embung. Tak dapat dipungkiri, ikan ini jumlahnya sangat banyak dan hingga detik ini belum pernah dipanen sama sekali. “Kami belum tahu, bagaimana pengelolaan ikan-ikan ini usai dipanen. Entah mau dibagikan sama rata ke seratus kepala keluarga atau mau dijual agar uangnya bisa untuk pembangunan, nanti diserahkan kepada Bapak Al Kodim saja, selaku ketua kelompok tani,” pungkas Bapak Hotjen.

Kerumunan ikan di Embung Banjaroya (Dok.Pri)
Kerumunan ikan di Embung Banjaroya (Dok.Pri)
Inilah daya tarik wisata yang sesungguhnya. Kolaborasi ekosistem air dengan tanaman buah yang yang berkualitas, salah satu alasan mengapa para pengunjung bisa belama-lama di sini. Belum lagi disejukkan oleh hembusan angin yang membawa nuansa bahagia di atas awan, membawa imajinasi setiap pengunjungnya merasakan keagungan Tuhan yang luar biasa.

Saya sih sudah menikmatinya, Anda kapan?

Riana Dewie

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun