Benteng yang satu lagi ini lebih kecil. Di dalamnya ada bunker berupa batu berbentuk lonjong. Fungsi bunker itu sebagai tempat penyimpanan peluru dan senjata. Dua bunker lain digunakan untuk tempat meletakkan meriam. Ada sembilan meriam kecil dan ada pula Lubang-lubang kecil yang mungkin digunakan sebagai tempat mengintai namun sudah ditutup dengan semen saat dilakukan renovasi ulang.
Benteng ini adalah peninggalan kerajaan Hindu Lamuri. Jadi, di Aceh ini, sebelum berkuasanya Islam, pernah pula dikuasai oleh kerajaan Hindu.
Benteng Indra Patra masuk ke dalam sebuah konstelasi Trail Aceh Lhee sagoe, merupakan konstelasi berbentuk segitiga yang menghubungkan tiga benteng besar peninggalan kerajaan Hindu-Budha di masa lampau. Posisinya yang strategis di tepi pantai, memudahkan mereka menyebarkan pengaruhnya di tanah rencong.
Benteng Inong Balee
Keluar dari benteng Indra Patra dan mengikuti kembali jalan utama, kita akan menemukan Benteng Inong Bale di desa Lamreh. Benteng ini digunakan oleh armada pasukan yang dipimpin Laksamana Malahayati. Benteng ini amat berperan dalam sejarah Aceh nan gemilang dahulu. Namun sayang, kurang terawat untuk maksimal sebagai destinasi wisata.
Benteng ini hanya merupakan tembok saja. Namun, efektif digunakan untuk melawan penjajah masa itu. Di sanalah para laskar Inong Bale, yaitu laskar yang terdiri dari janda para pejuang yang dipimpin Laksamana Malahayati menahan gempuran dari Belanda. Tak terbayang bagaimana tangguhnya para wanita Aceh kala itu.
Sayang, tidak ada petunjuk khusus untuk masuk dan menandakan itu adalah benteng Inong Bale. Namun kita bisa melihat bangunan tembok tua dalam rerumpun semak-semak yang tidak terawat di atas bukit Lamreh.
Benteng Kuta Lubok
Semua benteng itu berada di pinggir pantai di jalur yang sama. Inilah makanya jalur jalan menuju Krueng Raya disebut sebagai jalur sejarah di Aceh. Dikarenakan banyak sekali terdapat situs-situs bersejarah tersebar.