Mohon tunggu...
Ria Fachria
Ria Fachria Mohon Tunggu... Novelis - Menulis, menghargai diri dalam kata

Seorang penulis yang masih belajar mengeja kata baik sebagai Content Writer, Ghost writer, dan penulis novel anak dan dewasa. Penulis menyukai budaya, alam dan segala senti ciptaan Tuhan di jagad raya yang terbentang luas ini.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Benteng sebagai Destinasi Wisata di Aceh

8 Oktober 2020   08:00 Diperbarui: 8 Oktober 2020   08:28 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah jamak kiranya kalau pantai dan sungai menjadi destinasi wisata yang banyak dikunjungi wisatawan, baik mancanegara maupun luar negeri.

Di Aceh, banyak sekali destinasi wisata dengan segala keindahan alamnya yang tak kalah dari Bali maupun luar negeri. Tinggal kitanya saja yang patut mensyukuri dan melestarikan semua keindahan itu agar bisa menikmatinya dengan baik.

Saat berjalan-jalan di hari Minggu, kami sekeluarga memilih berkunjung ke sebuah pantai di kawasan Ujong Batee, Desa Ladong, Jalan Krueng Jaya, kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh besar. Ini adalah kabupaten tempat tinggal saya sekarang.

Awalnya kami ragu masuk ke situ, karena jalan masuknya masih dikelilingi semak di kanan dan kiri. Sampai kemudian, kami menemukan sebuah sekolah SD, baru kami yakin kalau jalur ini biasa dilewati orang dan akhirnya kami pun tiba di tempat pembelian tiket.

Tidak ada tempat khusus untuk beli tiket. Hanya orang yang menjual tiket duduk di bangku-bangku kayu di depan gerbang masuk ke pantai.

Benteng Indra Patra

Foto: dokpri
Foto: dokpri
Begitu masuk ke gerbang, ada kamar mandi di sebelah kanan jalan dan di sebelah kamar mandi juga ada balai yang digunakan sebagai tempat salat para pengunjung pantai. Sebelum ke pantai, kita akan disuguhi pemandangan unik sebuah benteng besar yang berbentuk petak dan terbuat dari bahan-bahan alami. Tanpa semen dan tiang pondasi. Semua dibangun dengan batu alam dan putih telur. Saya jadi membayangkan, betapa banyak batu dan telur ayam yang dibutuhkan kala itu untuk membangun benteng, dilihat dari betapa kokoh dan luasnya benteng tersebut.

Kami pun menyempatkan diri masuk ke benteng melalui tangga di depannya. Di dalamnya ternyata juga ada beberapa bangunan. Konon, katanya bangunan itu terbuat dari tumpukan batu gunung yang disusun dengan teknik sedemikian rupa. Menakjubkan sekali ya, bahkan di zaman dulu sudah mempelajari teknik dalam membuat bangunan.

Ada salah satu bangunan berbentuk kubah di dalam benteng. Kami amat tertarik dan penasaran dengan bangunan itu. Setelah kita mencari tahu, ternyata di dalamnya ada sumur yang digunakan sebagai tempat penyucian dalam ritual umat hindu.

Foto: dokpri
Foto: dokpri
Setelah melihat-lihat pemandangan dari atas bangunan berbentuk kubah dan berjalan-jalan di tepi benteng, kami pun keluar.

Di luar ada lagi benteng yang lain. Konon, kabarnya ada empat benteng di sini. Tapi, karena tsunami dan dimakan usia, benteng tersebut sudah musnah dan tinggal dua benteng lagi. Itu pun bagian bangunannya ada yang rusak.

Benteng yang satu lagi ini lebih kecil. Di dalamnya ada bunker berupa batu berbentuk lonjong. Fungsi bunker itu sebagai tempat penyimpanan peluru dan senjata. Dua bunker lain digunakan untuk tempat meletakkan meriam. Ada sembilan meriam kecil dan ada pula Lubang-lubang kecil yang mungkin digunakan sebagai tempat mengintai namun sudah ditutup dengan semen saat dilakukan renovasi ulang.

Benteng ini adalah peninggalan kerajaan Hindu Lamuri. Jadi, di Aceh ini, sebelum berkuasanya Islam, pernah pula dikuasai oleh kerajaan Hindu.

Benteng Indra Patra masuk ke dalam sebuah konstelasi Trail Aceh Lhee sagoe, merupakan konstelasi berbentuk segitiga yang menghubungkan tiga benteng besar peninggalan kerajaan Hindu-Budha di masa lampau. Posisinya yang strategis di tepi pantai, memudahkan mereka menyebarkan pengaruhnya di tanah rencong.

Benteng Inong Balee

Keluar dari benteng Indra Patra dan mengikuti kembali jalan utama, kita akan menemukan Benteng Inong Bale di desa Lamreh. Benteng ini digunakan oleh armada pasukan yang dipimpin Laksamana Malahayati. Benteng ini amat berperan dalam sejarah Aceh nan gemilang dahulu. Namun sayang, kurang terawat untuk maksimal sebagai destinasi wisata.

Benteng ini hanya merupakan tembok saja. Namun, efektif digunakan untuk melawan penjajah masa itu. Di sanalah para laskar Inong Bale, yaitu laskar yang terdiri dari janda para pejuang yang dipimpin Laksamana Malahayati menahan gempuran dari Belanda. Tak terbayang bagaimana tangguhnya para wanita Aceh kala itu.

Foto: Disbudpar
Foto: Disbudpar
Benteng ini dibangun oleh Sultan Alauddin Ri'ayat Syah Sayyidil Mukammil (1589-1604)

Sayang, tidak ada petunjuk khusus untuk masuk dan menandakan itu adalah benteng Inong Bale. Namun kita bisa melihat bangunan tembok tua dalam rerumpun semak-semak yang tidak terawat di atas bukit Lamreh.

Benteng Kuta Lubok

Foto: Wikimapedia
Foto: Wikimapedia
Foto: Wikimapedia

Semua benteng itu berada di pinggir pantai di jalur yang sama. Inilah makanya jalur jalan menuju Krueng Raya disebut sebagai jalur sejarah di Aceh. Dikarenakan banyak sekali terdapat situs-situs bersejarah tersebar.

Tak jauh dari benteng Inong Balee, kita juga akan menemukan Benteng Kuta Lubok. Di sekitar benteng ini terdapat batu nisan kuno yang berbentuk persegi panjang dengan ukiran bahasa Arab. 

Untuk mencapai benteng ini, kita harus melewati jalan setapak yang dipergunakan oleh para pekebun. Jika hujan, jalannya amat becek dan tidak aman jika menggunakan sepeda motor. Kondisi Benteng  Lubok ini juga tak terurus, apalagi setelah tsunami. 

Padahal, benteng ini adalah benteng yang mempunyai peranan penting dalam perjalanan sejarah di Aceh. Para arkeolog sendiri, hingga kini masih berbeda pendapat, apakah benteng ini milik kerajaan Aceh Darussalam, Kerajaan Lamuri Hindu dulunya, atau malah peninggalan Portugis.

Benteng Sulthan Iskandar Muda


Jika menempuh lagi perjalanan ke arah utara mendekati pelabuhan Malahayati, kita akan menemukan satu benteng lagi di sana, yaitu Benteng Sulthan Iskandar Muda. Benteng ini dibangun sekitar abad ke 16 masehi. Letaknya lebih kurang 1 km dari pelabuhan malahayati. 

Benteng yang termasuk bagian Aceh Trail Lhee Sagoe ini memiliki tembok bagian luar yang lebih tinggi dari bagian dalam.

Benteng Iskandar Muda ini bentuknya segi empat/bujur sangkar. Terletak di pinggir sungai Krueng Raya Aceh Besar. Pondasinya terbuat dari batuan kali yang berwarna hitam. Batuan kali itu juga berpori-pori dan direkatkan dengan campuran lempung dan kapur berwarna hitam dan berpori-pori. Bahan perekat tata batuan menggunakan campuran lempung dan kapur. 

Benteng ini sekarang juga telah menjadi salah satu destinasi wisata yang digemari wisatawan baik dari manca negara maupun lokak.

Itulah beberapa benteng yang bisa dijadikan destinasi wisata selama berada di Aceh besar. Sebenarnya, di sini banyak sekali banguna tua sejenis benteng. Tetapi tidak begitu familiar dan belum diketahui orang banyak unttuk dikunjungi. 

Sudah sepantasnya kita sebagai generasi mudah mengenal dan melestarikan tempat-tempat bersejarah seperti ini agar kita t menjadi generasi yang tak lupa sejarah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun